Share

Bab 25. Perhatian

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mas Bowo sudah mulai cuti untuk konsen ke NR Kitchen.

"Mas, apa tidak mempengaruhi pekerjaan?" tanyaku kawatir.

Aku masih seperti mimpi sudah mempunyai usaha kuliner ini. Mas Bowo kerjanya begitu kilat, cepat tetapi terstruktur. Semua direncanakan, dipikirkan sekecil-kecilnya. Kalau tidak ada dia, pasti perkembangan usahaku tidak secepat ini.

"Jatah cutiku masih buanyaaak, Mbak. Aku jarang ambil cuti. Mau ngapain? Makanya ada kerjaan seperti ini membuatku semangat!" ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari lap top.

Mas Bowo cerita juga, dia anak bungsu di keluarganya. Asli Jogja, jarak yang tidak jauh dari Surabaya. Kalau pulang paling lama dua hari di rumah, selebihnya sering di rumah Umi sekalian kembali kerja.

"Malas Mbak, di rumah terlalu lama sering ditagih sama ibuk, sodara, tetangga!"

"Ditagih?! Mas Bowo punya hutang?" tanyaku tidak mengerti. Bukankah Mas Bowo termasuk orang yang sudah mapan? Ternyata punya hutang juga.

"Hutang nikah, Nis!" celetuk Umi ikut bergabung dengan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 26. Piknik Demi Alif

    "Ehem! Kita kembali kerja!" ucapnya memecah suasana. "Kita minta saran membangun dari mereka. Itu sebagai koreksi buat kita, Mbak. Oya, kita tambah menu lagi. Menurut Mbak Nisa apa? Cari yang operasionalnya praktis, tetapi tetap unik dan menarik," pintanya. "Menu kita sekarang kepiting, kita tambah saja menu berdasar ayam, daging atau ikan. Supaya variatif. Sementara saya ada pikiran membuat 'BISTIK SAPI JAWA'', pernah Umi memasak buat kami, rasanya enak," usulku. "Eh, kenapa nama Umi disebut-sebut!" celetuk Umi. Ditangannya membawa sepiring pisang kepok rebus dan diletakkannya di meja. "Ini Umi, Nisa usul ke Mas Bowo untuk menambah bistik yang pernah Umi masak kapan hari itu," jelasku. "O itu. Enak itu, masaknya tidak ribet, ada sayurannya. Termasuk makanan sehat. Nanti Nisa Umi kasih resepnya! Itu lo, Wi. Yang kesukaan Fatimah!" ucap Umi senang. "O itu! Saya suka sekali kecuali wortelnya!" celetuknya. "Kalau begitu, Umi dan Nisa praktek sekarang ya? Tunggu saja, kalau sudah s

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 27. Ada Masalah, Ada Peluang

    "Belajar lagi, Om! Kata Ayah, Alif harus kuat karena nanti Alif yang jaga Ibuk dan Dwi," ucapnya dengan polos.Deg!Aku menatap Alif dengan haru. Mas Ridwan, dengarlah, apa yang kau tanamkan kepada anak kita selalu dia ingat. Amanahmu terpatri kuat di hatinya. Tidakkah kau ingin melihatnya tumbuh menjadi anak yang kuat?Mataku menggenang air mata tanpa aku sadar. Segera aku usap sebelum dia melihatnya. Aku harus kuat seperti Alif anakku."Mbak Nisa, tolong disiapkan bekalnya tadi? Alif makan dulu, setelah itu kita latihan lagi! Siap menjadi anak kuat?!" teriaknya kepada Alif setelah melihat ke arahku.Aku segera menyiapkan bekal yang aku siapkan tadi. Nasi kepal dengan tiga varian, nori, sosis dan keju. "Tidak ada yang pakai wortel, Mas," ucapku saat melihat Mas Bowo memperhatikan nasi kepal di tangannya. "Ternyata Mbak Nisa sudah mulai mengerti apa yang saya tidak suka," ucapnya dengan memasukkan nasi kepal ke mulutnya. "Hanya ini yang saya bisa lakukan untuk membalas kebaikan Ma

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 28. Janganlah Sakit

    "Yah, putus lagi!" teriak Mas Bowo dengan menghempaskan tubuhnya di sofa. Aku dan Umi yang sedang menonton televisi bersamaan menoleh ke arahnya. "Putus cinta lagi?" teriak Umi."Memang kalau tidak jodoh, mana bisa dipaksakan!" ucapnya santai. Orang ini putus cinta kok tidak ada sedih-sedihnya. Aneh."Memang sudah jalan berapa bulan, Mas?" tanyaku penasaran. "Dua minggu, Mbak!""Bowo itu semua orang dipacari, tetapi tidak ada yang sampai pelaminan. La wong, pacaran saja cuma mingguan! Kamu itu jadi laki-laki yang serius! Jangan suka mempermainkan hati wanita," ucap Umi kesal."Siapa yang mepermainkan hati wanita, Mi! Mereka malah yang tidak serius dengan Bowo. Masak gara-gara janjian, aku ngajak Alif dia ngambek.""Lo, Mas! Ini gara-gara Alif!" teriakku kaget."Bukankah tadi saya sudah bilang, jangan ajak Alif. Mas Bowo saja yang ngeyel!" Aku mengerutkan dahiku, kesal. "Santai saja lah, Mbak. Saya ....""Tidak bisa gitu dong, Mas. Jadinya Mas Bowo putus dengan pacarnya. Terus tidak

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 29. Harus Jaga Jarak

    Lebih baik aku menyiapkan minuman hangat untuknya, jahe dengan madu. Ini cocok untuk meredakan asam lambung. Fokus untuk pekerjaan saja. Setelah hasil rekap selesai, rencanaku langsung menyiapkan di dapur untuk menyelesaikan pesanan itu.Mas Bowo, masih tetap terfokus pada laptopnya. Dia aktif di media sosial kami, menjawab semua komen dan pertanyaan. Menjalin komunikasi dengan pelanggan itu penting, jangan sampai mereka merasa diabaikan dan akhirnya menghilang. Tugas Mas Bowo seperti pasukan di garda depan. Kalau dia sakit, siapa yang akan menghandle? Aku harus cari tahu, makanan apa yang bisa meredakan sakitnya.GRANULA BAR, pilihan camilanku saat ini. Setelah mencari resep yang tepat, ini pilihanku. Selain cara membuatnya tidak memakan waktu lama, ini juga menyehatkan. Aku membuatnya banyak untuk Mas Bowo, Umi dan camilan untuk Alif. Aku memesan bahan di toko bahan roti langgananku, ada kurir yang akan mengantarnya.Tugasku sudah selesai, masih ada jeda waktu sebelum makanan semu

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 30. Perhatian

    "Mau bicarakan apa, Mas Bowo?" Aku meletakkan nampan makanan yang berisi sepiring nasi dengan lengkap lauk pauknya dan segelas besar air putih. Lauk urap sayur dan ayam suwir bali. Urap yang aku buat berbeda dengan yang biasanya di Jawa, bumbu kelapa mentah digongso-dimasak di penggorengan dengan minyak sedikit- dengan bumbu, sampai keluar aroma kelapanya. Kemudian ditambahkan sayuran matang dan terakhir diberi perasan jeruk limau dan taburan bawang goreng. Terasa beda dan lebih segar.Dia memindahkan laptop di depannya dan mengambil nampan makanan. "Ini diminum dulu, Mbak Nisa. Kerja boleh, tetapi jangan lupa memikirkan tubuh kita. Nanti bisa sakit," ucapnya sambil menunjukkan selarik senyuman. Sengaja, aku mengalihkan pandangan dari wajahnya. Memang, kadang kita tidak berniat untuk lebih dekat dengan seseorang, tapi kebersamaan yang terlalu sering akan membuat hati tak sengaja terpaut. Apalagi menghadapi sosok di depanku ini. Didekatkan minuman jahe yang masih mengepul ke hadapa

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 31. Giliran Saya Mengurus Embak

    "Mbak Nisa ...." Aku kerjapkan mataku. Ternyata aku ketiduran ketika menidurkan Dwi. Entah, sebenarnya dari beberapa hari ini badan ini lemas. Kepalaku tidak sakit, tetapi sesekali pusing seperti ruangan berputar. Bik Sari menepuk pelan lenganku. Wajahnya terlihat kawatir. "Mbak Nisa, tangannya panas sekali. Tidak biasanya Mbak Nisa tidur lama," ucapnya kemudian berpindah tangannya memegang keningku. "Mbak Nisa sakit!" teriaknya.Aku menggeleng dan berusaha duduk, tetapi kepala ini terasa berputar, dan kembali berbaring. "Saya tidak apa-apa, sebentar saja sembuh. Tolong belikan obat flu saja, Bik. Kalau ada penambah darah," ucapku sambil menyodorkan dompetku. "Tidak ke dokter saja?" Aku menjawab dengan gelengan lemah. Aku tidak mau menyusahkan keluarga ini hanya karena sakit biasa ini.Bik Sari segera keluar dari kamarku. Belum lama Bik Sari ke luar, dikembali lagi dan menyerahkan dompetku."Mbak Nisa, kata Mas Bowo tidak boleh beli obat sembarangan. Bahaya! Mbak Nisa diajak M

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 32. Apakah Saya Begitu Jelek?

    Sudah lebih satu bulan, usaha kami berjalan. Masih perlu perbaikan di sana-sini."Agus! Tidak bisa kamu salah catat. Kamu ngerti kan, apa tanggung jawab kamu! Kalau Pak Bowo tahu, dia akan lebih marah," ucapku kesal. Agus, karyawan baru yang membantu pekerjaan Mas Bowo menerima pesanan makanan melakukan kesalahan. Dia menulis pesanan untuk dikirim seharusnya jam delapan malam, di kirim jam delapan pagi.Kurir kami pulang, setelah rumah tujuan tidak ada penghuninya. Setelah dilacak, mereka memberitahukan kalau pemesanan untuk malam hari. Lumayan, sepuluh kotak lontong kepiting di bawa kembali."Maaf, Bu Nisa. Saya pasti tidak akan ulangi kesalahan ini," jawab Agus dengan suara lirih. Dari awal kurir menelpon balik, dia terlihat pucat ketakutan. Kasihan kalau melihatnya, tetapi ini harus di tegur. Jangan sampai terulang lagi."Coba kamu pikir, kesalahan kamu menyebabkan kerja kita tidak efisien. Ini kebalik waktu mundur, kalau maju bagaimana? Pembeli sudah nunggu makanan, tetapi dikir

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 33. Boleh Berharap, kan?

    Huuft .... Aku membuang napas, mengurai sesak dalam hati ini."Mas Bowo adalah laki-laki yang sangat saya hormati. Hanya perempuan yang tidak normal yang tidak mengagumi Mas Bowo," jawabku dengan memandangnya sekilas dan melempar pandangan ke arah lain."Jadi Mbak Nisa ....""Saya tidak normal. Status saya, tidak normal. Saya masih mempunyai suami walaupun dia hilang entah dimana," jawabku."Maaf. Bukannya suami Mbak Nisa sudah dinyatakan kemungkinan besar meninggal? Maaf.""Memang benar. Tetapi, batin saya menjawab bahwa Mas Ridwan masih hidup.""Kalau masih hidup, bukankan seharusnya dia bisa kembali? Atau kasih kabar. Tetapi ini tidak ada kabar sama sekali, Mbak? Atau kita melacak di informasi orang hilang? Mbak Nisa harus ada kepastian, karena ini untuk kelanjutan hidup," ucap Mas Bowo.Ucapannya ada benarnya. Selama ini, aku hidup dalam kenyakinan bahwa Mas Ridwan masih hidup."Iya, Mas. Saya mengerti. Tetapi, hati saya seperti berbisik lain. Saya yakin suatu saat, kami pasti be

Bab terbaru

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 56. Indah Pada Waktunya

    “Malam ini ingin aku masakin apa?” tanyaku kepada Mas Bowo yang sedang bersiap berangkat ke kantor. Setiap pagi setelah dia mengantar Alif berangkat sekolah, giliran suamiku ini yang bersiap. “Apa saja. Yang penting dimasakin istriku. Semuanya pasti aku makan,” ucapnya sambil mengalungkan kedua tangan di pinggang ini. Memang, kami sudah bukan pengantin baru, tapi perlakuannya tetap manis bahkan cenderung manja. “Beneran, nih. Aku masakin soto dinosaurusnya Alif, ya.” Aku terkekeh sembari mengalungkan kedua tanganku, mengerling manja dan tersenyum. “Boleh. Asal dikasih bumbu daging, dan senyuman istriku ini,” ucapnya sesaat sebelum mendekatkan wajah dan mencium kening ini. Sungguh, hari-hariku selalu dilimpahi kebahagiaan bersamanya. Mas Bowo yang sudah menerima keluarga kami, anak-anakku, bahkan Mbuk-mertuaku pun sudah diperlakukan seperti ibunya sendiri. “Mas, ayo buruan berangkat. Nanti telat, lo. Manager harus kasih contoh yang baik untuk anak buahnya,” ucapku kemudian menangku

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 55. Kutitip Cinta di Atas Bukit

    (Setelah Tiga Bulan Berlalu)Tanganku gemetar mengusap foto besar yang dibingkai kayu berwarna emas. Tetesan air mataku tak terbendung membasahi kaca ini. Di gambar ini tersimpan semua kenangan dan harapan di keluarga kami.Tadi pagi, Mas Bowo membawanya, masih terbungkus kertas coklat. Dia berpesan untuk memasangnya di atas televisi, tidak boleh di tempat lain."Kita sering berkumpul di tempat ini. Emak, kita dan anak-anak. Menonton TV bersama dan makan seringkali kita berpindah ke sini. Foto ini, mengingatkan kalau dia selalu ada di hati kita. Anak-anak pun akan terbiasa dengan sendirinya, tanpa kita ingatkan terus," jelas Mas Bowo saat meminta alasannya.Aku memeluknya dengan erat, merasa dimengerti. Mas Bowo membantuku untuk tidak melupakan namamu di hati anak-anak. Membiasakan ada kamu, walaupun ragamu tidak bisa mendampingi kami lagi. Dia adalah anugrah bagi kami. Seperti utusan yang mewakili kehadiranmu, suami keduaku ini tidak menganggap ayah anak-anakku adalah pesaingnya. Pen

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 54. Sebutan Papa

    Bahagia. Itu kata yang tepat dikala mendengar gelak tawa mereka. Lega. Rasa yang menguasai saat melihat anak-anak bergulat, bercanda bersamanya.Terharu. Saat tangan tua mengusap punggungmu dan bibirnya mengucap, "Kamu anakku juga."Iklas. Bayangan yang selalu menghiasi mimpiku, melambaikan tangan dan memudar sesaat tertangkap banyangan punggung itu.Itulah yang mengumpul di dada ini. Menopangku untuk tetap tegak berjalan menatap langit biru dengan tersenyum mengembang. Mengiklaskan masa laluku untuk bersamanya merajut kebahagiaan.***Kebahagiaan melingkupi keluarga ini. Emaklah yang paling kelihatan cerah, senyum mengembang di setiap apa yang dilakukan. Perasaan lega akan kekawatiran keluarga ini sudah terhapus dengan hadirnya suamiku, Mas Bowo.Saat kami pulang, kamarku yang sudah menjadi kamar kami di hias indah. Rangkaian bunga menghias di meja kecil. Sprei putih dengan detail ungu tua di rumbainya. Ditata rapi dan kelihatan lebih lapang."Mas, pasti ini kerjaan Emak," ucapku s

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 53. Bersamamu, Dunia Semakin Indah

    Aku regangkan tubuhku yang terasa remuk redam. Di balik selimut, kubelai dirinya yang basah berkeringat. Wajahnya damai saat tertidur pulas. Dalam lelapnya, tersungging senyuman dibibir, setelah beberapa kali terlontar kata lagi.Pelan, kupindahkan tangan dan melepaskan diri dari pelukannya. Dengan berjingkat aku punguti baju yang berceceran di lantai. Tersenyum mengingat apa yang baru terjadi. Kebersamaan kami seperti menjadi candu. Kami seperti dua insan yang menyimpan hasrat yang menumpuk dan melesat saat sudah dipersilakan.Benar kata Umi, aku harus minum madu. *"Mas! Berapa lama lagi aku boleh keluar?" tanyaku saat Mas Bowo melongokkan kepalanya di pintu kamar yang dia buka sedikit. "Tunggu, tiga puluh menit lagi!" ucapnya tersenyum dan menutup pintu kembali. Malam ini, ada rencana indah untukku. Mas Bowo sedang mempersiapkan di luar. Aku dipaksa tidak boleh keluar kamar, sampai dia memperbolehkannya. Tadi sore, dia memberiku bingkisan kotak berwarna putih. Ada ucapannya ya

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 52. Status Baru

    Kata SAH menyatukan kami sebagai keluarga. Pernikahan sederhana yang dihadiri keluarga dekat saja.Setelah aku menyatakan persetujuan, Mas Bowo mensegerakan untuk menghalalkan hubungan kami. Umi dan keluarganya menyambut dengan gembira dan mendesakku untuk menyetujui niat ini.“Untuk apa menunda niat baik. Apa lagi yang ditunggu? Menunda itu tidak dibenarkan. Segera hubungi keluargamu untuk segera datang,” pinta Umi yang memaksaku berkata iya.Apalagi Mas Bowo. Dia mengajukan segala macam alasan yang membuatku tidak berkutik.“Nisa …. Kamu tahu betapa tersiksanya ketika kita berdekatan seperti ini? Hanya mendengar suaramu saja membuatku tidak baik-baik saja,” ucapnya saat kami bersama sepulang dari belanja bulanan. Saat itu, Emak memaksa untuk tidak membawa anak-anak dengan berbagai alasan.Aku memaksakan diri membalas tatapannya yang sendu. Sebagai wanita dewasa, aku mengerti apa arti tatapan laki-laki di depanku ini. Segera aku alihkan pandangan darinya. Inginku menjaga jarak, tapi

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 51. Menjawab Keraguan

    Sebenarnya masih bercokol keraguan besar di hatiku. Pertanyaan yang mengganggu. Kenapa Mas Bowo yang begitu nyaris sempurna ingin menikahiku? Sedangkan aku seorang janda yang mempunyai anak dua. Penampilan biasa saja, jauh dari kata cantik dan modern. Kalau dia berniat, pasti bisa memilih gadis manapun. Dia masih lajang, tampan, badan juga tinggi serta mapan. Aku harus memastikan terlebih dahulu. Malam ini juga. Saat ini kami selesai berbincang tentang pekerjaan. Kami di lantai bawah, Emak dan anak-anak di atas."Saya masih menunggu persetujuan cuti untuk pergi ke pulau itu. Di kantor masih sibuk peluncuran produk baru, jadi kerjaan saya lumayan sibuk," jelas Mas Bowo sambil merapikan berkas yang baru kami bicarakan Aku memainkan bolpoin di tanganku. Mencoret-coret di kertas berusaha mengumpulkan keberanian melontarkan pertanyaan yang mengganggu pikiranku. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya. Dia menggunakan kaos putih lengan pendek sebagai baju dalaman tadi. Kaosnya menjiplak

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 50. Kesungguhan Niat

    "Aku ingin minta ijin kepada Ridwan untuk menjaga kalian," ucapnya dengan menatapku tajam."Mas ...."Aku memberanikan diri membalas tatapannya, memastikan kesungguhan niat laki-laki yang selama ini mendampingi kami. Sungguh, sejujurnya aku tidak bisa menggantikan kedudukan Mas Ridwan di hati ini. Namun, perhatian dan kesungguhannya membuatku goyah untuk tidak menyambutnya.“Kenapa Mas Bowo tetap bersikukuh menerimaku? Sedangkan saya hanya wanita yang mempunyai hati yang sudah tidak utuh lagi. Dengan apa yang Mas Bowo dimiliki, banyak wanita yang lebih bisa didapat. Saya hanya-- .“ “Stop. Jangan diteruskan lagi,” ucapnya memotong perkataanku dengan menunjukkan jari telunjuknya di bibir ini. “Nisa …. Aku hanya ingin kamu memberiku sedikit ruang di hatimu. Aku hanya ingin kamu yang mendampingi di setiap langkahku.”Aku menunjukkan senyuman sebagai ucapan terima kasih. Di usiaku yang tidak muda lagi dan bahkan sudah mempunyai anak dua, dia bisa menerimaku. Ini yang membuatku ragu, apa

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 49. Ini Penting Untukku

    Samar aku dengar suara sedang berbincang. Menyebut namaku dan seperti suara ... ya, suara Mas Bowo. Mataku aku buka perlahan, yang aku lihat bukan dia, tetapi orang lain berjas putih. Aku di mana?"Bu Nisa sudah sadar," ucap orang itu saat melihatku berusaha duduk. "Nisa! Alhamdulillah kau sudah sadar," teriak Mas Bowo langsung mendekatkan kursi ke arah tempat tidurku. Aku menoleh ke arahnya dan mengedarkan pandanganku, di mana aku sekarang?"Ini di rumah sakit. Kemarin kamu pingsan, karena tidak segera sadar, aku membawamu ke sini," jelasnya. "Ja-jadi saya semalaman tidak sadar?" tanyaku sambil melihat jarum infus yang menancap di tanganku."Iya, Bu. Tapi, sekarang sudah tidak ada masalah lagi. Keadaan Bu Nisa ini karena kondisi badan yang lemah dan pikiran," jelas orang itu yang ternyata dokter. "Baiklah, saya permisi dulu. Pak Bowo, pastikan istrinya makan yang banyak," ucapnya kemudian keluar diikuti suster di belakangnya.Selalu seperti ini, orang menyebut kami pasangan suami

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 48. Titip Anak-Anak

    Air mata ini luruh dengan sendirinya. Semakin deras tak terbendung. Sedikit harapan yang baru saja timbul sudah musnah sudah, setelah foto berikutnya yang diperlihatkan Mas Bowo.Sebuah gundukan tanah dengan nisan tidak bernama. Aku menatap kamar tidur Emak, terdengar tangisnya meskipun pintu sudah ditutup rapatTadi, setelah beberapa saat tidak sadarkan diri, Emak berlahan membuka mata. Dia langsung menarik tangan Mas Bowo."Nak, kabar Ridwan sekarang bagaimana? Dia sehat, kan?" tanyanya berusaha untuk duduk. Aku sibuk menggosok minyak kayu putih di kakinya. Kabar tentang Mas Ridwan terputus karena pingsannya Emak.Mas Bowo tersenyum dipaksakan dan tidak berucap apapun. Hanya menyodorkan foto berikutnya yang membuat dunia kami terbalik. Dengan tangan gemetar, Emak mengusap foto di ponsel itu. Menatap jauh ke sana seakan memastikan ini bukanlah mimpi. "Nak Bowo, Nisa, Emak istirahat dulu," ucapnya langsung masuk ke kamar dan menutup rapat pintu."Mas ... Ini benar?" Dia mengangguk m

DMCA.com Protection Status