Home / Pernikahan / Istri Status Pembantu / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Istri Status Pembantu: Chapter 21 - Chapter 30

43 Chapters

Bab 21 : Hamil!

“Sayur asemnya enak, Reen?” Pertanyaan Mpok Yanti kubalas anggukan sembari mengulas senyum. Tatapan yang sempat beralih pada wanita yang sedang mengupas buah mangga itu, kini kembali jatuh pada benda pipih yang masih sama layarnya. Tidak ada yang menarik di sana. Hanya layar hitam, menyala ketika masuk notifikasi dari g*ogle atau inst*gram. Namun, mataku nyaris tidak mau berpaling.“Mangganya, Reen.”Sekilas kulirik piring berisi rujak mangga, sambal kacang melumer tampak menggiurkan. Makanan yang tadi pagi membuat Pak Anton—tukang kebun—terpaksa memanjat pohon mangga di belakang rumah kini tidak berselera lagi dipandang. “Kok, malah bengong sih, Nduk?”Tidak enak membiarkan hasil kerja keras Mpok Yanti tidak tersentuh, aku menarik piring mendekat. Anehnya, pas buah asam itu menyentuh lidah, yang terasa malah hambar.“Dia ke mana ya, Mpok? Mereka balik lagi, kan?” Tatapanku kosong ke arah piring berisi potongan mangga dan jambu.“Siapa? Tuan Zaid sama Nyonya Andine?”Mendengar dua
Read more

Bab 22 : Wanita Macam Apa?

“Siapa ayahnya, hah?!” bentak Zein begitu tiba di depan keluarga yang sedang duduk di sofa.Aura-aura berseri penuh haru tadi, berubah bingung. Namun, bukan itu yang menjadi fokusku melainkan wajah berang perempuan berambut cokelat yang sedang menggenggam tangan Andine.“Ngomon apa kamu, hah?!” Suara Bu Mareta menggelegar, mata perempuan itu menyala-nyala bagai barai api yang siap melalap putra bungsunya.Aku sampai gemetar sembunyi di balik punggung lebar milik Zein. Biar anak itu yang menghadapi berangnya Bu Mareta, siapa suruh buat rusuh. Lagian kenapa dia harus pertanyakan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya? Dasar tukang onar! “Mama, yakin mantu Mama itu perempuan baik-baik?”Belum kapok, Zein justru malah memperkeruh dengan pertanyaan ngaurnya. Setidak sukanya dia dengan Andine, bukan berarti harus membuat wanita itu buruk di mata orang lain apalagi di mata mertuanya sendiri. Andine wanita terpelajar dengan latar belakang keluarga baik-baik. Rasanya tidak etis bila pertanya
Read more

Bab 23 : KDRT

“Kalau soal hubunganmu sama mas Zaid sewaktu SMA?”Aku tidak bisa berhenti batuk setelah pertanyaan itu keluar. Hingga air mengalir ke kerongongan barulah aku bisa bernapas lega. Kemudian menatap Andine canggung.“Kamu tahu dari mana kalau—” Pertanyaanku yang terlontar dengan nada ragu terpotong oleh Andine.“Mas Zaid suamiku, Reen. Jelaslah aku tahu.”Jadi secara tidak langsung dia mau bilang kalau suaminya itu yang mengatakannya langsung. Sehebat itu ternyata hubungan mereka sampai hal tidak penting begini pun dibagi juga sama Pak Zaid. Benar-benar suami yang terbuka!“Kami hanya teman sekelas.” Aku mengusap tengkuk yang tertutup jilbab instan saat hanya mendapati anggukan dari Andine. Tidak mau dapat pertanyaan lain lagi, kuputuskan pamit ke kamar karena rasa kantuk juga sudah menyerangku.***“Yang ini mau juga enggak, Mbak?” Aku menghela napas melihat susu kotak yang disodorkan Zein. Sudah ada 10 kotak susu rasa cokelat yang dia masukkan ke keranjang karena sisanya aku kembalika
Read more

Bab 24 : Cemburukah?

Helaan napasku berembus pelan usai berberes di ruang kerja Mas Zaid. Ruangan yang kali ini sedikit berantakan.Lelaki itu memang selalu rapi, bahkan ruang kerjanya saja nyaris selalu tampak bersih dan teratur. Namun, di beberapa kondisi ruangan ini bisa berubah bentuk layaknya gudang dengan tumpukan berkas atau kertas yang berserakan hingga lantai dekat kaki meja. Hal itu akan terjadi bila Pak Zaid sampai harus begadang karena kerjaan.“Capeeek!” rengekku setelah menghempaskan tubuh ke kursi di balik meja kerja Pak Zaid. Beberapa hari belakangan, laki-laki itu terlihat sering menghabiskan waktu di rumah. Bila malam menjelang, tempatnya akan berada di sini. Siapa lagi penyebab dia bertingkah begitu kalau bukan karena istri tercinta.Andine sedang hamil muda, kadang wanita itu ngidam macam-macam. Sebagai sosok suami yang baik, Pak Zaid siap sedia. Lelaki itu bak pengangguran nyaris 24 jam berapa di rumah empat hari belakangan.“Aku juga lagi hamil padahal, tapi enggak tuh, diperhatiin
Read more

Bab 25 : Reuni

“Awas ya, kalo masih ada minyak ketinggalan di piring. Jangan sampe juga jadi bau sabun!”Itu mulut pengen aku sumpal pake spon lama-lama! Dari tadi komat-kamit mulu, tidak capek apa?! Aku yang dengar saja letih sendiri.Moga itu orang tidak sampe keselek kacang!Uhuk!Ya, ampun baru loh, aku doain yang baik tadi.“Heh, ambilin gua minum! Cepetan!”Aku mendengkus, memutar tubuh dan gegas mengambilkan minum yang terletak di meja paling ujung. Kemudian memberikan pada perempuan yang sejak tadi duduk dengan menaikkan satu kaki ke kursi. Melihat banyaknya kulit kacang di meja yang bahkan beberapa berserakan di lantai membuatku menghela napas lelah. Baru tadi sore kubersihkan tempat ini, sekarang lihat akibat dari ulahnya!“Kok, bau sabun, sih?!” Wanita berusia 32 tahun itu mengeluarkan ekspresi mirip orang mau muntah. Aku mengulum senyum berusaha keras agar tidak ketawa. Sukurin aja, siapa suruh nyuruh orang pake bentak-bentak. Padahal bisa loh, dia minta tolong baik-baik.“Ya, maaf, Mba
Read more

Bab 26 : Mereka Saling Mecintai

“Zareen? Perasaan enggak ada nama lo di list undangan.”Tubuhku langsung kaku, tegang bak batu setelah mendengar ucapan Nadia—mantan sekretaris OSIS—wanita dengan dress biru selutut itu mengernyit. Tatapan tajamnya seolah sedang memperingatiku yang tidak tahu dirinya berada di tengah mereka tanpa undangan.“Atau gue yang salah ingat? Lo pembantu dari salah satu rumah teman SMA kita, ya? Karena hampir semua rumah teman sekelas kita dulu gue ingat, kok. Jadi kecil banget kemungkinan kalo gue salah masuk rumah sampe salah kasih undangan.”Jemariku makin terpilin sebelum kugenggam erat dan berakhir mengumbar senyum kepada lima wanita yang menatapku dengan sorot menilai. Walau entah bagaimana bentuk senyumku kali ini.“Aku ke sini cuman datang nemenin seseorang, kok.” Ck, alasan apa itu, Reen?“Oh, ya? Terus mana seseorang yang kamu maksud itu?” Tatapan sinis Adinda yang dari artikel yang pernah lewat di Intagram perempuan yang kabarnya telah menjadi istri seorang Gubernur itu sedikitnya m
Read more

Bab 27 : Tolong Bunuh Aku

18+“Kamu sepertinya masih bersih. Iyakah?” Derai tawanya membuatku jijik sekaligus membenci diriku sendiri yang hanya pasrah di bawah kukungannya.Sudah coba menghajar wajah kurang ajar itu, tapi kepalan tanganku hanya berhasil meraih udara. Tubuhku menggigil menahan gejolak aneh sekaligus rasa ingin membunuh lelaki di atasku ini.Ya Rabb bila tidak ada yang datang membantu, setidaknya cabut nyawaku sekarang juga. Sungguh tidak rida seujung kuku pun disentuh oleh lelaki bejat ini.Mataku memanas, berusaha memberontak walau berakhir menggeliat. Kucoba berteriak pun percuma karena yang keluar hanya racauan.“Saya mohon ... jangan.” Tatapku memelas mengharap ibanya.Laki-laki berkulit putih itu malah terkekeh pelan. Air mata yang mengenang tumpah ruah merasakan long dress berwarna merah marun perlahan diangkat ke atas. Mataku terpejam rapat. Kupasrahkan semua pada-Mu Yang Maha Mu'min.“Perutmu kok, melendung?” Lelaki itu diam sejenak, tanfan kasarnya menyentuh permukaan perut membuatku
Read more

Bab 28 : Eneg

“Dia model di Malik Agensi. Udah dua tahunan kerja.” Pemaparam Zein membuatku termangu. Pantas saja Nadia sampai sekacau itu bahkan sampai mengamuk ke rumah. Perbuatannya malam itu padaku dibalas, Mas Zaid tidak tanggung-tanggung. “Sudah, Mbak enggak perlu pikirin itu orang. Kesalahannya jauh lebih besar dari apa yang dia dapat sekarang. Aku nyaris kehilangan ponakanku karena minuman beralkohol dan dicampur obat perangsang sialan itu! Mbak, juga hampir hancur di tangan seorang pria biadab, jadi buat kali ini, tolong jangan pikirin orang lain dulu. Terlebih itu orang yang udah celakaian, Mbak!” Zein mengatakannya dengan menggebu-gebu. Ada api membara di matanya yang hitam pekat. Namun, tatapan tajam itu berubah lembut kala menatapku dan perut yang tersembunyi di balik gamis dan jilbab. “Oh, ya, Mbak. Soal kejadian waktu itu, aku udah nutupin soal kehamilan, Mbak dari semua orang termasuk, mas Zaid. Untungnya, perut, Mbak enggak kelihatan sama dia waktu itu karena terhalang punggun
Read more

Bab 29 : Mas Juga Benci Aku?

Usapan dalam tidur membuatku benar-benar risi sampai akhirnya mengerang jengkel. Saat mata terbuka, rasa kesal yang menumpuk di ubun-ubun justru meluap habis melihat si pelaku.Lelaki dengan kaos hitamnya yang tengah setengah berbaring dengan siku menumpu pada kasur tengah menatap dalam-dalam. Senyumnya tersungging tipis yang langsung menyentakku agar sadar.“Tuan Zaid?” ucapku spontan yang seketika itu juga mendapat sentilan di dahi.Aku meringis, merengut jengkel menatapnya yang sudah beranjak duduk sembari meraih nampan di meja. Baru teringat makanan itu diantarkan Zein tadi ketika aku mual dan memilih pergi ke kamar. Telanjur kehilangan selera makan, aku lebih memilih tidur ketimbang mengisi perut yang keroncongan, tetapi mual hanya melihat hidangan yang mungkin saja sudah dingin.Pikir saja, ini sudah jam berapa dari terakhir Zein mengantarnya. Jam 17.00 WIB.“Saya baru panaskan. Mari, biar saya suapi.”Satu alisku terangkat, tapi tak urung menurut ketika dia menarik lenganku pel
Read more

Bab 30 : Laki-Laki Beruntung

Aku masih terdiam menatap gerimis dari balik jendela ruang tengah. Jemari menyentuh kaca yang terasa dingin. Masih terlalu pagi ketika hujan mulai menderas membuatku membentuk pola-pola abstrak di sana.“Kasihan, kurang kerjaan banget, mbakku!” Suara barinton dari belakang menyentakku berbalik.Melihat Zein dengan almamater kuning tengah berdiri sembari menyomot pisang goreng membuat alisku mengernyit.“Kamu bolos apa gimana?” Anak ini suka sekali muncul di rumah abangnya macam hantu, pulang pun kadang langsung menghilang. Tahu-tahunya kirim pesan sudah sampai di rumah mamanya.Pemuda itu menyugar rambut yang agak basah—mungkin terguyur hujan di luar—setelah memasukkan potongan terakhir pisang goreng.“Dosenku mendadak enggak masuk.”Aku memgekorinya dari belakang ketika pemuda yang ternyata tinggi banget itu—kenapa aku baru sadar Zein setinggi itu coba, sampai aku hanya sampai di bahunya—berjalan menuju dapur.“Kok, bisa?”Zein mengangkat bahunya sembari duduk di meja makan dan kemba
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status