“Lihat siapa ini, si pungguk merindukan bulan,” perkataan itu membuat langkah Rama yang keluar dari lift terhenti.“Jangan pernah berpikir kalau Elsa akan berpaling dengan pria seperti dirimu Mas, seberapa pun banyak perhatian yang kau berikan dia tidak akan menaruh hati.”Rama menatap Ikbal yang sekarang ada di hadapannya ini dan ada senyum sinis di bibirnya.“Aku tidak mengerti apa maksudmu?” tangan Rama bersedekap di dada.“Ayolah, jangan bermain kotor sampai-sampai harus meminta bantuan dari Bude untuk bisa mendapatkan Elsa sebagai istrimu.”Rama hanya diam tak menyahut perkataan dari Ikbal.“Kau tahu betul bagaimana sifat Elsa yang paling tidak bisa menolak atau menyakiti orang lain, dan kau serta bude memanfaatkan hal itu untuk memanipulasi pikirannya.”“Aku tak sepicik itu, aku tak akan memanfaatkan atau memanipulasi perasaannya seperti dirimu,” Rama berusaha bersikap tenang walaupun hatinya merasa tersinggung dengan perkataan Ikbal.“Kau pikir aku percaya? Apalagi deng
Pria berambut perak itu terlihat menarik napas berkali-kali, memandang sekeliling taman dan sekilas melihat pada Rama.“Bapak bisa maklum dengan sikap Ibumu, dia hanya ingin melihat kamu bahagia.”“Tapi tidak dengan cara melibatkan dan memaksa seperti itu, kasihan Elsa pak.”“Ya, Bapak tahu.”“Rama sudah bicara dengan Ibu, tapi kenapa Ibu sepertinya tidak mau mengerti.”“Dia sebenarnya mengerti, tapi Ibumu itu sudah putus asa.”“Kenapa harus putus asa? Memang salah kalau sampai sekarang Rama belum menikah dan dapat jodoh?” Bapaknya terdiam sesaat, “Tidak salah, semua itu sebenarnya sudah urusan yang di atas sana.”“Kalau begitu seharusnya Ibu bisa mengerti dan memahami hal itu, tidak memaksa seperti itu dan sungguh itu membuat Rama sangat malu pada Elsa dan keluarganya.”“Aku tidak mau Elsa menjauh karena sikap Ibu, cukup bagiku bisa sedekat ini dengannya itu sudah membuat aku bahagia,” lanjut Rama sambil menunduk dengan pandangan putus asa.Bapaknya terdengar kembali menar
Elsa melihat pintu yang kembali terbuka, dia terkejut karena Santoso datang kembali. “Ada apa Pak Santoso?” “Maaf, Mbak Elsa sepertinya hape milik say tertinggal.” Elsa menoleh pada meja di samping tempat tidur dan melihat memang ada hape yang dia tahu bukan miliknya ataupun Sumi. “Itu ya mas?” tunjuk Elsa. “Iya betul,” Santoso hanya melihat dari kejauhan. “Masuk saja Pak,” Elsa mempersilahkan pria itu untuk masuk. Tapi bukannya masuk tapi pria itu berpaling ke belakang, “Silakan masuk.” Elsa mengerutkan dahinya, “Siapa Pak?” Santoso tak menjawab, tapi begitu orang yang diajak masuk sudah ada dalam ruangan membuat wajah Elsa menjadi tegang. “Saya lihat dia berdiri di depan pintu, tapi ragu untuk masuk mungkin takut keliru kamar,” ujar Santoso. Tapi pria itu bisa membaca situasi dengan cepat saat melihat ada ketegangan di wajah antara kedua wanita cantik itu. Santoso tetap pada posisinya berdiri saat wanita itu berjalan masuk mendekati tempat tidur Elsa. “Apa kabar Elsa?” s
Kerutan di dahi Rama terlihat jelas begitu dia mendengar penjelasan dari Santoso.Terdengar beberapa kali tarikan napas panjang dari Rama, dia bisa mengerti kenapa sampai Santoso bisa membuat kecurigaan tentang siapa calon tersangka.“Jadi kamu akan mulai menyelidikinya?” tanya Rama sambil menyesap kopi pahit yang mulai terasa dingin.“Ya, dia mungkin yang paling di curiga saat ini,” sahut Santoso.“Kapan kamu mulai melakukan itu?”“Secepatnya.”“Apa tidak ada yang kau curigai selain dia?”“Baru ini saja, karena sepertinya Elsa selama ini tidak pernah ada masalah pada siapa pun.”“Ya, itu memang benar.”“Kecuali satu hal.”“Apa?” tanya Rama penasaran.“Tentang kehidupan Elsa selama di luar negeri, tidak ada yang tahu seperti apa dia di sana.”Rama melipat tangan di dadanya, “Saat aku tahu Elsa bekerja padaku, aku sempat bertanya pada temanku yang memberikan rekomendasi hasil pekerjaannya di sana.”“Anda menyelidiki Elsa sebelumnya?” Santoso bertanya heran.Rama terdiam
Elsa memandang Adit dengan cemberut, sungguh dia ingin sekali melempar sesuatu ke wajah pemuda dengan senyum tengil itu.“Jadi mereka berdua sedang bersaing memperebutkan kak Elsa ya?” Adit berbisik pelan.Gadis itu hanya bergidik saja, “Jadi tugasmu sudah selesai?”“Ya, bulan depan baru berangkat lagi,” Adit memandang ke arah Ikbal dan Lukman. “Mana peserta satunya lagi?”“Peserta satunya lagi?” Elsa berkerut heran.“Si Abang.”Mendengar itu, wajah Elsa semakin cemberut, “Dari kemarin sore Bang Rama ngak datang.”“Ke mana?” “Ngak tahu ke mana, kasih kabar juga ngak.”“Kak Elsa sama Abang Rama lagi marahan?”“Ngak,” Elsa menggelengkan kepalanya, “Ibunya Abang juga cuman sebentar saja datang.”“Terus kenapa?”“Ngak tahu.”“Pasti terjadi sesuatu sampai Abang ngak bisa ke sini tanpa kabar,” Adit terlihat seperti berpikir keras.Elsa pun melakukan hal yang sama, berpikir! Sambil pandangannya beralih dan melihat pada paper bag berisi kue pemberian Ikbal dan Lukman.“Seperti
“Gadis itu sudah keluar dari rumah sakit ini,” pria itu terlihat memandang mobil yang sedang membawa Elsa meninggalkan halaman lobi rumah sakit.“Sepertinya rencana kita untuk besok berubah,” sahut yang lain.“Beritahu bos dulu, bagaimana rencana selanjutnya.”“Akan aku hubungi sebentar.”“Halo bos.”( “Ada apa?” )“Gadis itu sudah keluar dari rumah sakit hati ini.”( “Bukannya kau bilang dia masih beberapa hari lagi di rumah sakit.” )“Memang, tapi sepertinya dia keluar atas kemauan sendiri.”( “Jadi rencana penculikan itu bagaimana?” )“Sepertinya kami harus mengubahnya lagi.”( “Lakukan saja, tapi ingat semua jangan sampai gagal lagi.” )“Baik bos.”**** Otw ****“Mau langsung ke kamar tidur atau di sini dulu?” Tawar Sumi begitu Elsa masuk ke dalam rumah.“Di sini aja saja dulu Bu, capek mau rebahan terus,” sahut Elsa.“Ya sudah kalau begitu.”“Daddy ke mana?”“Ayahmu bilang tadi pergi ke luar sebentar, beli soto kesukaan kamu.”“Seharusnya ngak usah, Elsa makan y
Ivy berjalan memasuki ruang tamu miliknya, melihat seorang pria bertubuh besar, berkulit gelap dengan jaket kulit yang sudah kusam yang berdiri menatap kedatangannya dengan pandangan yang aneh menurut wanita itu.Wanita itu langsung mengenali pria yang dia temui di rumah sakit waktu itu, untuk mengetahui bagaimana keadaan Elsa.“Kau..” Ivy menunjukkan wajah angkuh pada pria itu, “Ada apa?”“Perkenalkan nama saya Santoso,” Santoso mengulurkan tangannya.Tapi Ivy hanya melirik tangan yang terulur itu tanpa minat, dia pun duduk tanpa mempersilahkan Santoso untuk ikut duduk.“Seharusnya asisten rumah tanggaku itu bisa memilah mana tamu yang boleh atau tidak untuk di terima masuk ke dalam rumah ini,” keluh Ivy dengan wajah bosan, “Saya harus memarahinya nanti.”Santoso segera menarik uluran tangannya, dan masih dalam posisi berdiri dia mulai mengeluarkan buku kecil dan pulpen.“Tak perlu memarahi asisten rumah tangga Anda, saya yang memaksa untuk menemui Anda tadi,” terang Santoso.
Cafe itu masih sunyi, hanya beberapa pengunjung yang terlihat. Dua orang saling duduk berhadapan di pojok ruangan, sambil sesekali memperhatikan orang yang keluar masuk di cafe itu dan terlihat sedang terlibat pembicaraan serius. “Sebaiknya kau hentikan dulu rencanamu itu.” “Apa hentikan?” “Ya hentikan saja.” “Kau pikir aku akan hidup tenang selama keturunan Ratih masih hidup?” Terdengar helaan nafas panjang, “Kau bisa menundanya dulu.” “Aku sudah menyusun semuanya dan dalam waktu kami akan menjalankannya.” “Jangan sekarang, apa kau tahu polisi sudah melakukan penyelidikan dan beberapa orang sudah di curiga.” “Mungkin saja beberapa orang itu tidak termasuk aku.” “Jangan terlalu percaya diri, mungkin sekarang kau tidak termasuk yang di curiga tapi tidak mungkin semakin lama arahnya akan ke sana.” “Ha...ha...ha..! “Apa yang membuatmu tertawa? Apa kau pikir semua ini lucu?” terdengar nada tersinggung dari lawan bicaranya. “Lucu, sangat lucu.” “Bagian mana yang kau anggap lu
“Kita jalan-jalan yuk,” ajak Rama pada Elsa. “Mau jalan ke mana?” tanya Elsa. “Ngak tahu,” jawab Rama. “Ya sudah, kita pergi sekarang nanti kalau sudah di jalan baru kita putuskan mau ke mana,” ucap Elsa, “Abang tunggu di sini Elsa ganti baju dulu.” Elsa sangat senang akhirnya setelah berminggu-minggu tidak pergi ke mana pun, dia bisa menikmati untuk bisa pergi keluar. Rama mengajaknya pergi ke sebuah pameran yang ada di kota ini. “Kita jalan-jalan di sini,” ajak Rama sambil mengulurkan tangannya. Elsa menerima uluran tangan Rama dan pria itu menautkan jari-jari mereka seperti sepasang kekasih. Stand kuliner adalah yang banyak mereka datangi, apalagi Elsa sudah lama tidak memakan beberapa jajanan yang dia suka. “Coba ini Bang,” Elsa mengulurkan sendok yang berisi potongan kue ke dekat mulut Rama. Pria itu sedikit ragu untuk menerimanya, tapi akhirnya dia membuka mulut dan menerima suapan dari Elsa. Setelahnya Elsa pun menyuapkan potongan kue lain ke mulutnya dengan memakai
Rama melambaikan tangan ketika sudah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Bapaknya.“Kok kamu ngak bilang kalau mau pulang hari ini Ram?” tanya Ibu Tri melihat pada Rama yang duduk di kursi belakang.“Rencana sih dua hari lagi Bu, tapi begitu kerjanya selesai hari ini Rama langsung ke pikiran langsung mau pulang,” sahut Rama menjelaskan.“Mungkin feeling sama situasi di sini ya Ram?” tanya Ibu Tri lagi.“Ya,” sahut Rama singkat.“Untung tadi Elsa ngak marah, kamu itu hampir bikin ibu kehilangan calon mantu kesayangan,” sungut ibunya.“Ya kalau ngak Elsa ngak jadi, kan masih ada calon satunya,” ucap Bapaknya.“Calon yang mana maksud Bapak?” tanya Ibu Tri.“Itu cewek yang foto bareng Rama,” sahut Bapak Rama.“CK, cewek yang suka pakai baju seksi itu?” sahut Ibu Tri.Bapak Rama menganggukkan kepalanya,” Iya.”“Ngak mau, cewek ngak sopan begitu ngak pantes jadi calon mantuku,” sahut Ibu Tri ketus.“Ram, Ibu mau tanya...” perkataan Ibu Tri terhenti saat melihat Rama y
Rama berkali-kali melirik bergantian, pada Elsa yang duduk tak jauh darinya dan pada enam pasang mata yang ada di belakangnya.Rama tak berhenti mengusap wajah juga lehernya.Rasa kebas masih terasa di kaki juga badannya karena pekerjaan dan penerbangan yang dia lakukan dalam satu hari ini.Sementara Elsa yang duduk cukup jauh dari Rama hanya melirik pria itu dari sudut matanya sambil menundukkan wajah dengan jari yang terpilin di pangkuan.“kamu sudah sehat Sa?” Rama membuka pembicaraan.Elsa hanya menganggukkan kepalanya masih dengan menunduk.“Maaf tadi Abang ngak bermaksud...” ucapan Rama terhenti karena batuk yang coba di tahannya.Rama mengeluarkan sapu tangan dari arah kantong celananya.Elsa mengangkat wajahnya dan melihat kalau sapu tangan itu terlihat agak kotor.Gadis itu baru menyadari saat melihat wajah Rama secara dekat seperti ini.Wajahnya sangat terlihat kusam, lelah dan juga lingkar yang jelas tanda hitam di sekitar matanya.“Mau ke mana Sa?” tanya Rama s
Kemarahan Sumi dan juga Ibu Tri kepada Lukman juga Ikbal gara-gara membuat Elsa pingsan, membuat kedua pria itu diusir dan dilarang untuk datang.Elsa segera di bawa ke rumah sakit, takut sesuatu yang buruk terjadi karena gadis itu cukup lama pingsan.“Mas Ikbal lebih dulu yang memukul,” ucap Elsa lirih dengan wajah sedikit bengkak, saat dia sudah sadar.“Tapi tetap saja seharusnya mereka tidak berkelahi di dekatmu, keterlaluan!” omel Sumi, “Tuh Mba ajari keponakannya, kok bikin rusuh di rumah orang!”“Ck, tenang saja nanti Mbak bakal marahin dia nanti,” sahut Ibu Tri sambil mengambil telepon genggamnya dan tidak lama terdengar omelan panjang lebar darinya.“Bu, Elsa mau pulang saja ngak usah nginap di sini,” ujar Elsa pada Sumi.“Tapi Sa..”“Elsa takut tinggal di rumah sakit lagi,” sela Elsa.“Tunggu Daddymu dan Ayah datang ya, baru kita pulang,” sahut Sumi yang mengerti ketakutan Elsa.“Abang susah banget sih di hubungi,” Adit masuk dengan bersungut.“Mungkin Abang masih s
Ibu Tri merenggut saat mendengar tuduhan Sumi pada Rama. “Jangan asal bicara ya, cah gantengku itu tidak mungkin selingkuh,” bantah Ibu Tri sambil menatap Sumi tajam. “Lho Mbak ngak percaya, coba Adit mana foto Rama sama cewek seksi kemarin,” Sumi mengulurkan tangannya meminta agar Adit memberikan hape miliknya. Adit hanya mengaruk kepalanya, ini kalau sudah berurusan dengan Ibu-ibu yang suka ikut campur urusan anaknya. “Mana!” Sumi terlihat tak sabar. “Iya sebentar Bu,” ucap Adit sambil mengeluarkan hapenya dan memberikan pada ibunya. “Nah ini buktinya,” ujar Sumi sambil memperlihatkan hape adit pada Ibu Tri. Segera Ibu Tri melihat pada gambar yang ada di sana dan langsung mencebikan bibirnya. “Hanya gambar seperti itu tidak membuktikan kalau cah gantengku pacaran sama perempuan itu,” cibir Ibu Tri. “Lho ini kan jelas kalau Rama di sana sama perempuan lain, mereka pacaran,” tegas Sumi tak mau kalah. “Sumi coba perhatikan baik-baik,” Ibu Tri menunjuk gambar pada gawai itu, “
Elsa merenung, untuk apa dia begitu marah pada Rama tadi sampai harus menangis dan mengatakan pria itu jahat dan pembohong, sangat kekanak-kanakan.“Huf, Abang pasti marah sama aku,” pikir Elsa, “Aku marah-marah ngak jelas seperti tadi.”Dia memandang telepon genggamnya, melihat beberapa notifikasi pesan masuk.(“Sa, Abang minta maaf kalau ada salah sama kamu ya.”)(“Abang sibuk banget sampai sering lupa menghubungi kamu.”)(“Abang usahakan untuk segera menyelesaikan semua kerjaan di sini, biar bisa cepat pulang.”) (“Jangan marah ya Sa, Abang mohon sekali lagi minta maaf🙏🙏 kalau memang Abang ada salah.”)Elsa membaca pesan itu, sungguh hati gadis itu menjadi tidak nyaman dengan pesan yang di kirim Rama padanya.Permohonan maaf dari Rama untuk kesalahan yang sebenarnya tidak di lakukan pria itu.Padahal sah-sah saja kalau Rama berselfi atau swafoto dengan orang lain sekalipun itu dengan perempuan cantik seksi menggoda seperti Nindya.Untuk apa marah? Hak apa marah? Elsa
Baiklah! Baiklah! obrolan berlangsung panas, apalagi kalau para pria membicarakan soal wanita seksi.“Ck...ck...” terdengar decak kagum dari mulut Adit dan membuat Elsa kesal melihatnya.Adit yang baru datang ikut bergabung dengan Elsa, Alfa juga Steven.“Bodinya memang seksi abis,” Adit terus memandangi gambar dari ponsel Alfa, “Aku mau follow dia.”“Wuih, yang follow dia banyak sampai satu juta lebih,” Steven ikut membuka tautan media sosial.“Dia sudah follow back aku!” Adit terlihat kegirangan karena begitu cepat mendapat tanggapan.“Sama Dit!” seru Steven dan kembali tos para pria di lakukan.“Kerja di mana di Mas?” tanya Adit.“Oh itu, perusahaan besar,” sahut Alfa menyebutkan nama perusahaan itu.“Dia ini termasuk orang kepercayaan Pak Bram, waktu aku ikut rapat dengan bos waktu itu,” lanjut Alfa bercerita sambil mengunyah makanan.“Orangnya memegang asli cantik dan bodinya, beuh,” Alfa terus berceloteh mengacungkan dua jempol jarinya, “Semolohoy.”Tangan Alfa memben
Bunyi mesin EKG terdengar pelan, pria tua yang berbaring itu terlihat seperti tidur dengan tenang.Mesin bantu pernapasan terpasang dengan beberapa selang yang menempel di tubuhnya.“Bagaimana keadaan tuan Haris?” pria dengan berjas hitam itu memperhatikan Haris yang berbaring tanpa daya.“Kondisinya masih kritis, tapi sepertinya dia berusaha untuk bertahan,” ujar pria dengan menggunakan baju OK putih.“Aku rasa tuan Haris punya alasan untuk bertahan.”“Apa Anda tak menghubungi keluarganya, siapa tahu...”“Tidak, karena justru itu akan membuat nyawa tuan Haris dalam bahaya lagi.”“Tapi...”“Dia sudah memberi amanat, kecuali kalau dia sudah mati baru dia ingin ada keluarga yang berada di sampingnya.” “Itu aneh.”“Ya, tuan Haris memang aneh.”“Tapi saya akui, dia pria tua yang kuat walaupun nyaris saja suntikan itu mengenai jantung dan pembuluh darahnya.”“Itu benar.”“Apakah rekaman cctv yang saya berikan sudah ada titik terangnya?”“Belum, karena sepertinya orang ini p
Cafe itu masih sunyi, hanya beberapa pengunjung yang terlihat. Dua orang saling duduk berhadapan di pojok ruangan, sambil sesekali memperhatikan orang yang keluar masuk di cafe itu dan terlihat sedang terlibat pembicaraan serius. “Sebaiknya kau hentikan dulu rencanamu itu.” “Apa hentikan?” “Ya hentikan saja.” “Kau pikir aku akan hidup tenang selama keturunan Ratih masih hidup?” Terdengar helaan nafas panjang, “Kau bisa menundanya dulu.” “Aku sudah menyusun semuanya dan dalam waktu kami akan menjalankannya.” “Jangan sekarang, apa kau tahu polisi sudah melakukan penyelidikan dan beberapa orang sudah di curiga.” “Mungkin saja beberapa orang itu tidak termasuk aku.” “Jangan terlalu percaya diri, mungkin sekarang kau tidak termasuk yang di curiga tapi tidak mungkin semakin lama arahnya akan ke sana.” “Ha...ha...ha..! “Apa yang membuatmu tertawa? Apa kau pikir semua ini lucu?” terdengar nada tersinggung dari lawan bicaranya. “Lucu, sangat lucu.” “Bagian mana yang kau anggap lu