Share

Bab 40

Penulis: Siska_ayu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu ngelindur, ya? Ngomongnya gak jelas gitu," tutur Tuan Raihan sambil bangkit dari duduknya.

"Kakak mau ke mana? Emang gak penasaran, siapa yang aku maksud?" tanya Riana menatap Tuan Raihan yang sedang berjalan menuju tangga.

"Enggak," jawab Tuan Raihan mengibaskan tangan sambil menaiki tangga.

"Aku juga mau tidur," ucapku sambil bangkit.

"Rin, tunggu!" Riana menyusul. Mensejajarkan langkahnya denganku, lalu sama-sama masuk ke dalam kamar.

"Kamu gak nanya, siapa wanita yang akan aku jodohkan sama kakakku?" tanya Riana pelan saat kami sudah sama-sama berbaring.

"Enggak. Itu bukan urusanku," jawabku tak kalah pelan karena takut mengganggu tidurnya Raisa.

"Issshhh ... kamu mah gitu," protes Riana.

"Terus harusnya gimana?"

"Harusnya kamu paksa aku buat kasih tau siapa orang yang aku maksud," jawab Riana.

"Iya, deh. Memangnya siapa orangnya?" tanyaku agar Riana diam.

"Kamu," jawab Riana sambil tersenyum menyeringai.

"Aku?" Aku menunjuk hidungku sendiri.

"Iya. Kamu," jawab Riana perca
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
rini84
Rindu Sama andikaaa ajaa dongg
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 41

    Mata Erik menatapku tajam. Aku dibuat salah tingkah ditatapnya seperti itu. Apalagi sorot beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian ini membuatku semakin tak nyaman.Aku menunduk. Menghela napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. Mengurangi amarah yang masih menggelegak dalam dada. Bisa-bisanya Erik mengatakan sesuatu yang mustahil terjadi antara aku dan dirinya. Mungkin saja perasaannya itu hanya perasaan sayang seorang kakak pada adiknya. Karena ikatan batin saudara itu kuat. "Kenapa diam?" tanyanya. Masih menunggu kepastian dari mulutku.Aku mendongak perlahan. "Bukankan semuanya sudah aku katakan dengan cukup jelas? Aku ingin fokus belajar dan bekerja agar kelak jadi orang sukses. Bukan memikirkan hal konyol seperti ini." Aku berkata cukup pelan. Malu jika terdengar siswa lain."Ini bukan hal konyol. Ini menyangkut perasaan. Oke. Sekarang kita memang belum dewasa. Tapi dua atau tiga tahun lagi, kita sudah cukup dewasa. Dan aku pastikan aku akan kembali bertanya padam

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 42

    "Ada apa, sih, Ri?" Tuan Raihan kembali bertanya. Menyimpan tas jinjing hitam yang biasa dibawanya bekerja di atas sofa. Lalu menggulung lengan kemeja navy yang digunakannya hingga ke siku. Matanya masih memandang ke arah Riana yang berwajah sembab."Gak apa-apa. Kakak tuh kepo terus sama urusan cewek," jawab Riana sambil menyusut cairan bening yang tersisa di kedua ujung netra sipitnya. "Beneran gak apa-apa? Kakak itu bukan kepo, tapi khawatir. Takut terjadi sesuatu sama kamu. Ya, meskipun kadang nyebelin, manja, cerewet, tapi kakak sayang." Tuan Raihan sedikit tergelak membuat bibir ranum Riana mengerucut seketika."Tuh, kan. Malah ngeledek lagi." Riana menghentakkan kakinya ke lantai. Membuatku tersipu melihat kelakuannya."Kakak percaya, selama Rindu ada di deket kamu, kamu akan baik-baik saja. Eh, tapi. Kok, kebalik ya? Bukannya kamu itu lebih tua dari Rindu? Harusnya sikapmu lebih dewasa dong," tutur Tuan Raihan."Ye ... biarin. Aku ini memang manja dan gemesin," sahut Riana ta

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 43

    "Enggak, kok, Tuan. Beneran. Saya gak gak pernah minta Riana untuk mengajak saya ke Bali," belaku buru-buru. Takutnya Tuan Raihan berpikir akulah yang sudah menghasut Riana."Saya tau, kok. Kamu tenang aja. Saya yakin ini cuma akal-akalan Riana biar bisa liburan." Tuan Raihan memijit hidung mancung Riana, gemes."Habisnya ... selama ini, tiap aku minta liburan pasti gak diizinin. Apalagi alasannya kalau kakak takut terjadi sesuatu sama aku. Khawatir gini lah, gitu lah, gak ada yang nemenin lah, Raisa masih kecil lah. Kalau sekarang kan ada Rindu yang nemenin. Raisa juga udah cukup besar buat diajak liburan." Riana menjelaskan alasannya dengan muka sedikit ditekuk."Ri, kita kan udah berencana untuk berkunjung lagi ke rumah kakek sama nenek. Kamu gak inget pesan mereka waktu itu?" tanya Tuan Raihan mengingatkan peristiwa beberapa bulan silam."Apa yang dikatakan Tuan Raihan bener, Ri. Lebih baik liburannya di kampung kakek sama nenek saja. Mumpung mereka masih ada loh." Aku ikut member

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 44

    Meja di hotel ini memang berukuran cukup panjang dengan beberapa kursi yang berjejer dan saling berhadapan. Keberadaan bapak di sekitarku sudah cukup menggores hatiku dan membuatku tak nyaman. Namun, aku sama sekali tidak menyangka Tuan Raihan justru menawarkan diri untuk bergabung bersama bapak dan keluarganya. Padahal dia tau, rasa sakit dan kecewaku kepada bapak masih begitu besar.Tuan Raihan berjalan ke meja kami."Ri, Rindu, kita pindah ya. Gabung sama Pak Ari dan keluarganya," tutur Tuan Raihan sambil menurunkan Raisa dari kursi dan menuntunnya menuju meja bapak tanpa menunggu jawabanku dariku dan Riana.Aku dan Riana saling berpandangan. Seolah meminta pendapat satu sama lain. Secara di meja tersebut ada Erik juga. Laki-laki yang begitu dilarang untuk kutemui oleh Riana.Namun sebuah anggukan pelan akhirnya terlihat dari kepala Riana. Sesaat kemudian kami pun bangkit bersamaan dan berjalan menuju meja bapak.Sekilas aku melirik Erik yang duduk di kursi sebelah bapak, tersenyum

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 45

    "Astaghfirullah. Kenapa ngagetin sih, Kak?" Aku menatap sebal pada Erik yang justru nyengir kuda."Siapa yang ngagetin? Orang aku baru aja keluar kamar. Eh, taunya ketemu kamu. Emang ya, kalau jodoh itu gak akan ke mana," tutur Erik sambil bersandar di dinding dengan kedua tangan bersidekap di dada."Ya, Alloh. Ngomong apa, sih, Kak? Ngaco aja," sahutku sambil mengalihkan pandangan. Beralih menatap pintu kamar Tuan Raihan yang tertutup. Kemudian aku mulai mengetuknya perlahan."Gak baik loh, cewek masuk ke kamar cowok. Apalagi cuma berduaan di dalam kamar. Entar yang ke-tiganya setan," ucap Erik tiba-tiba serius."Makasih udah diingetin, tapi aku juga tau. Aku cuma mau nganterin Raisa sama ayahnya. Bukan mau berduaan di dalam kamar," jawabku menjelaskan."Baguslah," sahutnya singkat."Terus ngapain masih berdiri di situ?" tanyaku sedikit kesal."Gak ngapa-ngapain. Nungguin aja. Takutnya kamu malah beneran masuk ke kamarnya, kan?" "Ya Alloh, Kak. Suudzon aja jadi orang.""Bukan suudzo

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 46

    Laki-laki dengan bibir menghitam itu tersenyum menyeringai. Menampakkan deretan giginya yang sedikit coklat karena terlalu banyak merokok. "Rindu, aku takut," bisik Riana dengan suara bergetar. Matanya sudah basah dengan cairan bening yang siap tumpah."Sama, Ri. Aku juga takut," jawabku pelan. Tubuh kami sama-sama bergetar."Ya, Alloh. Tolong kirim seseorang untuk menolong aku dan Rindu. Aku benar-benar takut," doaku dalam hati."Sini, Sayang." Laki-laki itu menarik lengan Riana membuat pelukan kami terurai."Lepasin. Mau ngapain kamu?" Riana berontak. Mencoba melepaskan cengkraman tangannya dari lelaki itu. Namun, tenaga lelaki itu lebih kuat.Aku nengok ke kanan dan ke kiri. Barangkali ada orang yang lewat. Sesekali ada motor yang melintas, tapi susah untuk dihadang karena rata-rata pengendaranya ngebut. Mungkin karena mereka sudah tau jika daerah ini sepi dan rawan. Ketakutan dan kebingungan semakin melanda tatkala laki-laki itu mencoba menyeret tubuh Riana yang terbungkus celana

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 47

    Hatiku ikut tegang seketika melihat Tuan Raihan menutup panggilan dengan pandangan lesu."Kenapa, Kak?" tanya Riana dengan suara serak khas habis menangis."Barusan Teh Asih yang telepon. Kakek sakit katanya. Manggil-manggil kakak terus. Sudah tidak masuk makanan apapun, makanya dibawa ke RS." Tuan Raihan menjelaskan dengan sendu dan mata berkaca-kaca."Ya Alloh, Kakek," lirih Riana kembali menangis."Harusnya aku menuruti kakak untuk langsung ke Garut kemarin. Mungkin semua kejadian memilukan ini tidak akan terjadi." Riana tergugu menyesali semuanya."Sudah. Gak perlu menyalahkan diri sendiri. Ini semua sudah takdir. Lebih baik sekarang kita beristirahat. Besok pagi-pagi sekali kita kembali ke Jakarta. Terus langsung berangkat lagi ke Garut. Mudah-mudahan kakek segera sembuh," tutur Tuan Raihan lembut."Rindu, kamu juga istirahat, ya. Tolong jaga Riana. Dia pasti masih trauma dengan kejadian yang menimpanya tadi," pinta Tuan Raihan menatapku teduh."Baik, Tuan," jawabku singkat.Tuan

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 48

    Suasana dapur yang remang-remang membuat bulu kudukku sedikit merinding. Tak ada suara apapun yang terdengar kecuali bunyi hewan malam khas pedesaan. Buru-buru aku berjalan meninggalkan dapur. Ketika melewati kamar nenek Tuan Raihan, samar aku mendengar suara tangisan. Pelan tapi begitu memilukan. Mungkinkan nenek yang sedang menangis?Aku mematung sejenak di hadapan pintu berbahan kayu jati itu. Bingung antara masuk atau membiarkannya saja. Namun, aku langsung teringat nenekku yang begitu terpukul waktu kehilangan kakekku belasan tahun silam.Perlahan aku mengetuk pintu itu pelan."Nek," panggilku lirih.Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Menampakkan wajah keriput nenek yang sembab bersimbah air mata. Rambut yang sudah memutih semuanya itu digelung, tak seperti biasanya yang selalu memakai ciput."Rindu," sapa nenek dengan suara bergetar."Boleh, Rindu temenin?" Aku menatap mata cekung nenek."Tentu saja, Nak. Ayo masuk." Nenek berbalik, kembali ke dalam kamar. Aku mengikutinya

Bab terbaru

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Tamat

    Untuk sesaat, Andika sempat tertegun. Namun, sesaat kemudian, dia langsung berdiri dan menyambut uluran tangan Mas Raihan meskipun terlihat salah tingkah. Mereka berdua bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing."Yuk, kita pulang," ajak Mas Raihan sambil merangkul bahuku.Aku mengangguk."Dik, aku pulang dulu, ya," pamitku pada Andika yang berubah muram.Andika mengangguk lesu. Ada lengkungan senyum yang terlihat dipaksakan di sudut bibirnya.Aku berjalan bersisian dengan Mas Raihan. Tangannya merangkul bahuku mesra. Saat akan masuk ke dalam mobil, aku kembali menoleh ke arah Andika. Dia masih duduk termenung memandangiku sendu. Ada rasa bersalah yang menggelayut hebat di dada. Pertemuan pertama kami, dilandasi kecanggungan seperti ini."Apa dia Andika yang sama dengan sahabatmu dulu?" tanya Mas Raihan saat kami sudah di dalam mobil. Ada nada cemburu dalam suaranya."Iya. Kenapa?" Tanyaku pura-pura tak bisa membaca aura cemburu yang dipancarkannya."Oh, gak apa-apa. Mas seneng

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 69

    KETIKA IBUKU MENIKAH LAGIBab 69Hamil? Rasanya gak mungkin. "Kamu ini ngomong apa sih, Ri? Lihat, kakak iparmu sampai kaget gitu!" tegur Mas Raihan sambil meraih tissue dan mengelap sisa teh yang tersisa di bibirku."Loh, apanya yang salah? Wajar kan kalau Rindu hamil? Dia kan sudah punya suami. Kalau masih gadis, baru panik," sahut Riana tak terima. "Kalian ini aneh," gerutunya sambil berlalu pergi.Aku dan Mas Raihan hanya saling pandang. Tentu saja kami sama-sama bungkam tentang rahasia ranjang kami. Tidak ada yang tau bahwa belum pernah terjadi pertempuran apapun di ranjang itu. Hingga bisa dipastikan aku masih tersegel sampai detik ini.Mas Raihan benar-benar menepati janjinya untuk tidak meminta haknya sampai aku benar-benar siap. Kami hanya menghabiskan malam bersama dengan mendekap tubuh satu sama lain. Setelah Riana pergi, kami sama-sama tertawa. Menyadari bahwa apa yang disangkakan Riana itu mustahil."Kamu gak apa-apa kan, Sayang?" Mas Raihan memindai wajahku.Aku mengge

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 68

    Handel pintu mulai bergerak. Dan pintu pun terbuka."Wa'alaikum salam. Maaf cari --."Pertanyaan ibu terhenti saat memandangku. Matanya mulai berkaca-kaca. Kedua tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka.Aku tertegun. Terkesiap menatap wajah ibu yang sudah sekian lama kurindukan. Buliran bening pun mulai lolos satu persatu dari pelupuk. "Apa kamu Rindu anak ibu?" tanyanya dengan pipi tirus yang bersimbah air mata.Dalam hati aku terenyuh. Ibu masih mengenali putrinya ini meski jarak memisahkan kami tiga tahun lamanya. Mungkin karena memang tidak terlalu banyak yang berubah dariku.Aku mengangguk sambil bercucuran air mata. Sedetik kemudian aku menghambur memeluk tubuhnya. "Ibu ...." Aku menangis dalam dekapannya. Dekapan hangat yang selama ini aku rindukan bahkan sejak aku masih kecil.Isakan ibu makin lirih dengan bertambah eratnya pelukan kami. Tangan ibu mengusap-usap punggungku."Rindu anakku!" Ibu merintih menyebut namaku. Seakan selama ini ia begitu terluka saat jauh da

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 67

    Kakiku rasanya berat untuk melangkah membuka pintu. Namun, suara ketukan lagi-lagi terdengar meskipun pelan. Setelah mengatur pernapasan setenang mungkin, akhirnya pintu itu kubuka. Aku sedikit bernapas lega saat melihat Riana yang berdiri, bukan Mas Raihan."Kenapa, Ri?" tanyaku setenang mungkin."Icha udah tidur?" Kepalanya mengintip ke dalam kamar."Udah.""Syukurlah. Biar aku yang tidur di sini. Kamu ke atas saja. Masa pengantin baru tidurnya terpisah gini?" tutur Riana sambil menerobos masuk ke dalam kamar."Tapi, Ri ...." "Udah. Gak usah pake tapi segala. Sana buruan!" Riana mendorong tubuhku untuk keluar dari kamar.Karena bingung sekaligus malu harus ke kamar atas, akhirnya aku memilih duduk di sofa ruang TV. Menikmati tayangan yang sama sekali tidak menarik untuk ditonton. "Hai, kenapa malah di sini?"Karena terlalu fokus pada lamunan, hingga aku tak sadar kalau Mas Raihan sudah ada di belakangku.Aku menoleh. Tersenyum kikuk."Iya, Mas. Icha baru saja tertidur."Ya, tadi R

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 66

    Bapak langsung terkejut mendengar penuturan Tuan Raihan. Matanya menatapku dengan kening berkerut. Menyelidik memandangku dengan tatapan rasa tak percaya."Benarkah kamu Rindu, anak bapak?" tanya bapak dengan suara bergetar.Aku diam. Hanya air mata yang mengalir deras yang berbicara. Seolah berkata, benar. Ini aku putrimu. Putri yang kau terlantarkan lebih dari sepuluh tahun lamanya."Katakan, Nak! Benarkah kamu putriku?" Bapak sekali lagi bertanya. Matanya sudah nampak berkabut. Ah, bapak. Saking lamanya sampai tidak mengenali sedikit pun anakmu ini.Aku hanya mengangguk lemah. Buliran bening semakin deras membasahi pipi."Ya Alloh ... Nak. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu anak bapak?" Bapak mulai menangis. Lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu berjalan mendekat ke arahku. Tiba-tiba tubuhnya ambruk dan berlutut di kakiku."Maafkan bapak, Nak. Maafkan bapak! Bapak Rindu sekali sama Rindu. Maafkan bapak. Bapak memang bukan ayah yang baik. Selama ini bapak tega mengabaikanmu sampa

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 65

    POV RinduMendengar perkataan Tuan Raihan, jantungku serasa berhenti berdetak untuk sejenak. Namun, sesaat kemudian, kembali berdebar dengan begitu hebatnya. Apa aku tak salah dengar? Tuan Raihan melamarku? Memintaku menjadi istrinya? Aku mencubit lenganku dengan sedikit keras."Awww." Sakit. Ternyata ini nyata dan bukan mimpi. "Rindu. Maukah kamu menikah denganku?" Lagi Tuan Raihan bertanya. Membuatku kembali limbung dan seolah terperosok ke pusat bumi. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu. Ini terlalu mendadak. Aku bahkan tidak pernah terpikirkan hal ini sebelumnya.Menikah? Di usiaku yang baru saja menginjak remaja. Aku mematung. Otakku berputar berpikir keras untuk menentukan jawaban. Tuan Raihan berjalan menghampiri Raisa. Menuntun tangannya, kemudian berhenti tepat di hadapanku. Berjongkok."Sekali lagi aku bertanya. Maukah kamu menjadi istriku dan ibu dari anakku?" Tatapan Tuan Raihan begitu memohon. Pun si cantik Raisa. Ada harapan besar yang terlukis di

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 64

    "Apa yang kamu katakan, Ri? Menikah?" Kak Raihan bangkit dari duduknya, lalu berjalan mondar-mandir dengan ekspresi bingung."He'em. Rindu udah lulus SMA. Dia bukan gadis dibawah umur lagi. Gak ada yang salah kan?" Aku ikut berdiri."Tapi, Ri. Yang kakak lihat, Rindu begitu semangat mengejar cita-citanya. Kakak gak mau jadi penghalang dia untuk mewujudkan cita-citanya itu." Aku berjalan beberapa langkah, berhenti tepat di depan Kak Raihan."Kak, memangnya kalau sudah menikah, Rindu gak bisa mengejar cita-citanya, ya? Dia kan masih bisa kuliah meskipun sudah menikah." Aku meyakinkan Kak Raihan."Coba kakak pikir. Di mana lagi kakak mau cari wanita seperti Rindu? Dia cantik, pintar, solehah, sudah diterima semua keluarga kakak terutama Icha. Apalagi yang kurang dari Rindu?" lanjutku menggebu-gebu.Kak Raihan nampak berpikir. "Beri kakak waktu untuk memikirkannya.""Kak! Waktu kita tuh gak banyak. Beberapa hari lagi Rindu udah mau pergi. Kopernya aja udah disiapin di sudut kamar. Kalau

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 63

    Ditatap seperti itu oleh dua orang, nyaliku mendadak ciut. Keringat dingin mulai keluar dari sela-sela jilbab. Jantungku tak hentinya berlompatan serasa mau keluar dari tempatnya."Katakan saja, Rindu. Ada apa?" Tuan Raihan yang dari tadi diam akhirnya bersuara. Mungkin sudah jenuh menungguku yang tak kunjung berkata."Sebenarnya ... saya mau bilang, kalau saya keterima beasiswa di perguruan tinggi di Jogjakarta. Dan bulan depan, saya harus sudah di sana." Aku berkata dengan suara gemetar."Maksud kamu apa? Saya belum paham?" tanya Tuan Raihan."Maksud saya, saya mau mengundurkan diri sebagai pengasuh Raisa. Makanya saya bilang dari sekarang, agar Tuan punya waktu untuk mencari pengasuh baru," sahutku hati-hati."Loh. Kenapa mendadak seperti ini, Rindu? Saya pikir kamu mau melanjutkan kuliah di Jakarta saja bareng Riana. Kenapa kamu juga tidak pernah membicarakan ini sebelumnya?" tanya Tuan Raihan."Saya sudah pernah membicarakan ini dengan Riana, Tuan." Aku melirik Riana yang masih t

  • Ketika Ibuku Menikah Lagi   Bab 62

    Aku sedikit tergagap mendapat banyak pertanyaan sekaligus dari Riana. Karena sebenarnya aku juga belum siap untuk menceritakannya. Toh masih ada waktu beberapa bulan ke depan."Rin, kok diam?" Riana mengguncang tubuhku pelan. Wajahnya nampak tegang menunggu jawaban dariku."Eh, itu Ri. Aku kan cuma tanya. Itu juga seandainya. Siapa tau nanti aku keterima kuliah di luar kota kan?" "Memangnya kamu berniat daftar kuliah di luar kota?""Ya ... namanya juga nyari beasiswa. Jadi harus dicoba di semua universitas negeri.""Tapi kamu kan bisa nyari beasiswa di Jakarta aja," protes Riana tampak tak terima."Kalau gak keterima gimana?""Kak Rai masih sanggup kok biayain kuliah kamu.""Ri ... aku tuh gak enak kalau harus terus-terusan merepotkan Tuan Raihan. Aku ini bukan siapa-siapa. Aku bukan tanggung jawabnya. Aku cuma seorang pengasuh anaknya. Jadi harus tau diri. Aku gak mau dianggap ngelunjak. Apalagi dianggap memanfaatkan keadaan untuk meraih cita-cita aku. Setelah lulus SMA nanti, setid

DMCA.com Protection Status