Home / Romansa / ISTRI UNTUK RAMA / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of ISTRI UNTUK RAMA: Chapter 61 - Chapter 70

81 Chapters

Dua pembunuh

Beberapa saat sebelumnya...“Ini pasti Sumi suka, nasi Padang pakai sambil rendang,” gumam Ibu Tri sambil membuka pintu ruang rawat Elsa.“Sumi..” mata ibu Tri terbelalak dengan apa yang dia lihat.“Ehmp....ehmp.”“Hei!”Perawat itu menoleh dan dia langsung melepaskan Elsa, dia berlari dan kemudian berusaha menendang Ibu Tri.Dengan gerak cepat Ibu Tri menghindar dan melemparkan bungkus yang ada di tangannya.“Auw..” bungkusan itu mengenai wajah perawat itu, gerakannya sempat goyah tapi dia kembali bergerak.“Tolong! Tolong!”Mendengar Ibu Tri yang berteriak membuat gerakan perawat itu menjadi urung dan berbalik pergi.Saat Ibu Tri berusaha mengejar dia melihat pada Elsa yang terlihat memegang lehernya, segera dia berlari dan mendapati sebuah benang halus menjerat leher gadis itu.@@@@Rama dan Adit berlari secepat mungkin begitu mendengar kabar yang terjadi pada Elsa.Terlihat Sumi dan Ibu Tri shock dan menangis, Adit langsung memeluk ibunya yang langsung berteriak nyari
Read more

menggosipkan saya ya?

Sejak kejadian siang tadi, membuat keluarga Elsa dan Rama lebih waspada tidak mengizinkan siapa pun masuk kecuali yang benar-benar mereka kenal.Seperti sore tadi Alfa dan Steven datang untuk melihat keadaan Elsa, membuat gadis itu terhibur apalagi dia merindukan kantor dan pekerjaannya.“Jadi Sa, memang kamu sama Pak Rama kapan nikahnya?” tanya Alfa dengan berbisik.“Yang pasti ngak dalam waktu dekat, lihat keadaan Elsa seperti begini,” sahut Steven sambil ikut berbisik“Wah iya ya, gagal dong belah duren dengan cepat, terus upgrade status jomblo,” goda Alfa.“Kalau Elsa sih bisa sabar tapi si abege tua mau sabar nunggu ngak?” Steven dan Alfa saling menyahut dan cekikikan seperti perempuan, membuat wajah Elsa malu setengah mati.“Ya mesti sabarlah, masa mau main paksa,” lanjut Alfa, “Entar kalau dipaksakan mainnya sakit Sa.”“He...he... tapi kan biar dipaksa entar habis itu enak-enak bikin merem melek,” sahut Steven semakin membuat wajah Elsa semakin memerah menahan malu mende
Read more

mau menikung!

Lukman langsung bergegas mendekati wanita paruh baya itu dan dengan takzim dia mencium punggung tangan itu.“Tante apa kabar hari ini?” “Baik, Lukman. Kamu sendiri bagaimana, kok baru kelihatan?”“Tadi pagi saya sempat datang, tapi ngak masuk katanya Elsa lagi istirahat.”“Oh ya? Kok Tante ngak tahu ya?”“Iya, tadi itu...”Kemudian ibu Rama melihat pada Lukman, “Kamu lagi, tadi pagi kan sudah datang.”Lukman hanya diam sebenarnya dia ingin marah tapi mengingat ibu Rama sudah tua dia menahan emosi.“Tadi pagi dia memang ada mampir, tapi aku suruh pulang kasihan Elsa kan masih tidur masa di ganggu sih?”Sumi menoleh ke belakang dan melihat pada Ibu Tri yang sudah ada di belakangnya.“Oh begitu Mba.”“Iya, dan lagian kasihan Rama juga nanti terganggu dia pasti juga capek sudah semalaman menunggu Elsa.”Ibu Tri melirik pada Lukman dan kemudian pandangannya beralih pada Ikbal.“Kamu juga datang Ikbal?” “Iya Bude, aku mau melihat keadaan Elsa.”“Kamu datang sendiri atau ber
Read more

tahu dari mana?

Telunjuk Ibu Tri langsung menuding dengan mata yang melotot.Rama, Ikbal, Sumi melihat pada arah telunjuk ibu Tri, melihat pada Elsa yang ternyata tangan gadis itu sedang di genggaman oleh Lukman.“Lepaskan! Kamu mau main tikung dan menikam dari belakang ya?” tanya Ibu Tri memandang tajam pada Lukman.“Ngak Bu, ini Cuma saya salaman saja kok, ”sahut Lukman dengan gugup“Ya ampun Ibunya Bang Rama begitu amat posesifnya sama Elsa,” batin Lukman dalam hati.“Terus kenapa itu tangan Elsa masih di pegang terus?” pandangan Ibu Tri semakin tajam pada Lukman, pria itu langsung menyadari dan melepaskan genggamannya pada tangan Elsa.Suasana ruang rawat Elsa tegang, terutama antara Ibu Tri dan kedua pria yang sekarang duduk di hadapan Elsa, dia berpikir saingan anaknya bertambah lagi apalagi ini keponakannya sendiri yang berwajah tampan dan menarik.Rama dia pergi entah ke mana, meninggalkan Elsa dalam pengawasan Ibunya dan juga Sumi.Dengan pandangan tajam Ibu Tri memperhatikan kedua p
Read more

"Hus pergi!

“Mungkin yang di lakukan Mas Rama itu karena Elsa butuh bantuan dan kebetulan tidak ada orang lain.”“Kalau seandainya saya yang ada, mungkin saya yang akan melakukan seperti itu bukan Mas Rama,” lanjut Lukman menahan kesal.“Aku juga akan melakukan hal yang sama bukan cuman kamu atau Mas Rama, apa pun itu untuk Elsa,” Ikbal menimpali.Elsa yang melihat perdebatan itu mendadak merasa kepalanya menjadi pusing.“Mas Ikbal, Mas Lukman.”“Iya Sa,” jawab Lukman dan Ikbal berbarengan.“Kamu perlu apa Sa?”“Kamu butuh apa Sa?”Kedua pria itu mengajukan pertanyaan bersamaan pada Elsa.“Kepalaku makin pusing melihat kalian berdebat..”“Kamu pusing Sa? Yang mana sakit? Ini pasti karena mereka berdua ya?” Ibu Tri langsung mendekati Elsa dan menempelkan telapak tangannya di dahi gadis itu.“Bu ..”“Ini akibat kalian berdua ribut di depan Elsa, lihat dia jadi sakit lagi.”“Tapi yang ngajak ribut ..” belum selesai Lukman bicara Ibu Tri langsung memotong perkataannya.“Kalian harusnya
Read more

Maafkan Abang Sa

“Lihat siapa ini, si pungguk merindukan bulan,” perkataan itu membuat langkah Rama yang keluar dari lift terhenti.“Jangan pernah berpikir kalau Elsa akan berpaling dengan pria seperti dirimu Mas, seberapa pun banyak perhatian yang kau berikan dia tidak akan menaruh hati.”Rama menatap Ikbal yang sekarang ada di hadapannya ini dan ada senyum sinis di bibirnya.“Aku tidak mengerti apa maksudmu?” tangan Rama bersedekap di dada.“Ayolah, jangan bermain kotor sampai-sampai harus meminta bantuan dari Bude untuk bisa mendapatkan Elsa sebagai istrimu.”Rama hanya diam tak menyahut perkataan dari Ikbal.“Kau tahu betul bagaimana sifat Elsa yang paling tidak bisa menolak atau menyakiti orang lain, dan kau serta bude memanfaatkan hal itu untuk memanipulasi pikirannya.”“Aku tak sepicik itu, aku tak akan memanfaatkan atau memanipulasi perasaannya seperti dirimu,” Rama berusaha bersikap tenang walaupun hatinya merasa tersinggung dengan perkataan Ikbal.“Kau pikir aku percaya? Apalagi deng
Read more

siapa dia?

Pria berambut perak itu terlihat menarik napas berkali-kali, memandang sekeliling taman dan sekilas melihat pada Rama.“Bapak bisa maklum dengan sikap Ibumu, dia hanya ingin melihat kamu bahagia.”“Tapi tidak dengan cara melibatkan dan memaksa seperti itu, kasihan Elsa pak.”“Ya, Bapak tahu.”“Rama sudah bicara dengan Ibu, tapi kenapa Ibu sepertinya tidak mau mengerti.”“Dia sebenarnya mengerti, tapi Ibumu itu sudah putus asa.”“Kenapa harus putus asa? Memang salah kalau sampai sekarang Rama belum menikah dan dapat jodoh?” Bapaknya terdiam sesaat, “Tidak salah, semua itu sebenarnya sudah urusan yang di atas sana.”“Kalau begitu seharusnya Ibu bisa mengerti dan memahami hal itu, tidak memaksa seperti itu dan sungguh itu membuat Rama sangat malu pada Elsa dan keluarganya.”“Aku tidak mau Elsa menjauh karena sikap Ibu, cukup bagiku bisa sedekat ini dengannya itu sudah membuat aku bahagia,” lanjut Rama sambil menunduk dengan pandangan putus asa.Bapaknya terdengar kembali menar
Read more

ada calon tersangka?

Elsa melihat pintu yang kembali terbuka, dia terkejut karena Santoso datang kembali. “Ada apa Pak Santoso?” “Maaf, Mbak Elsa sepertinya hape milik say tertinggal.” Elsa menoleh pada meja di samping tempat tidur dan melihat memang ada hape yang dia tahu bukan miliknya ataupun Sumi. “Itu ya mas?” tunjuk Elsa. “Iya betul,” Santoso hanya melihat dari kejauhan. “Masuk saja Pak,” Elsa mempersilahkan pria itu untuk masuk. Tapi bukannya masuk tapi pria itu berpaling ke belakang, “Silakan masuk.” Elsa mengerutkan dahinya, “Siapa Pak?” Santoso tak menjawab, tapi begitu orang yang diajak masuk sudah ada dalam ruangan membuat wajah Elsa menjadi tegang. “Saya lihat dia berdiri di depan pintu, tapi ragu untuk masuk mungkin takut keliru kamar,” ujar Santoso. Tapi pria itu bisa membaca situasi dengan cepat saat melihat ada ketegangan di wajah antara kedua wanita cantik itu. Santoso tetap pada posisinya berdiri saat wanita itu berjalan masuk mendekati tempat tidur Elsa. “Apa kabar Elsa?” s
Read more

yang di harapkan

Kerutan di dahi Rama terlihat jelas begitu dia mendengar penjelasan dari Santoso.Terdengar beberapa kali tarikan napas panjang dari Rama, dia bisa mengerti kenapa sampai Santoso bisa membuat kecurigaan tentang siapa calon tersangka.“Jadi kamu akan mulai menyelidikinya?” tanya Rama sambil menyesap kopi pahit yang mulai terasa dingin.“Ya, dia mungkin yang paling di curiga saat ini,” sahut Santoso.“Kapan kamu mulai melakukan itu?”“Secepatnya.”“Apa tidak ada yang kau curigai selain dia?”“Baru ini saja, karena sepertinya Elsa selama ini tidak pernah ada masalah pada siapa pun.”“Ya, itu memang benar.”“Kecuali satu hal.”“Apa?” tanya Rama penasaran.“Tentang kehidupan Elsa selama di luar negeri, tidak ada yang tahu seperti apa dia di sana.”Rama melipat tangan di dadanya, “Saat aku tahu Elsa bekerja padaku, aku sempat bertanya pada temanku yang memberikan rekomendasi hasil pekerjaannya di sana.”“Anda menyelidiki Elsa sebelumnya?” Santoso bertanya heran.Rama terdiam
Read more

pulang

Elsa memandang Adit dengan cemberut, sungguh dia ingin sekali melempar sesuatu ke wajah pemuda dengan senyum tengil itu.“Jadi mereka berdua sedang bersaing memperebutkan kak Elsa ya?” Adit berbisik pelan.Gadis itu hanya bergidik saja, “Jadi tugasmu sudah selesai?”“Ya, bulan depan baru berangkat lagi,” Adit memandang ke arah Ikbal dan Lukman. “Mana peserta satunya lagi?”“Peserta satunya lagi?” Elsa berkerut heran.“Si Abang.”Mendengar itu, wajah Elsa semakin cemberut, “Dari kemarin sore Bang Rama ngak datang.”“Ke mana?” “Ngak tahu ke mana, kasih kabar juga ngak.”“Kak Elsa sama Abang Rama lagi marahan?”“Ngak,” Elsa menggelengkan kepalanya, “Ibunya Abang juga cuman sebentar saja datang.”“Terus kenapa?”“Ngak tahu.”“Pasti terjadi sesuatu sampai Abang ngak bisa ke sini tanpa kabar,” Adit terlihat seperti berpikir keras.Elsa pun melakukan hal yang sama, berpikir! Sambil pandangannya beralih dan melihat pada paper bag berisi kue pemberian Ikbal dan Lukman.“Seperti
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status