Perkara Mahar Satu Miliar의 모든 챕터: 챕터 31 - 챕터 40

76 챕터

Bab 20.A

Selama perjalanan Naura menahan emosi yang membuncah, ia tak ingin marah-marah di mobil angkutan umum dan menjadi tontonan orang-orang."Ma, Pak Anwar ga nganterin mobil?" tanya Naura pada mama mertuanya yang sedang nonton televisi."Engga, bukannya tadi pergi sama kamu?" Naura garuk-garuk kepala, bingung harus menjelaskan apa."Mobilnya dipinjem lagi?" tanya Bu Nisya.Naura mengangguk, sedangkan Bu Nisya mengembuskan napas kasar."Kebiasaan," gumam Bu Nisya "Si Feri itu terlalu baik sama Pak Anwar jadinya dia semena-mena, masa kamu pulang naik angkutan umum dia enak-enakan pakai mobil." Bu Nisya cemberut.Naura pun duduk di sebelah mertuanya itu."Yang buat aku makin kesel mobilnya itu dipakai anak Pak Anwar jalan-jalan sama pacarnya," ujar Naura, ia mencoba mendekatkan diri dengan mamanya yang masih misteri.Bu Nisya membulatkan mata. "Hah beneran mobilnya dipakai anak Pak Anwar jalan-jalan?" "Iya, nih aku kenal sama pacarnya anak Pak Anwar." Naura memperlihatkan status Poto Da
더 보기

Bab 20.B

Sementara di sana Dara dan Alvin sedang sibuk memilih gaun pernikahan yang akan digelar tiga Minggu lagi, undangan pun sedang dicetak dan akan selesai beberapa hari lagi."Kebaya akad pengen yang itu ya, Mbak." Dara menunjuk sebuah kebaya yang begitu berkilau indah terpampang di sebuah manekin."Kalau yang itu khusus untuk paket dua puluh juta, Mbak." Wanita yang melayani Dara itu tersenyum manis."Kok gitu sih, Mbak, saya bayar lima belas juta masa gaunnya kaya gini, biasa aja." Dara merenggut protes.Sedangkan Alvin sedikit gelisah, pasalnya Pak Anwar ayahnya terus menelpon agar segera pulang membawa mobil milik majikannya."Yang, gimana dong? aku pengen kebaya yang itu buat akad, tapi katanya ga bisa harus ngambil paket dua puluh juta, kamu usaha lagi dong cari uang," cetus Data sambil menghampiri suaminya.Alvin pusing lalu mengusap wajah."Ya ampun, itu juga bagus, Yang, udahlah gunakan seadanya uang aja." Alvin berdecak."Tapi yang itu kebayanya biasa aja, kamu lihat dong payet
더 보기

Bab 21.A

Warga sekitar membantu menolong dua pasang kekasih yang sedang kesakitan itu, diantara mereka ada yang memanggil polisi."Aduh sakiiit." Dara merintih dengan lirih, sementara Alvin masih berusaha diselamatkan warga karena sebelah kakinya terjepitUsai aparat keamanan itu datang Dara segera dibawa ke rumah sakit terdekat sedangkan Alvin masih berusaha dikeluarkan dari dalam mobil."Pak! Bapaak!" teriak Bu Rita sambil menghampiri suaminya yang baru pulang dari pasar.Tubuh wanita yang selalu dandan menor itu bergetar saat melangkahkan kedua kakinya."Kenapa sih, Bu?" "Barusan ada telepon katanya Dara kecelakaan, sekarang udah di UGD, ayo kita ke sana sekarang, Pak!" Bu Rita makin panik"Kok bisa kecelakaan sih? emang tadi Dara abis dari mana?" tanya Pak Endang sambil melangkah masuk hendak ganti baju."Abis cari baju pengantin, Pak, sama Alvin.""Pakai mobil?" Pak Endang langsung balik badan."Iyalah naik mobil Dara mana mau naik motor." Bu Rita mencebik."Mobil yang biasa dipake ke si
더 보기

Bab 21.B

Pak Anwar dan istri yang baru saja datang tak bisa membendung tangisannya, kondisi putranya sangat mengkhawatirkan belum lagi ia mikirin soal mobil majikannya yang sudah pasti rusak parah.*Sementara di rumah Bu Nisya terus menelpon Pak Anwar, lama-lama emosinya bangkit karena supir keluarganya itu tak memberi kejelasan, dan tak kunjung pulang membawa mobil.Mau tak mau Pak Anwar pun mengangkat telepon majikannya itu meski rasa takut menyerbu hatinya."Iya Bu." "Halo Pak Anwar, kenapa telpon saya ga diangkat sih? Terus kamu bawa ke mana mobil Feri? Masa istrinya pulang naik angkutan umum, Pak Anwar ini gimana sih?""Terus kenapa mobil Feri harus dipakai jalan-jalan sama anak Pak Anwar? Jangan kira saya ga tahu apa-apa ya! Mantu saya pulang jalan kaki sementara anak Pak Anwar enak-enakan pakai mobilnya."Bu Nisya nyerocos meluapkan rasa kesal."Maaf, Bu." Pak Anwar hanya sanggup mengatakan itu."Maaf maaf, bawa pulang sekarang mobilnya, lain kali kalau habis pakai mobil langsung diba
더 보기

Bab 22.A

Sepanjang malam Bu Rita merenung memikirkan keputusan putri bungsunya itu."Bu gimana keadaan Dara?" tanya Feli--anak sulung Bu Rita dari suami pertamanya--ia sudah menikah dan tinggal bersama suaminya."Udah mendingan sih, abis kuret barusan," jawab Bu Rita masih bingung."Jadi Dara keguguran? Ya bagus sih kalau gitu Ibu ga malu lagi 'kan?" timpal Sasya--anak kedua Bu Rita dengan suami pertamanya--ia pun sama sudah menikah dan tinggal dengan suaminya."Tapi Ibu bingung soal biaya rumah sakit Dara, Fel, Sya." Bu Rita memijat kening."Loh kok bingung? Bukannya calon suami Dara itu kaya, ya minta lah sama dia, ngapain Ibu bingung," celetuk Sasya, orangnya memang suka ceplas-ceplos.Bu Rita berdecak kesal sambil mendelik, ia belum berani mengatakan yang sebenarnya tentang usaha pacar Dara itu, bisa makin runyam jika mereka tahu."Heuh malah diem." Sasya merasa jengah lalu meninggalkan ibunya dan masuk ke ruangan tempat Dara dirawat, ruangan kelas satu.Dara mengerling malas melihat kedua
더 보기

Bab 22.B

"Istri Bapak nelpon nih, pasti mau marahin aku, udah ya, Pak." Naura mendadak males."Udah rijek aja jangan diangkat," jawab Pak Endang."Tapi aku penasaran, Pak, istri Bapak ini entah mau minta apa lagi kali ini, udah dulu ya, Pak." Naura mematikan telpon secara sepihak membuat Pak Endang risau, takut jika istrinya itu akan melukai perasaan Naura lagi"Halo, Bu, ada apa?" tanya Naura dengan malas."Naura, kamu ini masih bernapas kan? adikmu kecelakaan tapi kamu diam-diam aja ga nongol kemari, Feli sama Sasya aja udah dateng," cerocos Bu Rita."Aku lagi sibuk ngurusin mobil yang udah dihancurin sama anak dan mantu Ibu, ga ada waktu." Naura menjawab dengan sinis.Tapi hati Bu Rita merasa panas merasa tak dihormati o oleh anak tirinya itu."Kamu sibuk ngurusin mobil tapi adikmu diabaikan?" tanya Bu Rita sedikit teriak."Terserah aku lah, lagian anak kesayangan Ibu itu ga pernah nganggap aku kakak 'kan?" Naura tersenyum sinis.Sementara Bu Rita mulai jengah."Gini aja, kalau kamu ga mau
더 보기

Bab 23.A

Hari ini Feri menjemput istrinya pulang kuliah menggunakan motor, mata lelaki bermata coklat itu tertuju pada seorang wanita yang mengenakan jilbab warna ocean blue."Udah beres kuliahnya, Yang?" tanya Feri dengan dahi mengerenyit karena menahan teriknya panas matahari"Udah dong. Kamu mah ih bukannya jemput pakai mobil Papa, aku tuh masih males naik motor." Naura mencebik area intimnya masih merasakan sakitFeri terkekeh."Maaf maaf, mobilnya dipakai Papa, tar ya kita beli mobil lagi, biar kamu ga ngangkang." Naura mendelik. "Ngeselin."Mereka pun boncengan menuju suatu tempat, Naura bertanya dalam hati mau di bawa ke mana tapi males berucap karena takkan dijawab.Mereka akhirnya sampai di sebuah perumahan yang terkenal asri karena view tempat itu langsung ke pegunungan dan persawahan."Mas, kita ngapain ke sini? lihat-lihat rumah?" tanya Naura, matanya terpukau pada rumah-rumah bagus berjejeran rapi."Iya lah mau beli rumah masa mau beli cilok." Feri terkekeh, Naura menepuk suamin
더 보기

Bab 23.B

" Bu Nendah terus-terus manggil nama Ibu." Naura langsung melirik suaminya dengan perasaan haru."Bisa, Bu, sebentar ya saya langsung ke sana."Perempuan berhijab itu memeluk suaminya sangat erat. "Mas, Ibu nyarin aku, kita ke sana sekarang ya." Naura menatap wajah suaminya sambil menengadah.Tanpa pikir panjang mereka segera meluncur menggunakan motor, kebetulan rumah baru mereka tak jauh dari yayasan tempat ibunya diobati.Mata Naura sayu menatap ibunya di sebuah ruangan sambil terus menyebut namanya."Perubahan Bu Nendah bisa dibilang sangat cepat, Bu, dia juga sudah mau tersenyum sama perawat, bahkan kemarin sempat bertanya katanya ini di mana." Dokter perempuan itu menjelaskan.Setitik air jatuh dari pelupuk mata Naura, ia sudah tak sabar memeluk sang ibu setelah sekian lama menahan rindu."Boleh saya masuk?"Dokter itu mengangguk. "Silakan, tapi jangan buat ia terlalu berpikir keras ya, Bu, karena itu juga ga baik."Naura segera memasuki ruangan seluas tiga kali tiga meter ini,
더 보기

Bab 24.A

Dua Minggu kemudian Naura bisa bernapas lega, pasalnya pendekatan dengan sang ibu berjalan lancar, wanita yang sejak lama mengalami gangguan jiwa itu mulai akrab dengan dirinya."Tahu ga, Neng, Ibu tuh benci sama Si Endang, anak Ibu dibawa kabur sama istri barunya, kalau Ibu ketemu dia Ibu mau bunuh saja lelaki itu."Naura tersenyum walau dibalik itu ia menyimpan sakit yang teramat dalam, tak terbayang bagaimana sang ibu melewati malam-malam panjang penuh kerinduan pada dirinya.Naura menengadah menahan cairan yang berdesakan hendak luruh dari matanya. Akan tetapi, ia tak ingin dilihat oleh ibunya sedang bersedih.Naura harus selalu ceria di hadapan ibunya, ia harus menjadi pendengar segala keluh kesah atas derita yang sudah dikecapnya bertahun-tahun."Ibu sayang banget ya sama anak Ibu itu?" Dalam keadaan suara serak Naura bertanya."Sayang banget atuh, Neng, sayaaang banget." Mata wanita tua itu terpejam mengekspresikan rasa sayangnya pada sang putri."Dia pasti cantik ya, Bu." Naur
더 보기

Bab 24.B

Feri mengusap-usap rambut tebal nan hitam istrinya. "Kasihan banget sih kamu, Yang, sabar ya insya Allah ada jalan.""Aku pengen banget pas kita ngadain resepsi nanti Ibu udah sembuh dan duduk sama kita di altar pelaminan.""Gini aja, gimana kalau kita datangkan Bi Nani ke sini, suruh dia jelasin ke Ibu kalau kamu itu anaknya yang udah besar."Seketika Naura menengadah menatap suaminya, ide yang cemerlang dan bisa ia coba."Pinter kamu, Mas, ya udah besok aku pinjem motor kamu ya buat jemput Bu Nani." Mata Naura langsung berbinar."Pinjam mobil Papa aja, nanti Mas telpon.""Ga enak, Mas, kalau minjem mobil Papa entar Kak Jeni nyindir aku lagi di status." Naura cemberut."Udahlah biarin aja kamu jangan lihat-lihat status dia, bisukan aja, dia mah iri pasti.""Ya udah deh terserah kamu, tapi yang bawa mobilnya siapa, Mas?" Naura kembali bingung.Feri langsung garuk-garuk kepala, ia sudah malas meminta bantuan Pak Anwar, kini lelaki yang selama ini mengabdi sebagai sopir pada dirinya itu
더 보기
이전
1234568
DMCA.com Protection Status