Home / Romansa / Antara Mantan dan Selingkuhan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Antara Mantan dan Selingkuhan: Chapter 31 - Chapter 40

51 Chapters

29. Cincin Yang Terlepas

Rafka berdiri, lalu berjalan mendekati bangku Fara. Diambilnya telapak tangan Fara dengan lembut, dan digenggamnya beberapa saat. Kemudian Rafka bersimpuh saat itu juga, merapatkan tubuhnya dengan kedua lutut Fara.Fara terkejut dengan aksi Rafka. Apa yang akan dilakukan Rafka? Mati-matian ia menolak seluruh skenario terburuk untuk malam ini.Rafka mengapit telapak tangan kiri Fara dengan kedua tangannya, hingga satu gerakan paling brengsek itu dilakukannya. Ia menarik cincin yang tersemat di jari manis Fara, lalu mengeluarkannya secara perlahan.Fara menggelengkan kepalanya. Apa yang sedang dilakukan Rafka? Ia berusaha sekuat tenaga menarik tangannya, untuk menghentikan aksi Rafka. Namun, tangan Rafka menahannya cukup kuat.Yang terjadi selanjutnya, cincin tanda pertunangan itu berhasil terlepas. Rafka meletakannya pada telapak tangan Fara, memaksa Fara untuk menggenggamnya alih-alih memakainya."Raf, maksud kamu ...." Fara tercekat, ia bahkan tak mampu melanjutkan kalimatnya. Air ma
Read more

30. Musuh Korporat

Tiga hari pasca kejadian di kantin, kehidupan kantor Mone berubah seperti di neraka. Setiap hari seolah sama, dari mulai lobi sampai ke ruangannya, Mone dapat mendengar kasak-kusuk orang lain membicarakannya.Ada berbagai tatapan yang menyertainya, tapi yang paling mendominasi adalah tatapan jijik. Sisanya, ada tatapan kasihan yang jumlahnya dapat dihitung jari. Selama itu Mone harus bersikap muka tembok, tetap berjalan tanpa peduli banyak mata mengintai. Belum lagi yang membicarakannya secara diam-diam hingga terang-terangan.Sikap karyawan divisinya juga ikut berubah. Mone sampai tidak tahu, itu karena fakta ia menjalin perselingkuhan dengan suami orang, atau karena kandasnya hubungan Fara dan Rafka yang tentu saja dikaitkan juga dengannya. Mendadak, sikap hangat seluruh karyawan di divisinya menghilang. Berubah menjadi kecanggungan dan berkomunikasi secukupnya. Bahkan seharian mereka berusaha meminimalisir berkomunikasi dengan Mone.Hal itu membuatnya kini lebih memilih memfotokopi
Read more

31. Adik Sayang, Cinta Terlarang

Meeting dengan divisinya baru saja selesai. Mone membahas terkait permasalahan barusan yang telah diselesaikannya. Ia memberikan teguran pada seluruh karyawannya yang menyembunyikan permasalahan ini. Ia juga membahas terkait kejadian di kantin tempo hari, setelah sekian hari ia diam saja, akhirnya ia angkat bicara agar permasalahan itu jangan sampai lagi mempengaruhi kinerja mereka barang satu persen pun."Yang lain boleh keluar, saya mau bicara dengan Fara."Fara melotot saat mendengar itu. Apa-apaan ini? Dirinya akan disidang seorang diri. Hell. Siapa yang tadi mengatakan jangan melibatkan permasalahan pribadi? Jadi, untuk apa Mone ingin berbicara dengannya jika bukan menyangkut urusan pribadinya?Fara berdecak. Ia muak melihat Mone. Ia membenci fakta bahwa wanita di hadapannya itu atasannya, membuatnya tidak mampu berkutik bahkan saat hatinya ingin memaki Mone yang sudah menghancurkan masa depannya."Aku tau ini pasti berat buat kamu." Mone kembali dalam mode menyebut dirinya 'aku'
Read more

32. Perusak Kebahagiaan

"Wes, yang pulang honeymoon mukanya cerah amat."Mone dapat menangkap suara Laely yang meledek seorang karayawan yang baru saja memasuki pantry. Widi, karyawan divisi penjualan yang baru kembali dari masa cutinya, menarik kursi di sebelah Fara yang sedang menikmati sarapannya."Iyaa dong, berasa terlahir kembali." Widi membuka cerita dengan suaranya yang antusias, membuat beberapa orang yang sedang berada di pantry tertarik untuk mendengarkan.Mone membuka laci pada kitchen set yang tersedia di pantry, mencari gula untuk menyeduh kopinya. Keperluannya di sini hanya untuk menyeduh kopi, sebab perkumpulan di pantry ini pasti lebih senang saat Mone pergi, karena banyak yang bisa dibicarakan tentangnya."Far, gimana? Lo jadi pake WO gue yang kemaren gak? Orangnya nanyain ke gue tuh." Widi mencomot gorengan yang ada di meja entah milik siapa. Saat sedang asik mengunyah gorengannya, Widi baru sadar beberapa tatapan mengarah padanya, seolah ada yang salah dengan Widi. "Kenapa?" tanya Widi bi
Read more

33. Seperti Tulang

"Kecil, aku pun meraut sedih. Semua karena tak lagi bisa. Memelukmu sempurna. Menertawakan hari. Sampai dirimu lupa. Tak sepenuhnya pernah sembuh. Dari luka... Seperti tulang yang patah .... Dan tumbuh tidak sempurna." - Seperti Tulang, Nadin Amizah___________Dahi Rafka mengerut, matanya memicing. Ia menatap Mone bingung. Apa yang berkelebat di kepala Mone saat ini?"Setelah aku mampu berpikir dengan jernih, nyatanya kamu gak salah, Raf. Kamu gak pernah salah sejak mutusin buat ninggalin aku.Ya, ngapain juga si kamu harus tahan sama aku—""Mon!" Rafka menyela ucapan Mone. Ia mulai paham arah pembicaraan Mone, juga arti tatapan Mone.Saat ini, Mone tidak lagi menatapnya dengan kebencian. Alih-alih begitu, Mone sedang menyalahkan dirinya sendiri."Aku berengsek banget kan, Raf? Maaf. Karena aku terus-terusan nyalahin kamu, untuk sesuatu yang emang seharusnya kamu lakuin saat itu. Kalo kamu ngelakuin semua ini karena rasa bersalah, kamu gak salah, Raf. Ini bukan tentang kamu, ini semua
Read more

34. Mulai Memaafkan

"Lo gimana sih, Raf? Tadi, kan, Mone sama lo!" omel Bagas setelah setengah jam Mone tidak kunjung kembali dari toilet, seperti kata Rafka.Farel masih berusaha menghubungi ponsel Mone yang aktif, tapi tidak diangkat. Hal itu terus dilakukannya berulang kali, meski kegiatan yang dilakukannya setengah jam terakhir itu berakhir sia-sia."Lo yakin dia ke toilet? Lo apain si di bianglala?" desak Dika, menatap Rafka tidak percaya. Terlebih saat melihat wajah Rafka yang keruh setelah menaiki wahana tersebut.Mata Rafka yang semula menjelajah keramaian sambil terus berjalan diikuti yang lainnya, mengalihkan perhatiannya pada Dika."Ngobrol doang." Rafka menjawab sekenanya, malas untuk menjelaskan panjang pada teman-temannya.Bagas berdecak mendengar ucapan Rafka. "Ngobrol doang, setelah seharian lo berdua diem-dieman? Masalah lo apa lagi sih sama Mone?""Mone!"Pertanyaan Bagas teralihkan oleh terikan Fando yang melihat Mone sedang berjalan ke arah mereka. Fando berjalan cepat menghampiri Mone
Read more

35. Bebek Perdamaian

Rafka mengetuk-ngetuk kemudi setirnya sambil menimang keputusannya. Nyaris setengah jam mobilnya terparkir di basement apartemen Mone, dan selama itu ia hanya berdiam diri di dalam mobilnya.Kejadian di Dufan kemarin sukses menyita pikirannya. Sialan, hanya melihat Mone tersenyum ke arahnya, hari minggu yang biasanya ia lakukan tertidur sampai siang, lalu bangun sebentar, dan tidur lagi, berubah jadi hari yang membuatnya tidak tenang.Sekelebat bayangan Mone tersenyum beserta serentet pertanyaan tentang arti dalam senyuman Mone terus mengganggu alam bawah sadarnya. Pukul sembilan malam, ia menyerah untuk sekadar uring-uringan di kamarnya. Hal itulah yang mampu menggerakan dirinya untuk sampai di tempat ini. Kini, ia tidak tahu harus melakukan apa?Mengetuk pintu apartement Mone? Menemui wanita itu? Reaksi apa yang akan didapatinya? Mone mengusirnya? Atau, menyambutnya? Sialan! Untuk apa juga Mone menyambutnya?Rafka tidak mungkin terus berdiam diri di sini tanpa melakukan apa pun, bis
Read more

36. Panggilan Pembawa Luka

Mone merebahkan tubuhnya di atas kasur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu ataupun melepas sepatunya. Seharian ini terasa melelahkan. Mone harus mengunjungi kantor bea cukai di Tanjung Priok untuk mengurus beberapa barangnya yang tidak bisa keluar.Ini semua karena supplier sialan yang memuat quantity barang tidak sesuai dengan yang ada di dokumen. Ia jadi harus menemui beberapa pejabat bea dan cukai untuk memberi pernyataan terkait kesalahan itu.Ringtone panggilan masuk ponselnya membuyarkan kesadaran Mone yang nyaris terlelap sejenak. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu membaca nama pemanggil yang tertera di layar ponselnya.Rasa lelah bercampur kantuk seketika sirna saat Mone membaca nama pemanggil di ponselnya. Ia membiarkan ponsel itu terus berdering untuk beberapa detik, sebelum tangannya mengusap ikon berwarna hijau untuk mengangkatnya.Mone meletakan ponsel itu di telinganya, tangan kirinya meremat seprai, matanya terpejam untuk beberapa detik, ia berusaha m
Read more

37. Rintihan Rasa Sakit

Setengah jam kemudian, Pandu masuk ke dalam rumah dengan menenteng beberapa kantong plastik hitam. Ia meletakan bungkusan itu pada meja ruang tamu yang fungsinya merangkap sebagai ruang makan dan ruang-ruang lainnya."Tukang sate udah pulang, Pak. Yang masih buka cuma warung padang. Pandu beli rendang buat Bapak, buat Mone ayam bakar," kata Pandu, yang bersiap untuk ke dapur mengambil perlengkapan makan.Mone segera berdiri saat menyadari hal itu. "Aku aja yang siapin, Mas."Pandu menoleh pada Mone. Ia mendapati mata Mone yang masih sembap. Mata yang biasa berbinar, kini kembali meredup, persis seperti saat pertama kali ia melihat Mone datang ke rumahnya bersama ibunya.Mone segera mengalihkan pandangan saat bersitatap dengannya. Pandu mengembuskan napasnya, jika bukan karena kedatangan Bapak, ia tidak akan menghubungi Mone. Ia tahu persis seberapa sulit bagi Mone untuk menghadapinya kembali setelah aksi berengseknya malam itu."Dapurnya masih berantakan, Mon. Kamu duduk aja temenin B
Read more

38. Tak Pernah Mudah

Rafka keluar dari kamarnya. Ia mendapati Retha dan Mama yang sedang menonton tayangan layanan streaming dari televisi yang hanya ada di ruang tengah. Keduanya menonton sambil berbaring di atas permadani berbulu halus yang khusus dipesan adiknya itu agar ia dapat menonton dengan nyaman.Entah sejak kapan keduanya—Retha dan Mama—mampu berdamai perihal tayangan televisi, dengan Retha yang memenangkan pilihan tayangan berupa series yang ada pada layanan streaming tersebut. Rafka sampai berdecak melihatnya, Mama yang tetap ikut menonton dan berkali-kali menanyakan seputar jalan cerita pada Retha."Jaket gue yang kemaren lo pinjem mana, Tha?" tanya Rafka yang kini ikut duduk di ruang tengah."Belakang pintu kamar gue. Cari aja." Retha menyahut singkat, matanya tak teralihkan dari layar televisi."Kamu mau ke mana, Raf? Udah malem loh." Mama menoleh ke arah Rafka, melihat gelagat anaknya yang hendak keluar rumah."Mau cari makan, Ma.""Lah, bukannya tadi kamu udah makan?" Mama berusaha memfo
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status