"Kurang ajar!" Paman Santosa menggeram, "saya tidak terima Nafia dipermalukan seperti ini." Diaz terdiam mendengarkan. Sepertinya dia yang telah menceritakan semuanya pada Paman. "Tidak apa kamu menjadi janda, Nafia. Asal kamu tidak dihina oleh keluarga Bapak Ari Wijaya." "Maksud Paman apa?" Dahiku mengerut. "Cerai saja dari Arzen!" Paman Santosa menyahut cepat. "Lalu kita tuntut pertangung jawaban mereka atas meninggalnya keluargamu, Ibnu, dan cacatnya kaki kamu," tuturnya dengan gigi gemelutuk menahan berang. Aku termangu. Sungguh bukan ini yang kuinginkan. "Kenapa kamu diam saja, Naf?" Paman Santosa menatapku lekat. "Kamu setuju kan dengan saran Paman?" Aku menarik napas. Mencoba melegakan himpitan hati. "Aku emang sakit hati atas perlakuan keluarganya, Paman. Tapi, aku tidak ada kepikiran untuk berpisah dari Arzen," jujurku pelan. "Berarti kamu sudah mencintai Arzen, Naf?" Nada bicara Diaz biasa saja. Namun, ada kegetiran yang kutangkap dari pernyatannya. "Eum ... aku gak
Terakhir Diperbarui : 2022-09-03 Baca selengkapnya