Share

24|Jalan-jalan

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
~Jenar~

Kedua kakiku tidak kuat lagi menahan berat tubuhku ketika aku sendirian di kamar. Obat tidur. Tega sekali perempuan itu memberi mereka obat setiap malam sebelum tidur. Dia masih berani bertindak seolah-olah dia adalah ibu yang paling sempurna di dunia di depan keluarga Jeff.

Penyerangan di toko Bian masih membuat aku takut berjalan seorang diri, kini ditambah lagi dengan desakan Ibu yang menginginkan aku bercerai dari Jeff. Apa sudah tidak ada lagi orang yang percaya kepadaku? Apa aku begitu jahat sehingga anak-anakku juga harus jadi korban? Oh, Tuhan. Semoga saja Jax dan Remy tidak mengalami masalah kesehatan akibat obat itu.

“Ya, ampun!” Aku menutup mulut melihat seseorang ada di dalam kamar bersamaku. “Apa kamu akan selalu melakukan ini? Aku tidak ke mana-mana, jadi kamu tidak perlu memeriksa aku terus.”

“Siapa Bian?” tanyanya, mengejutkan aku. Untuk memberi diriku waktu mencari jawaban yang tepat, aku meminum air yang ada di gelas. “Kamu mengigau, menyebut-nyebut namany
Meina H.

Sesuai dengan janjiku, aku akan menambah banyak bab pada hari ini. Selamat membaca. Bila ada di antara teman-teman yang merayakannya, Happy Thanksgiving! ♡ Kalau teman-teman terpaksa lembur padahal enggak tertarik nonton World Cup 2022, santai .... Jenar akan menemani bergadang. :D Jangan segan berkomentar. Memberi saran atau kritik, lebih baik lagi. Sumbangkan juga gem/permata bila ada, ya. Terima kasih. ♡ Salam sayang, Meina H.

| 1
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   25|Masih Membekas

    Kejadian minggu lalu benar-benar masih membekas. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku gemetar. Teriakan, tangisan, juga tuduhan yang aku saksikan pada hari itu masih membayang dengan jelas. Satu minggu berlalu belum bisa membuat aku melupakan rasa sakitnya.“Papa!!” seru Jax dan Remy. “Sampai besok, Ardi, Tante!” Mereka pamit, lalu berlari mendekati papa mereka yang keluar dari mobilnya.Padahal aku tahu Jeff yang datang, bukan Dina, Ibu, atau Lauren. Dia berjanji akan datang untuk menjemput kami saat anak-anak pulang sekolah. Ada apa denganku? Sudah lama aku tidak lemah begini. Ke mana diriku yang kuat dan tegar itu?“Tarik napas yang panjang, tenangkan dirimu. Itu hanya suamimu, bukan ibu mertuamu,” kata Moira pelan. Aku menoleh ke arahnya. Dia tersenyum. “Kamu akan baik-baik saja.”Aku menurut dengan menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya pelan-pelan. Ada banyak hal yang terjadi selama satu minggu yang lalu, aku tidak perlu terlalu keras kepada diriku sendiri. Apa yang aku rasak

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   26|Sebuah Keanehan

    ~Jeffrey~Aku sengaja tidak datang bersama Jenar ketika mengambil hasil pemeriksaan kesehatan anak-anak. Aku punya teman seorang dokter, jadi aku tidak menemui dokter jaga yang ada di laboratorium itu. Dia menjelaskan panjang lebar mengenai hasil tersebut, tetapi aku tidak mengerti.“Intinya, Jax dan Remy sehat, dan tidak ada masalah pada organ tubuh mereka. Yang perlu menjadi perhatian adalah kandungan doxylamine yang ada dalam darah mereka.” Dia melipat kedua tangan di atas meja, lalu mendekat. “Jeff, ada banyak cara untuk membantu anak-anak tidur. Mengapa memberi mereka obat?”“Bukan aku yang memberikannya,” kataku singkat.Dia tertegun sejenak. “Dina?” tanyanya tidak percaya. Aku hanya diam. “Aku selama ini menganggap dia wanita yang baik. Dia sangat perhatian kepada anak-anakmu. Tidak mungkin.”“Buktinya sudah ada di depanmu,” kataku, mengingatkan. “Penampilan bisa menipu.”“Oke. Jangan berikan obat itu lagi kepada mereka. Kamu beruntung, mereka baik-baik saja. Kalau mereka mengo

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   27|Teman Sendiri

    Di antara begitu banyak pilihan, aku tidak menyangka dia akan membawa aku ke rumah ini. Dia keluar dari mobil dan mengeluarkan koper berisi pakaianku dan anak-anak. Mereka melompat dari mobil dengan wajah bahagia, tidak sabar bertemu dengan temannya.“Hai, Jax, Remy!” sapa Ardi dari balik pagar rumahnya. Seorang pria menolong membukakan pagar, lalu mempersilakan kami masuk. Anak kecil itu menggandeng tangan Jax dan mengajaknya masuk.Aku memegang tangan Remy dan Jeff berjalan di sisiku. Rumah Moira jauh lebih besar dari rumah yang ada di sekitar perumahan. Sepertinya dua petak tanah dijadikan satu hanya untuk membangun rumah mereka. Ini pasti ide ayah Ardi. Mengapa dia tidak ceraikan saja istrinya dan menikah dengan Moira daripada bersembunyi begini?“Aku senang sekali kita akan tinggal bersama untuk lima hari ke depan!” sorak Moira yang berjalan menuruni tangga. “Letakkan saja kopernya di situ. Nanti ada yang akan mengangkatnya ke atas. Ayo, kita mengobrol di ruang keluarga.”“Aku ti

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   28|Hampir Saja

    Bian meletakkan telunjuknya di depan bibir, jadi aku tidak bergerak sama sekali. Aku bahkan nyaris takut bernapas. Apakah ada yang mengetahui kedatangan kami? Aku tidak mendengar suara apa pun, hanya bunyi mesin mobil di kejauhan.Lalu bunyi itu datang. Aku menahan napas. Bunyi sepatu yang beradu di lantai. Datang dari arah kanan kami. Aku melihat ke arah Bian yang sedang menundukkan badan dan memejamkan matanya. Mengapa dia takut kami ketahuan? Bukankah kami bisa berjalan dengan santai, ah, tidak. Siapa pun yang sedang berjalan ini pasti tahu kalau kami bukan penghuni apartemen di gedung ini.Ketika Bian bergerak, aku menunggu sampai bunyi itu berada di sebelah kiriku. Lalu dengan tetap menundukkan badan, aku bergeser ke kanan. Kami memakai sepatu kets, jadi tidak menimbulkan bunyi saat berjalan. Bian menunggu aku di ujung depan mobil. Aku berjalan pelan-pelan ke arahnya.Dia menoleh, lalu meletakkan telunjuk di depan bibirnya. Ketika dia menunjuk ke barisan mobil di seberang kami, a

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   29|Pengagum Rahasia

    “Lo? Kamu tidak menunggu pengacaramu datang menjemput baru pergi ke kantor polisi?” tanya Moira bingung. Dia melihat penampilanku dari kepala ke kaki.Hari ini adalah hariku untuk wajib lapor lagi. Dia yang akan mengantar anak-anak ke sekolah, jadi aku bisa langsung pergi. “Apa maksudmu? Aku hanya melakukan wajib lapor, tidak butuh dampingan kuasa hukum,” ucapku tidak kalah bingungnya.“Di situlah letak kesalahanmu, Jenar. Kamu pasti tidak didampingi pengacara saat ditangkap dan dinterogasi oleh para polisi jahat itu. Mereka bisa saja memutarbalikkan isi laporanmu. Sebentar.” Dia mengeluarkan ponselnya, lalu bicara dengan seseorang.“Ayo,” katanya sambil memasukkan alat komunikasi itu kembali ke tasnya. “Temanku akan datang ke sekolah untuk menjemput kamu. Lokasi kantor polisi itu lebih dekat dari sekolah.”“Moira, aku tidak punya uang untuk membiayai jasa pengacara,” bisikku enggan.“Tidak usah khawatirkan itu. Aku yang tanggung. Kamu hanya membutuhkannya beberapa jam saja, bukan mas

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   30|Perayaan Mewah

    “Mama! Mama! Cepat buka pintunya!” Jax dan Remy menggedor-gedor pintu kamar mandi. Aku baru saja melumuri rambutku dengan pelembab. Bagaimana aku bisa membuka pintu dengan keadaan ini?“Sebentar, sayang,” sahutku. “Beri aku waktu lima menit. Aku segera keluar.”Setelah menemani mereka bermain di taman, aku mencuri-curi kesempatan untuk mandi. Hari ini sangat panas sehingga aku berkeringat selama berada di tempat bermain. Mengapa mereka mandi cepat sekali? Apa Jeff tidak menyuruh mereka menyabuni badan dengan baik?“Cepat, Ma! Jangan lama-lama!” seru Remy tidak sabar. Ada apa lagi dengan mereka? “Kak, berapa lama lima menit itu?” Mungkin dia bertanya kepada Jax.“Sangat lama,” jawab putra sulungku itu. Yang benar saja. Kalimatnya itu membuat adiknya semakin gencar mengetuk pintu.Apa yang membuat mereka mendesak aku membuka pintu? Aku segera mengenakan mantel mandi, lalu membuka pintu. Bukannya bertemu dengan anak-anak, aku malah berhadapan dengan Jeff. Mendengar suara kikikan mereka,

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   31|Bukan Milikmu

    ~Jeffrey~Yang ada di dalam kepalaku selama mengikuti konferensi organisasi kami di Bali adalah Jenar. Aku tidak bisa hanya memeluk dan menciumnya saja. Aku mau lebih dari itu. Hari ini dia genap satu bulan bebas dari penjara. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.Anak-anak terlihat bahagia menyambut aku saat aku menjemput mereka dari rumah Moira. Hal yang sangat kontras ketika aku bertemu mereka pada pagi hari dua minggu yang lalu. Mereka menangis dan meminta aku untuk tidak pergi lagi.Seharusnya mereka lebih bahagia berada di rumah keluarga daripada rumah teman mereka.“Hai, sayang!” seru Dina saat dia baru pulang. “Aku senang melihat kau sudah kembali!” Dia mendekat dan memeluk tubuhku. “Apa ada oleh-oleh untukku??”“Aku bekerja, bukan berlibur,” jawabku.Dia memajukan bibir bawahnya. “Apa kau masih marah? Aku, ‘kan, sudah meminta maaf. Harus bagaimana lagi supaya kau tidak dingin begini?” Aku hanya diam.“Apa kau ingat besok hari apa?” tanyanya. Aku kembali diam. “Kau ini baga

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   32|Bersama Lagi

    “Kamu tunggu di sini. Biar aku yang periksa.” Aku meninggalkan Jenar di tempat duduknya, lalu berjalan mendekati jendela. Tidak ada siapa-siapa di luar.Aku membuka pintu dan mencari sumber bunyi tersebut. Ternyata ada sebuah batu bata di dekat pagar, dan ada bekas benturan di salah satu besi pagar. Siapa yang melakukan ini? Belum pernah ada orang yang mengganggu di lingkungan ini sebelumnya.Aku masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya, lalu memastikan semua tirai tertutup dengan rapat. Jenar keluar dari kamar anak-anak. Mungkin dia memeriksa apa mereka terbangun karena bunyi tadi. Dia menggandeng tanganku, mengajak aku ke kamarnya.Dia tidak yakin Dina sudah pergi untuk selamanya, jadi dia tidak mau tidur di kamar utama. Aku tidak bisa memaksa, karena memang masih ada barang-barang wanita itu di dalam lemari dan laci bufet. Lagi pula, apa yang kami lakukan hanya bisa diselesaikan di kamarnya yang kedap suara.“Ini sarapan dan bekalmu,” kata Jenar sambil memberikan aku sebuah tas b

Latest chapter

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   76|Keadilan Ditegakkan

    ~Jeffrey~ Istriku bersaksi dengan berani dan menjawab setiap pertanyaan dengan gamblang. Apa pun kata yang digunakan kuasa hukum para terdakwa atau hakim saat bertanya, jawaban Jenar tidak berubah. Itu adalah bukti bahwa dia tidak berbohong atau mengarang jawabannya. Dia kembali duduk di sisiku setelah kesaksiannya dianggap selesai. Aku memegang tangannya dan meletakkan di atas pangkuanku. Aku bisa merasakan Dina tidak mengalihkan pandangannya dariku, tetapi aku mengabaikannya. Perbuatannya atas istriku tidak termaafkan. “Sayang sekali, sidangnya tertutup, jadi kami tidak bisa ikut menyaksikan yang terjadi selama sidang,” keluh Ibu. Ayah yang memanggil anak-anak, maka Ibu yang membukakan pintu rumah. “Pihak tergugat yang keberatan sidang itu dilaksanakan secara terbuka. Tidak apa-apa, Bu. Sidang masih berjalan dengan baik,” kataku, menjelaskan. “Papa! Mama!” seru anak-anak yang berlari mendekati kami. Aku meminta mereka untuk pamit kepada kakek dan nenek mereka, lalu kami keluar m

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   75|Sepuluh Tahun

    Jax dan Remy setengah menarik tanganku saat keluar dari taksi. Aku membawa banyak kantong plastik berisi keperluan sekolah mereka, jadi tidak bisa berjalan dengan cepat. Di mana Jeff? Apa dia tidak mendengar bunyi mesin mobil atau seruan anak-anak? Aku butuh bantuan dengan bawaanku. Lalu mengapa semua orang ini datang bersamaan ke rumah kami? Tidak ada acara khusus pada hari ini, juga tidak ada rencana akan membuat acara. Hanya ada suamiku di rumah, Lalu apa yang mereka lakukan di sini? Oh, tidak. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Jeff. “Cepat buka pintunya, Ma!” desak Jax. Tanganku gemetar saat mencari kunci di dalam tas, karena rasa khawatir. Putraku itu bergerak lebih cepat dengan menekan kenop pintu. Ternyata tidak dikunci. “Papa!” panggilnya serentak dengan adiknya. Aneh. Mengapa tirai jendela ditutup semua? Lampu juga tidak dinyalakan. Ke mana perginya mereka yang memarkirkan mobilnya di depan rumah? Anak-anak malah tertawa cekikikan di ruang depan sambil berjalan ke arah

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   74|Sampai Kapan

    Walaupun aku sudah bisa menebak siapa dan apa alasannya, aku mau mendengarnya langsung dari mulut kuasa hukumku. Polisi tadi sudah memberi petunjuk yang cukup jelas. Karena tidak mungkin hanya Wahyo yang melaporkan aku bila mereka sampai yakin bisa menjebloskan aku ke penjara lagi.Namun sebelum Franky menjawab, pintu ruangan dibuka dan seorang polisi masuk. Dia hanya mengangguk ke arah pengacaraku, lalu menutup pintu kembali. Apa maksud anggukan itu? Aku melihat ke arah Franky yang berdiri dari kursinya.“Kamu bebas. Ayo, kita pergi dan bicara di tempat lain saja.” Dia berjalan mendekati pintu.Sebuah ide bermain di kepalaku mendengar kalimat pertamanya itu. “Apa aku boleh melakukan satu hal sebelum kita pergi?”Entah apa yang Franky katakan, aku mendapat izin dari polisi. Pria itu menunggu di dekat pintu masuk, sedangkan seorang petugas menemani aku. Dia bersikap baik kepadaku dan tidak bersikap kasar seperti rekannya yang pernah membawa aku ke tahanan ini.“Akhirnya! Aku tahu kamu

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   73|Tak Diundang

    Kakiku terasa lemas, tetapi aku berusaha untuk tetap berdiri dengan tegak. Kejadian beberapa minggu yang lalu kembali bermain di benakku. Mengapa mereka datang lagi? Anak-anak berada di rumah dan aku tidak mau memberi mereka trauma untuk kesekian kalinya. Aku melihat antara dua pria yang berdiri di depan pagar dan kunci pintu di hadapanku. Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menghalangi mereka melakukan tugas. Namun atas dasar apa mereka kini mendatangi rumah kami? Pasti ada hubungannya denganku. “Ada apa? Mengapa kamu tidak membuka pintu?” tanya Jeff yang ternyata berdiri di belakangku. Dia mengintip dari jendela, lalu mendesah pelan. “Biar aku yang bicara dengan mereka.” Aku mengangguk dan bergeser agar dia bisa membuka pintu dan keluar rumah. Aku mengintip apa yang dia lakukan di luar lewat jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengar. Namun aku bisa menebak bahwa kedua polisi itu membawa kabar buruk, karena suamiku terlihat kesal. Apakah tujuan mereka datang

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   72|Akan Kubuktikan

    Kelima pria dan wanita itu mundur selangkah dan memasang wajah kecut melihat ke arah pria yang datang tersebut. Tentu saja mereka mengenalinya. Nyaris tidak ada yang tidak pernah mendengar namanya. Dia sudah banyak sekali memenangkan kasus sulit, tetapi kliennya menang. Mereka kini tahu siapa yang sedang mereka hadapi. Bukti palsu. Polisi mana yang mau menerima laporan didasarkan atas bukti palsu? Aku tidak akan melakukan hal yang sama yang telah mereka perbuat kepadaku. Aku akan membuktikan bahwa dengan prosedur yang benar pun, aku bisa menjebloskan orang jahat ke penjara. “Aku baru tahu di sini adalah kantor polisi,” kata Franky yang berjalan mendekat, lalu berdiri di depanku. “Pulanglah sebelum aku mengajukan laporan baru. Kalian pasti berada di sini untuk mengancam saksi. Apa kalian tidak tahu bahwa mengancam saksi ada hukumannya?” Membuktikan bahwa mereka tidak tahu, mereka terlihat panik. “Ti-tidak. Kami tidak datang untuk mengancam siapa pun,” kata salah satu dari mereka, men

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   71|Yang Terakhir

    Berbekal rekaman dari wanita pada malam sebelumnya, aku dan Moira berencana untuk melihat kelanjutan nasib dari polisi jahat tersebut. Aku sudah mengirim kopinya ke surelnya. Dia membalas dan meminta untuk bertemu. Itu yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja bukan aku atau Moira yang akan menemuinya, tetapi wanita yang tidur bersamanya. Aku sudah berjanji kepada Jeff dan Franky, maka aku tidak akan mengingkarinya. Aku tidak boleh terlibat dalam urusan yang melanggar hukum lagi. Bila terpaksa, maka aku tidak boleh sampai ketahuan. “Apa kamu akan terus melakukan ini kepada orang yang menyakiti kamu, keluarga, atau sahabatmu?” tanya Moira setengah menggoda. Aku tertawa kecil. “Tidak. Ini yang terakhir. Para polisi itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, jadi aku harus memberi mereka pelajaran. Bila tidak, mereka akan terus bersikap sewenang-wenang.” “Iya, kamu benar. Tetapi terus terlibat dalam hal yang berbahaya, tidak baik untukmu.” Moira melihat aku dengan serius. “Jax dan Remy memb

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   70|Memberi Pelajaran

    ~Jenar~ Berada di penjara karena membela diri dan fitnah, sudah cukup membuat kami menderita. Terpisah dari keluarga untuk sementara maupun selamanya bukanlah kehidupan yang mudah. Lalu kami juga harus diperlakukan tidak adil setelah bebas, itu tidak adil. Aku sudah merencanakan hal selain menemui para penjahat itu untuk membalas perbuatan jahat mereka. Cara itu hanya aku lakukan kepada para saksi palsu. Untuk polisi licik dan tidak tahu diri, aku sudah menyiapkan hal yang lebih baik. Hal yang akan membuat mereka berhati-hati bertindak. “Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Talia heran. “Harus. Aku tidak terima dia memperlakukan Bian layaknya penjahat.” Aku mengangkat penutup kepala jaketku untuk menudungi rambutku. Bian mengeluarkan sebuah kandang dari bagian belakang mobil, lalu kami menyeberangi jalan menuju rumah targetku. Setelah memanjat pagar dan mendarat sesenyap mungkin, kami menuju bagian belakang rumah. Bian melakukan keahliannya membuka kunci, dan aku tersenyum saat pi

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   69|Dia Berbohong

    ~Jeffrey~Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Lauren, adikku sendiri, yang sudah meracuni anak-anakku. Hal yang ingin sekali aku lakukan adalah bicara dengannya dan memintanya untuk bicara jujur. Apa kesalahan Jax dan Remy sampai mereka harus menjadi korban keegoisannya?Mereka memang selamat dan ditangani dokter segera, tetapi mereka bisa saja kehilangan nyawa pada hari itu juga. Kami tidak pernah punya masalah sebelumnya, lalu apa yang mendorong dia melakukan hal sejahat itu?“Jadi, dana yang telah kita terima dari donatur, cukup untuk melaksanakan program liburan kita,” kata kepala keuangan organisasi.Orang yang aku pikir melakukannya adalah Dina. Wajar saja jika dia bisa semudah itu menyakiti anak-anak, karena mereka bukan miliknya. Tidak aku sangka, adikku sendiri pelakunya. Dia bahkan tidak ragu-ragu menjadikan kedua anaknya sebagai korbannya juga.“Bagaimana, Jeff? Apa pendapatmu? Dana yang lebih sebaiknya kita gunakan untuk apa?” tanya bosku. Dari ekspresi wajahnya,

  • Perjuangan Sang Mantan Napi   68|Akibat Cemburu

    Aku duduk di sisinya dan melihat layar tablet tersebut. Ternyata ada sebuah berita yang tidak aku duga. Bertahun-tahun berusaha untuk melupakan dan melanjutkan hidup, akhirnya aku bisa melihat orang yang menyakiti aku mendapat ganjarannya.Perjuanganku menunjukkan hasilnya juga. Bukan hanya aku yang menuntut perbuatannya di masa lalu, tetapi ada banyak wanita lain. Mereka melaporkan perbuatan pria itu di kantor polisi di mana dia bertugas. Syukurlah, aku tidak mundur ketika menemui banyak kesulitan.“Sayang, apa kamu tidak apa-apa?” Jeff menyeka pipiku. Tanpa aku sadari, aku menangis.Aku menggeleng pelan, lalu meletakkan kepalaku di bahunya. “Aku tidak apa-apa. Ini air mata haru. Aku senang dia akhirnya akan membayar semua perbuatan jahatnya. Semoga saja Franky sehebat yang Moira katakan.”“Dia lebih hebat dari yang sahabatmu katakan. Aku melihat sendiri bagaimana dia mengatasi polisi yang tidak mau membebaskan kamu dari tahanan. Jadi, jangan khawatir. Wahyo dan Dina akan mendekam di

DMCA.com Protection Status