Semua Bab Diusir Ipar Setelah Suami Tiada: Bab 21 - Bab 30

56 Bab

Bab 21. Ke Kantor Mas Bowo

GN- Bab 21.Pesanan untuk teman di kantor Mas Bowo sudah selesai. Lima belas Lontong Sayur Kepiting sudah tertata rapi. Disetiap kemasan sudah aku sertakan satu plastik peralatan makan satu kali pakai, sendok, garpu, tissue dan tusuk gigi. Mas Bowo selalu mengingatkanku, posisikan pembeli seperti kita sendiri. Buatlah mereka senyaman dan sepuas mungkin menikmati makanan. Tring![Saya kirim mobil online. Kamu ikut sekalian, ada yang harus kita bicarakan. Sekalian kita ke bank untuk buka rekening]Pesan dari Mas Bowo. Aku harus ikut mengantar pesanan ini? Ke kantornya?Aduh!Terus terang, aku tidak percaya diri masuk ke kantor besar di kota ini. Jiwa kampungku langsung menciut. Apa penampilanku nanti tidak memalukan? Takut, kawatir akan sesuatu yang tidak jelas. Rasa ini yang membuat orang tidak pernah maju, itu yang pernah Mas Ridwan katakan. Kalau suamiku, dia dikenal sebagai orang yang bisa diandalkan. Tidak pernah takut apapun sebelum melangkah. Karena itulah saat menjadi tenaga
Baca selengkapnya

Bab 22. Kabar Baik dan Kabar Buruk

"Kalau begitu, begini saja," ucapnya, kemudian dia mendekat. Aku menahan napas sambil menatap ke arahnya. Mas Bowo mengeluarkan head seat yang dihubungkan dengan ponselnya."Kamu suka lagu ini kan?" ucapnya sambil memasangkan di kedua telingaku. Aku menatapnya dan tersenyum lega. Aku kira dia akan …. Setelah mendengar alunan lagu ini. Wonderful World, menenangkanku dan tak terasa tanganku ditariknya masuk ke dalam lift. .."Sudah sampai," ucap Mas Bowo menepukku dan melepaskan head seat. Pintu lift terbuka, angin bertiup menerpa wajahku."Mas, ini di mana? Kok kita di luar gedung?" tanyaku. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruangan terbuka dengan atap seperti tenda besar. Ada banyak tanaman hijau di sini, tetapi kami seperti di atas awan. "Kita di tingkat paling atas! Di roof top," ucapnya mengagetkanku. Aku tempat paling tinggi? Bagaimana kalau tiba-tiba gedung ini roboh? Kakiku gemetar dengan sendirinya. Spontan aku mengeratkan pegangan tanganku."Mbak Nisa, jangan takut
Baca selengkapnya

Bab 23. Strategi

"Kita harus mempunyai supplier ya, Mas?" tanyaku saat di dalam mobil. Kami sudah selesai dari bank untuk membuka rekening. Rekening bersama, kesepakatan yang kami ambil karena Mas Bowo akan menanamkan dananya di usaha ini.Pemikiran Mas Bowo sering terlalu cepat bagiku. Dia mempunyai rencana yang jitu sebelum jalan. Terbalik denganku, yang jalan dulu sebelum berfikir. Jalani apa saja yang terjadi, kalau berhasil alhamdulillah, kalau belum coba lagi.Itu yang aku pegang sebelumnya. Namun sejak ada Mas Bowo sebagai rekan kerja, langkahku seperti ada arahnya."Harus itu. Kita harus punya supplier dan ketersediaan bahan harus dikontrol. Untuk dana tidak usah kawatir, saya akan bantu seperti yang saya janjikan," jelasnya sambil mengemudi mobil. "Tapi, Mas. Usaha ini kan masih kecil. Kalau kita stok bahan, terus kalau nanti tidak laku bagaimana? Bisa rugi kita," ucapku kawatir."Mbak Nisa. Dalam usaha ada kemungkinan rugi dan untung, itu tergantung dari keyakinan kita. Kalau kita saja tida
Baca selengkapnya

Bab 24. Kirain?

"Sering dengar kuliner viral kan? Biasanya karena apa?" "Kalau di medsos biasanya karena laris bahkan sampai antrian yang panjang!" celetukku."Nah itu maksud saya. Sambil memperbesar kapasitas dapur, kita angkat momen ini. Kita terima pesanan sesuai kapasitas kita, jadi kalau melebihi kuota masuk di hari berikutnya. Dengan begitu memancing pernyataan, wah laris banget ya! Wah akhirnya aku dapet juga. Kemudian pancing mereka untuk share ke medsos pribadi mereka. Secara tidak langsung mereka mempromosikan kita," terangnya."Kita juga share ke medsos, hari ini full atau pesanan sudah full untuk dua hari ke depan. Pasti orang semakin penasaran," ucapnya yakin."Pernah lihat warung yang masih sore sudah tutup karena makanannya sudah habis? Padahal bisa saja dia memasak lagi, menggunakan aji mumpung laris. Namun ini tidak dilakukan karena ingin membangkitkan rasa penasaran pembeli. Wah masih sore sudah tutup, laris banget. Besuk ke sini lagi ah!" ucapnya dengan semangat."Makanya, kualita
Baca selengkapnya

Bab 25. Perhatian

Mas Bowo sudah mulai cuti untuk konsen ke NR Kitchen. "Mas, apa tidak mempengaruhi pekerjaan?" tanyaku kawatir. Aku masih seperti mimpi sudah mempunyai usaha kuliner ini. Mas Bowo kerjanya begitu kilat, cepat tetapi terstruktur. Semua direncanakan, dipikirkan sekecil-kecilnya. Kalau tidak ada dia, pasti perkembangan usahaku tidak secepat ini."Jatah cutiku masih buanyaaak, Mbak. Aku jarang ambil cuti. Mau ngapain? Makanya ada kerjaan seperti ini membuatku semangat!" ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari lap top.Mas Bowo cerita juga, dia anak bungsu di keluarganya. Asli Jogja, jarak yang tidak jauh dari Surabaya. Kalau pulang paling lama dua hari di rumah, selebihnya sering di rumah Umi sekalian kembali kerja."Malas Mbak, di rumah terlalu lama sering ditagih sama ibuk, sodara, tetangga!" "Ditagih?! Mas Bowo punya hutang?" tanyaku tidak mengerti. Bukankah Mas Bowo termasuk orang yang sudah mapan? Ternyata punya hutang juga."Hutang nikah, Nis!" celetuk Umi ikut bergabung dengan
Baca selengkapnya

Bab 26. Piknik Demi Alif

"Ehem! Kita kembali kerja!" ucapnya memecah suasana. "Kita minta saran membangun dari mereka. Itu sebagai koreksi buat kita, Mbak. Oya, kita tambah menu lagi. Menurut Mbak Nisa apa? Cari yang operasionalnya praktis, tetapi tetap unik dan menarik," pintanya. "Menu kita sekarang kepiting, kita tambah saja menu berdasar ayam, daging atau ikan. Supaya variatif. Sementara saya ada pikiran membuat 'BISTIK SAPI JAWA'', pernah Umi memasak buat kami, rasanya enak," usulku. "Eh, kenapa nama Umi disebut-sebut!" celetuk Umi. Ditangannya membawa sepiring pisang kepok rebus dan diletakkannya di meja. "Ini Umi, Nisa usul ke Mas Bowo untuk menambah bistik yang pernah Umi masak kapan hari itu," jelasku. "O itu. Enak itu, masaknya tidak ribet, ada sayurannya. Termasuk makanan sehat. Nanti Nisa Umi kasih resepnya! Itu lo, Wi. Yang kesukaan Fatimah!" ucap Umi senang. "O itu! Saya suka sekali kecuali wortelnya!" celetuknya. "Kalau begitu, Umi dan Nisa praktek sekarang ya? Tunggu saja, kalau sudah s
Baca selengkapnya

Bab 27. Ada Masalah, Ada Peluang

"Belajar lagi, Om! Kata Ayah, Alif harus kuat karena nanti Alif yang jaga Ibuk dan Dwi," ucapnya dengan polos.Deg!Aku menatap Alif dengan haru. Mas Ridwan, dengarlah, apa yang kau tanamkan kepada anak kita selalu dia ingat. Amanahmu terpatri kuat di hatinya. Tidakkah kau ingin melihatnya tumbuh menjadi anak yang kuat?Mataku menggenang air mata tanpa aku sadar. Segera aku usap sebelum dia melihatnya. Aku harus kuat seperti Alif anakku."Mbak Nisa, tolong disiapkan bekalnya tadi? Alif makan dulu, setelah itu kita latihan lagi! Siap menjadi anak kuat?!" teriaknya kepada Alif setelah melihat ke arahku.Aku segera menyiapkan bekal yang aku siapkan tadi. Nasi kepal dengan tiga varian, nori, sosis dan keju. "Tidak ada yang pakai wortel, Mas," ucapku saat melihat Mas Bowo memperhatikan nasi kepal di tangannya. "Ternyata Mbak Nisa sudah mulai mengerti apa yang saya tidak suka," ucapnya dengan memasukkan nasi kepal ke mulutnya. "Hanya ini yang saya bisa lakukan untuk membalas kebaikan Ma
Baca selengkapnya

Bab 28. Janganlah Sakit

"Yah, putus lagi!" teriak Mas Bowo dengan menghempaskan tubuhnya di sofa. Aku dan Umi yang sedang menonton televisi bersamaan menoleh ke arahnya. "Putus cinta lagi?" teriak Umi."Memang kalau tidak jodoh, mana bisa dipaksakan!" ucapnya santai. Orang ini putus cinta kok tidak ada sedih-sedihnya. Aneh."Memang sudah jalan berapa bulan, Mas?" tanyaku penasaran. "Dua minggu, Mbak!""Bowo itu semua orang dipacari, tetapi tidak ada yang sampai pelaminan. La wong, pacaran saja cuma mingguan! Kamu itu jadi laki-laki yang serius! Jangan suka mempermainkan hati wanita," ucap Umi kesal."Siapa yang mepermainkan hati wanita, Mi! Mereka malah yang tidak serius dengan Bowo. Masak gara-gara janjian, aku ngajak Alif dia ngambek.""Lo, Mas! Ini gara-gara Alif!" teriakku kaget."Bukankah tadi saya sudah bilang, jangan ajak Alif. Mas Bowo saja yang ngeyel!" Aku mengerutkan dahiku, kesal. "Santai saja lah, Mbak. Saya ....""Tidak bisa gitu dong, Mas. Jadinya Mas Bowo putus dengan pacarnya. Terus tidak
Baca selengkapnya

Bab 29. Harus Jaga Jarak

Lebih baik aku menyiapkan minuman hangat untuknya, jahe dengan madu. Ini cocok untuk meredakan asam lambung. Fokus untuk pekerjaan saja. Setelah hasil rekap selesai, rencanaku langsung menyiapkan di dapur untuk menyelesaikan pesanan itu.Mas Bowo, masih tetap terfokus pada laptopnya. Dia aktif di media sosial kami, menjawab semua komen dan pertanyaan. Menjalin komunikasi dengan pelanggan itu penting, jangan sampai mereka merasa diabaikan dan akhirnya menghilang. Tugas Mas Bowo seperti pasukan di garda depan. Kalau dia sakit, siapa yang akan menghandle? Aku harus cari tahu, makanan apa yang bisa meredakan sakitnya.GRANULA BAR, pilihan camilanku saat ini. Setelah mencari resep yang tepat, ini pilihanku. Selain cara membuatnya tidak memakan waktu lama, ini juga menyehatkan. Aku membuatnya banyak untuk Mas Bowo, Umi dan camilan untuk Alif. Aku memesan bahan di toko bahan roti langgananku, ada kurir yang akan mengantarnya.Tugasku sudah selesai, masih ada jeda waktu sebelum makanan semu
Baca selengkapnya

Bab 30. Perhatian

"Mau bicarakan apa, Mas Bowo?" Aku meletakkan nampan makanan yang berisi sepiring nasi dengan lengkap lauk pauknya dan segelas besar air putih. Lauk urap sayur dan ayam suwir bali. Urap yang aku buat berbeda dengan yang biasanya di Jawa, bumbu kelapa mentah digongso-dimasak di penggorengan dengan minyak sedikit- dengan bumbu, sampai keluar aroma kelapanya. Kemudian ditambahkan sayuran matang dan terakhir diberi perasan jeruk limau dan taburan bawang goreng. Terasa beda dan lebih segar.Dia memindahkan laptop di depannya dan mengambil nampan makanan. "Ini diminum dulu, Mbak Nisa. Kerja boleh, tetapi jangan lupa memikirkan tubuh kita. Nanti bisa sakit," ucapnya sambil menunjukkan selarik senyuman. Sengaja, aku mengalihkan pandangan dari wajahnya. Memang, kadang kita tidak berniat untuk lebih dekat dengan seseorang, tapi kebersamaan yang terlalu sering akan membuat hati tak sengaja terpaut. Apalagi menghadapi sosok di depanku ini. Didekatkan minuman jahe yang masih mengepul ke hadapa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status