Home / Romansa / Ketika Ibuku Menikah Lagi / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Ketika Ibuku Menikah Lagi: Chapter 31 - Chapter 40

70 Chapters

Bab 31

"Astaghfirullah, Mbak Sandra. Pagi-pagi udah nongol aja," sindir Riana. Matanya mendelik ke arah Sandra yang sedang berjalan dengan gemulai mendekat ke meja makan."Iya, nih. Sengaja. Biar bisa lari pagi bareng sama Mas Raihan," jawab Mbak Sandra dengan memamerkan senyum manisnya."Maaf, ya, San. Pagi ini aku kayaknya gak lari pagi dulu," tutur Tuan Raihan."Ya ... kok, gitu, Mas? Aku kan sengaja ke sini pagi banget buat lari pagi sama kamu," ujar Mbak Sandra dengan manja. Bibirnya yang dipoles lipstik merah menyala sedikit mengerucut."Mbak, nih saya kasih tau. Berduaan dengan yang bukan muhrim itu dilarang. Nanti yang ketiganya setan, loh. Mbak kan bukan muhrim sama Kak Raihan. Mana boleh pergi berdua. Bahaya," tutur Riana sok bijak."Ya ampun, Ri. Kamu ini ada-ada saja. Mana ada pergi berduaan. Kalau jalan pagi ya pasti banyak orang. Kalau perginya ke hotel baru bahaya," elak Mbak Sandra tak mau kalah."Maaf ya, San. Aku benar-benar udah niat dari semalam buat libur lari pagi," uca
Read more

Bab 32

Tak bisa dipungkiri, kerinduan akan kampung halaman sudah tak terbendung. Tapi, ke mana aku akan pulang? Ke rumah ibu pun rasanya tidak mungkin. Tak ingin lagi rasanya bertemu dengan laki-laki bejad yang hampir mengoyak kehormatan diriku. Padahal, bayangan ibu dan Rindi yang sudah semakin bertumbuh sudah menari-nari di pelupuk mata. Ah, betapa aku merindukan mereka."Rin ... Rindu, kok, malah bengong?" Riana mengibaskan tangannya di depan wajahku."Eh, maaf," jawabku gugup."Gimana tawaran kak Raihan tadi. Mau gak?" Riana kembali bertanya."Lihat nanti saja, ya. Lagi pula, aku juga tidak punya siapa-siapa yang akan dikunjungi di kampung halaman. Kecuali--." Aku menunduk. Tenggorokanku rasanya tercekat untuk melanjutkan perkataan."Kecuali apa?" tanya Riana seolah penasaran."Kecuali makam nenekku, Ri," jawabku sendu. Air bening sudah menggenang di sudut mata. Hati ini masih saja bersedih jika mengingat tentang nenek."Maafkan aku, ya, Rin, sudah membuatmu bersedih," ujar Riana penuh r
Read more

Bab 33

BrukkBarang-barang yang sedang aku jinjing jatuh saat tubuhku bertabrakan dengan Tuan Raihan di pintu."Maaf Tuan. Maaf. Saya, tidak sengaja." Gara-gara mataku terus menoleh ke belakang, jadinya aku tidak tau kalau Tuan Raihan juga mau ke luar."Gak apa-apa. Sudah semua barangnya?" tanya Tuan Raihan sambil meraih sebagian barang yang terjatuh. Duh, kenapa ada orang sebaik ini."Sudah, Tuan," jawabku sambil menunduk."Ya, sudah. Ayo, masuk." Lelaki yang mengenakan kaos tangan pendek abu tua dipadukan celana jeans hitam ini kembali masuk ke dalam sambil menjinjing barang bawaan. Aku mengikutinya dari belakang.Seorang wanita yang sepertinya seumuran dengan ibuku datang membawa minuman dan beberapa macam camilan di atas nampan."Teh Asih, gimana kabarnya?" tanya Tuan Raihan pada wanita dengan tampilan sangat sederhana itu."Alhamdulillah sehat, A. Aa sama Eneng Riana gimana kabarnya? Si cantik Raisa sudah besar ternyata." Teh Asih bertanya dengan ramah."Alhamdulillah sehat juga teh," j
Read more

Bab 34

Malam terasa begitu sunyi. Jauh dari suara kebisingan seperti di ibukota. Sesekali hanya terdengar suara jangkrik memekik kepekatan malam. Di sampingku, Raisa dan Riana sudah terbuai ke alam mimpi. Dengkuran halus terdengar dari mulut wanita cantik yang beranjak remaja ini. Aku melirik jam yang menempel di dinding kamar. Sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Namun, mata tak kunjung mau terpejam. Ingatan melanglang buana ke percakapan antara aku dan Teh Asih waktu tadi. Menurut cerita dari Teh Asih, Om Haryo tidak sepenuhnya tinggal di sini. Hanya di akhir pekan saja dia akan datang mengunjungi istri mudanya itu. Apa itu artinya, hari-hari selainnya dia masih tinggal bersama ibu? Apa ibu tau jika suaminya itu kini sudah bermain api dan mengkhianatinya? Memikirkan semua ini, membuat kepalaku berdenyut nyeri. Ah, ibu. Andai aku sudah dewasa dan mampu mereguk kesuksesan, aku pastikan akan membawamu dan Rindi menjauh dari laki-laki buaya seperti Om Haryo.Turun perlahan dari ranj
Read more

Bab 35

"Kamu jangan salah paham. Setelah kamu menjadi bagian dari keluarga saya, saya merasa kalau kamu sama saja dengan Riana. Sama-sama adik saya. Saya bertanggung jawab terhadap kalian berdua." Tuan Raihan kembali menjelaskan. Padahal tidak perlu dijelaskan pun, aku sadar diri. Mana mungkin Tuan Raihan menyukai gadis ingusan sepertiku. Masih banyak wanita cantik berkelas di luar sana yang pasti rela mengantre untuk bisa menjadi pendamping Tuan Raihan."Saya, tidak enak Tuan kalau harus merepotkan Tuan. Apalagi Tuan pasti belum tau seluk beluk jalanan di kota kelahiran saya." Aku berusaha untuk menolak tawarannya."Kamu ini ada-ada saja. Kan sekarang ada google. Semuanya jadi mudah." Tuan Raihan terkekeh. "Kita ajak Riana sekalian.""Terserah Tuan saja kalau begitu," jawabku akhirnya pasrah. Lega. Karena ternyata kami bukan hanya pergi berdua sesuai dugaanku.Tuan Raihan mengangguk, lalu berlalu dari hadapanku.Pagi ini aku sedang bersiap-siap saat Riana menghampiriku ke dalam kamar."Aku
Read more

Bab 36

"Rindu. Kenapa masih berdiri di sini?" Tiba-tiba Tuan Raihan sudah berdiri di sampingku. Matanya memandangku heran."Saya ... saya." Lidahku kelu. Bingung harus menjawab apa. "Santi." Sebuah suara terdengar menggelegar dari dalam rumah ibu. Suara yang tak asing lagi di telinga. Om Haryo."Ngapain kamu di situ? Ajak Rindi masuk. Di luar cuacanya panas. Lihat tuh, dia nangis pasti gara-gara kepanasan." Om Haryo berkata lantang di ambang pintu depan. Bahkan aku yang berjarak beberapa meter saja bisa menangkap suaranya dengan jelas.Ibu terlihat mengangguk. Menggendong Rindi kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Om Haryo pun ikut masuk. Diikuti suara dentuman pintu yang ditutup cukup keras.Aku mengusap dada. Bisa terlihat dengan jelas, kalau sekarang sikap Om Haryo pada ibu tidak selembut dulu. Ingin aku mengajakmu pergi jauh, Bu. Namun, aku bisa apa. Aku pun hanya hidup bergantung pada orang lain.Keinginanku bertemu ibu dan Rindi langsung, pupus sudah. Aku tak ingin lagi berurusan
Read more

Bab 37

Aku tertegun. Bimbang antara jujur atau tetap menutupinya. Bapak nampak sudah bahagia dengan keluarga barunya. Apa jadinya kalau orang lain tau tentang kebusukan yang selama ini ditutupinya? Ah, meski bagaimana pun, dia tetap bapakku. Aku tak ingin orang lain mengetahui keburukannya."Apa ... Tuan bisa berjanji satu hal?" tanyaku ragu. Menatap manik hitam legam yang juga sedang menatapku."Janji?" ulangnya.Aku mengangguk. "Saya mau berkata jujur pada Tuan, kalau Tuan sudah berjanji tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun. Termasuk Riana.""Insyaallah saya berjanji," jawab Tuan Raihan mantap. Tentu saja aku percaya. Bukankah selama ini dia orang yang amanah?"Bapak saya baik-baik saja. Bahkan sangat baik. Setiap hari saya selalu berada dekat dengannya. Hanya saja, tak pernah bisa menyentuhnya." Aku berkata sendu. Ada perih yang menggores hati saat mengatakannya."Maksudnya? Dekat bagaimana?" Tuan Raihan seolah tak sabar mendengar lanjutan ceritaku."Bapak saya adalah ... Pak Ari W
Read more

Bab 38

Aku tersenyum menatap deretan huruf tulisan tangan Andika. Rapi. Persis tulisan cewek. Hai, Rindu. Apa kabar? Aku berharap kamu selalu baik-baik saja di manapun kamu berada. Selalu bahagia dan selalu dalam perlindungan Alloh SWT. Aamiin. Aku menulis surat ini, tepat sebulan setelah kepergianmu. Kamu tau gak, sebulan yang aku lalui tanpamu, bagai setahun lamanya. Bukan gombal ya, tapi kenyataan, hehe. Setiap hari aku selalu teringat sama kamu. Berharap kita akan segera kembali bertemu. Setiap waktu, aku selalu menatap layar ponsel. Berharap dapat kabar dari kamu meski sebatas SMS. Nihil. Tak ada sama sekali. Aku yakin itu bukan karena kamu melupakan aku. Tapi karena suatu hal yang kamu sendiri pun tak ingin. Aku sudah mengenalmu begitu lama. Sama sekali bukan tipe-mu membiarkan orang yang mempedulikan dirimu merasa cemas. Oh, iya. Hari ini adalah hari terakhir aku ada di Tasik. Ayahku dipindah tugaskan oleh perusahaannya ke Jawa Tengah. Aku sengaja menulis surat ini karen
Read more

Bab 39

Aku dan Tuan Raihan duduk di sofa ruang TV. Berjauhan. Wajahku menunduk dengan jantung bertalu-talu. Jari-jari tangankan bertautan satu sama lain, mengurai sedikit ketegangan yang menggelayut di hati."Ehhmmm." Tuan Raihan sedikit berdehem. Lalu mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak."Saya tadi habis ketemu teman. Janjian di restoran dekat kantor, makanya pulangnya telat." Tuan Raihan memulai percakapan. "Waktu saya akan pulang, saya tidak sengaja ketemu Pak Ari yang habis meeting sama rekannya. Jadilah kami ngobrol-ngobrol dulu sambil minum kopi." Tuan Raihan melanjutkan kembali.Aku mendengarkan dengan seksama. Sesekali menatap wajahnya tapi kemudian buru-buru menunduk lagi. Apalagi kalau tanpa sengaja pandangan kami beradu. Menambah ketegangan menjadi lebih kuat lagi. Suasana rumah yang sudah sunyi senyap membuatku begitu grogi. Hanya suara gemericik air yang membasahi genteng yang terdengar."Saya tadi sempat mendapat beberapa informasi, mudah-mudahan bermanfaat buat kamu.
Read more

Bab 40

"Kamu ngelindur, ya? Ngomongnya gak jelas gitu," tutur Tuan Raihan sambil bangkit dari duduknya."Kakak mau ke mana? Emang gak penasaran, siapa yang aku maksud?" tanya Riana menatap Tuan Raihan yang sedang berjalan menuju tangga."Enggak," jawab Tuan Raihan mengibaskan tangan sambil menaiki tangga."Aku juga mau tidur," ucapku sambil bangkit. "Rin, tunggu!" Riana menyusul. Mensejajarkan langkahnya denganku, lalu sama-sama masuk ke dalam kamar."Kamu gak nanya, siapa wanita yang akan aku jodohkan sama kakakku?" tanya Riana pelan saat kami sudah sama-sama berbaring."Enggak. Itu bukan urusanku," jawabku tak kalah pelan karena takut mengganggu tidurnya Raisa."Issshhh ... kamu mah gitu," protes Riana."Terus harusnya gimana?" "Harusnya kamu paksa aku buat kasih tau siapa orang yang aku maksud," jawab Riana."Iya, deh. Memangnya siapa orangnya?" tanyaku agar Riana diam."Kamu," jawab Riana sambil tersenyum menyeringai."Aku?" Aku menunjuk hidungku sendiri."Iya. Kamu," jawab Riana perca
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status