Semua Bab Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku: Bab 11 - Bab 20

99 Bab

Bab 11

"A-arumi." Untuk sesaat aku tertawa. Bukan seperti ini yang kuharapkan. Aku malah berharap Mas Haris bisa memarahiku agar aku bisa melampiaskan amarah ini. Tapi apa ini? Ia malah tak berkutik hingga membuatku bingung. "Aku nggak bermaksud-""Sudah, aku mau pulang. Kamu kalau mau di sini, silakan. Seperti katamu, dia butuh kamu, Mas. Sementara aku istrimu, hanya lah orang lain yang ingin kamu balaskan dendamnya. Aku, tak berhak kamu lindungi. Tak berhak kamu cintai, dan tak berhak kamu ngertiin perasaannya. Aku..." Mas Haris memelukku. Seketika air mataku mengalir deras. Allahu Rabbi ... Kenapa aku terjebak di pernikahan yang menyesakkan ini? "Lepas, Mas. Nggak usah akting lagi. Aku sudah tahu semuanya," ucapku sambil melepaskan pelukannya dan pergi keluar.Tak kuhiraukan panggilan Mas Haris. Aku terus berjalan menuju mobil Kalisa dan meminta wanita itu masuk ke mobil. Setelahnya kusuruh ia melajukan mobil menuju rumahnya. "Lu yakin mau pulang ke rumah gue dulu? Nggak mau ke cafe
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-26
Baca selengkapnya

Bab 12

"Bilang saja, bakal lu jelaskan besok ketika pulang. Ntar gue anter." "Serius?" "Iya, lah. Ga tega gue lihat lu lagi kaya gini malah pulang duluan." "Ya kan pakai ojek online." "Tetep aja, lah!""Ya udah." Aku pun mengetik sesuai saran yang dibilang oleh Kalisa tadi, lalu membuka media sosial. Banyak sekali teman-teman dunia maya yang memposting foto bersama pasangannya. Jika diingat-ingat, aku memang jarang sekali mengambil foto bersama Mas Haris. Mungkin ia malas, karena bagaimana pun, dalam hati dan pikirannya, aku adalah orang yang telah menyebabkan tunangannya koma. --Pagi hari. Aku sudah bersiap untuk pulang. Semalaman telepon dan pesan beruntun datang dari Mas Haris. Kuabaikan, hingga akhirnya tak tahan mendengar deringnya lalu kumatikan ponsel. Saat kubuka, hampir seratus pesan yang masuk. Tujuh puluh pesan darinya. Hanya spam memanggil namaku. "Kenapa? Haris ngehubungi?" "Iya, semalam. Kok bawa koper?" "Gue udah ngehubungin laki. Mau nginep di rumah nyokap." "Wah,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-26
Baca selengkapnya

Bab 13

Seketika kepalaku sakit. Kata-kata yang dilontarkan oleh Mas Haris semakin berputar di kepala. "Arum? Arumi?" Aku langsung melepaskan tangan Mas Haris yang ada di pundakku. Saat ini tujuanku hanyalah Bunda. Aku segera berdiri, meski Mas Haris sempat menghalangi, namun aku segera menghentakkan tangannya. "Arum!" Aku berlari ke rumah Bunda, sampai di sana Kalisa masih duduk bersama Bunda. Matanya berkaca menatapku. "Bunda, jujur sama Arumi. Apa yang pernah terjadi?" "Bunda... Bunda ..." "Bunda! Katakan!" teriakku. "Rum! Jangan bentak bundamu!" bentak Kalisa. Seketika aku terdiam. Ya Allahu Rabbi! Apa yang telah kuperbuat? Astaghfirullah. "Bunda, maafkan Arumi, Bun. Arumi cuma ...""Kamu memang nggak ingat apa-apa setelah kejadian itu, Nak." Aku terdiam mendengar kata-kata Bunda. Aku tak ingat apapun? "Kamu memang sadar di tempat saat mengalami kecelakaan. Kamu bahkan teriak histeris saat melihat orang yang tertabrak itu. Tapi, setelahnya kamu pingsan. Sadar-sadar di rumah sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-26
Baca selengkapnya

Bab 14

Ting!Sebuah pesan masuk, dari Kalisa. Kubuka dan kubaca. [Bunda pasti punya alasan kenapa nyembunyiin semua ini dari lu. Saran gue, coba dengarkan dulu penjelasan Bunda. Gue pamit pulang ke rumah nyokap dulu. Nanti sore ke sini.] Kuletakkan lagi ponsel, lalu mencoba memejamkan mata. Hati tak tega marah pada Bunda, tapi bagaimana lagi? Aku punya alasan untuk melakukan itu. Aku berpikir lagi. Apa yang terjadi waktu itu? Kenapa aku sama sekali tak ingat? Kata Bunda dan Mas Haris aku bahkan histeris melihat tubuh Arumi. Memangnya Arumi bagaimana? "Aah, kepalaku sakit." Kurasakan nyeri yang teramat di bagian kepala. Sepertinya nihil, aku tak dapat mengingat apapun. --"Rum, ini Ayah." Aku membuka mata saat mendengar suara Ayah di balik pintu. Aku mencoba untuk duduk. "Boleh kami berikan kejelasan? Mau sampai kapan kamu mengurung diri? Keluar lah, biar Bunda jelaskan semuanya." Kali ini suara Bunda yang terdengar. Mau tak mau, aku akhirnya keluar setelah berpikir beberapa saat. Di
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-26
Baca selengkapnya

Bab 15

Kutatap dua bola mata Mas Haris. Ia masih diam membeku, mungkin tak menyangka jika aku akan menantangnya seperti ini. "Mas? Kenapa diam saja?""A-aku...""Kenapa? Apa sekarang kamu ragu, Mas?" tanyaku. "Bukan begitu, tapi..." "Lalu?" tanyaku."Aku..." "Intinya ini semua memang salahku, kan? Meski yang menabrak mantan pacarku, tapi aku ada di dalam mobil yang sama. Maka, aku takkan menceritakan pada siapapun tentang ini semua, termasuk Bunda. Jadi, kamu bebas membalaskan dendammu padaku." Aku berdiri, hendak masuk ke dalam kamar. Rasanya lelah sekali badan ini. Harus menghadapi fakta yang berkali-kali membuat tubuhku bergetar. "Aku, dengar semuanya tadi," ucap Mas Haris sambil mencekal tanganku. "Dengar apa?" tanyaku tanpa menoleh padanya. "Semua yang sudah diceritakan Bunda tadi. Aku dengar semua. Aku hendak masuk ke rumah Bunda, tapi urung karena mendengar kalian tengah membicarakan hal itu," ucapnya."Lalu?" Mas Haris menatapku. Yang membuatku terkejut, matanya memerah. Dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya

Bab 16

Kuhela napas, lalu membuka pintu karena kamar mandi terletak di dekat dapur. Aku harus melaksanakan salat magrib yang sebentar lagi waktunya akan habis. "Rum." Kulihat Mas Haris tengah duduk di meja makan. Wajahnya memerah, namun sekuat mungkin kutahan untuk tak memedulikannya. Aku berada di kebimbangan. Antara cinta dan kecewa. "Aku mau salat, habis itu mau tidur. Jangan ganggu dulu, Mas. Aku butuh waktu." Kali ini, Mas Haris diam tak membantah. Ia mungkin menyetujui permintaanku barusan. Bagus lah. --Pagi hari.Aku terbangun, dan sedikit terkejut melihat Mas Haris sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan memegang sajadah dan juga memakai baju koko. Ini kali pertama, aku melihatnya mau salat tanpa harus aku bangunkan terlebih dahulu. "Mau salat bareng?" tawarnya.Aku mengangguk, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Setelah melaksanakan salat subuh, Mas Haris menawarkan untuk membuatkan sarapan. Apa ini? Kenapa ia berlebihan sekali? "Cukup aktingnya, Mas.""Siapa yang aktin
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya

Bab 17

"Ke-kenapa, Mas?" tanyaku, meski dalam hati sudah bisa menebak alasan apa yang membuatnya begitu bahagia. "Arum, Rumi sadar." Tiba-tiba tubuhku oleng. Aku mundur satu langkah ke belakang hingga memegangi kursi makan. Rumi, sudah sadar? Lalu, bagaimana ke depannya? "Oh, ya?" Mas Haris mengangguk. "Aku akan ke Kota dulu." Aku menatapnya. Baru saja ia mengatakan cinta padaku, namun kini sudah akan pergi menemui tunangannya di masa lalu? Bagaimana aku bisa yakin dengan cintamu, Mas? "Aku ikut," ucapku. "Ikut? Kenapa?" "Kok kenapa? Bukannya aku istrimu?" "Iya, tapi nanti Rumi..." "Bukan kah katamu, kamu mencintaiku? Apa sekarang cinta itu tiba-tiba lenyap karena kamu mendengar Rumi telah sadar?" tanyaku. "Bukan begitu maksudku, tapi-" "Aku ikut." Aku pun masuk ke dalam kamar, berganti pakaian dan menyiapkan pakaian ganti. Karena aku memiliki firasat, Mas Haris akan di sana selama beberapa hari hingga akhirnya nanti harus kembali bekerja. Dalam perjalanan, kami sama-sama diam
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya

Bab 18

Mas Haris membelai rambutku. "Kita pikirkan itu nanti."Semakin lama aku di sini, semakin overthinking. Membayangkan yang tidak-tidak, sampai rasanya ingin berteriak. "Kita pulang saja, Rum." "Tapi Rumi?" "Nggak papa, ada dokter." Aku pun mengangguk, tepat saat aku berdiri dan hendak berbalik, tiba-tiba Mas Haris terdiam. Tangan yang menggenggam tanganku, terasa bergetar. "Mas, kamu kenapa?" Tanpa menjawab pertanyaanku, Mas Haris berbalik menuju ranjang Arumi. Aku hampir saja terlonjak melihat tangan kiri wanita itu, menggenggam tangan Mas Haris. Perlahan, mata wanita itu membuka. Hingga akhirnya sempurna terbuka. Mas Haris berteriak memanggil dokter yang untungnya masih di sini. Hingga akhirnya Arumi dinyatakan sadar dari Koma. Aku terduduk di sofa dekat ranjang Arumi. Ada perasaan semacam lega, takut, dan juga malu di hadapannya. Wanita itu, tersenyum pada Mas Haris. Cantik. Dan aku, begitu cemburu. Allahu Rabbi ... Masih pantas kah Hamba untuk merasakan perasaan semacam i
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya

Bab 19

Tapi bohong! Aku malah berdiri di depan kamar. Menyaksikan dua insan itu tengah saling menatap satu sama lain. "Kenapa, Mas?" "Nggak papa, istirahat lah. Aku mau keluar dulu." Aku langsung berbalik saat Mas Haris hendak keluar, lalu menyandarkan diri pada dinding kamar ini. "Aku pamit pulang dulu. Aku bisa saja, langsung pulang. Tapi, aku masih menghormatimu sebagai suamiku." "Maaf, Rum," ucap Mas Haris sambil memegang tanganku. "Tak apa, selesaikan urusanmu di sini," ucapku sambil menatap ponsel. Sedari tadi Bunda menelepon. Mungkin karena kami tak ada di rumah. "Jangan pergi." "Bunda sudah nelepon." "Tapi kamu istriku, Rum."Aku hanya tersenyum, kemudian membenarkan letak tas dan keluar sambil memesan ojek online. Mas Haris membuntutiku sampai ke luar, hingga tiba-tiba... "Aaaaaa!" Aku dan Mas Haris segera masuk. Di sana sudah ada Reni dan Maria. Pelan, tangan Arumi membuka selimut yang satu lagi. Ia bertambah histeris karena melihat sebelah kakinya tak ada. Aku memejamk
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya

Bab 20

"Nggak. Sudah, jangan banyak pikiran. Aku ada di sini," jawab Mas Haris. "Dari semalam, aku bertanya-tanya. Dia, siapa, Mas?" tanya Rumi, sambil menatapku. Mas Haris menarikku hingga aku berdiri di sampingnya. Detak jantungku berdetak lebih kencang, Mas Haris akan memperkenalkanku pada Arumi?"Kenalkan, ini Arumi." "Wah, nama kita sama?" tanyanya sambil berbinar. Seolah lupa dengan pertanyaannya pada Mas Haris. Kuakui, lelaki itu mahir sekali mengalihkan pembicaraan. Mas Haris menatapku dengan memohon, dan aku tahu arti tatapannya itu. "Iya, nama kita sama." "Jadi, hubungan kalian apa?" tanya Rumi, lagi. "Kami..." Mas Haris malah menatapku. Kuhela napas panjang, sabar, Rum. Sabar. "Aku adalah sepupunya Mas Haris, dari pihak ayahnya iya," ucapku. --"Kamu harus beri tahu Ibu, Mas. Bagaimana pun, lusa kamu sudah mulai masuk kerja," ucapku sambil menyantap bakso di depan rumah sakit. Arumi baru saja minum obat, dan sekarang tengah tertidur. "Aku, cuma belum siap aja, Rum. Bagai
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-31
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status