Home / Rumah Tangga / VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU / Chapter 501 - Chapter 510

All Chapters of VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Chapter 501 - Chapter 510

614 Chapters

BAB 502. Selangkah lagi.

POV Kayla. “Tidak bisa, Mak, takut dimarah Suster dan Dokter,” jawabku. “Emak janji tidak akan melukai diri Emak lagi, Kay.” “Beneran, Mak?” tanyaku memastikan. “Iya, Kay, benar. Emak tidak akan melukai diri Emak sendiri.” Akhirnya kulepaskan ikatan tangan dan kaki emak. Aku memapahnya ke kursi roda dan membawanya ke ruangan di mana bapak mertuaku berada. Kabarnya semalam jam 19.45 WIB bapak sudah selesai operasi. Kemungkinan siang ini pun bapak sudah sadarkan diri. “Kay, ayo, buruan dorong kursi rodanya,” pinta emak. “Pelan-pelan saja, Mak, sambil lihat bunga-bunga itu yang bermekaran dengan begitu Emak jadi merasa bahagia,” jawabku. “Emak takut ketahuan suster dan dokter, Kay.” “Enggak usah takut, Mak. Mereka kerja di rumah sakit milik Emak harusnya mereka itu hormat pada Mak,” kataku mengompori. Sesampainya di ruang rawat bapak, emak langsung menangis histeris. Ya, elah, mati aja belum sudah ditangisi. “Mak, kenapa nangis, Bapak baik-baik saja itu lihat masih bernafas,
last updateLast Updated : 2022-11-23
Read more

BAB 503. Apa Mas Fawas gila?

Happy reading everyone 💕 🌸🌸🌸 "Maaf ya, lama nunggunya?” kataku pada Susanti dan Mbak Wulan. Kami terlambat 5 menit. “Inggik pipi wijir kik pingintin biri, Pisti hibis rimintis-rimintisin,” jawab Susanti. Mbak Wulan menahan tawa mendengar ucapan Susanti. “Bukan begitu, San, tadi Mas Fais minta itu, emb!” Mulutku dibekap Mas Fais. “Eh, maaf ini istriku lagi oleng belum sarapan,” ucap Mas Fais seraya menggiringku masuk mobil. “Mas, apaan sih, aku susah napas tahu!” protesku. “Maaf, Sayang, aku takut kamu keceplosan akunya jadi malu,” ucap Mas Fais. “Keceplosan apaan?” tanyaku bingung. “Sudahlah tidak usah dibahas. Kita fokus ke titik masalah kita saja.” “Iya, Mas. Kalau boleh jujur sebenarnya aku lelah sekali ingin istirahat. Beberapa hari ini aku kurang istirahat ini ditambah lagi masalah Mas Fawas. Kapan ya, aku hidup tanpa masalah?” keluhku. Jujur ini pertama kalinya aku mengeluh dan ini pun pada suamiku sendiri. “Sabar ya, Sayang. Aku tahu bagaimana peliknya hidupmu
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

BAB 504. Diserang.

. “Sama, Mas pun begitu, Dinda, kasihan dengan mereka, tapi ya, mau gimana lagi. Mau tidak mau mereka harus terima dan menjalaninya karena kehidupan itu terus berlangsung apa pun keadaanya. Mereka akan jadi anak kuat jika ditempa berbagai ujian sejak dini.” “Iya, Mas, betul. Semoga kelak anak-anak kita bisa mendapatkan full kasih sayang ya, Mas, biar tidak kasihan seperti anak-anaknya Mas Fais.” “Iya, Dinda ... aamiin.” “Mas, waktu itu supirmu pernah cerita ke aku memang Mas Fawas pernah tanya sesuatu pada pak sopir, tapi karena sopirmu tidak tahu jawabannya Mas Fawas marah dan ditonjok. Itu di depanku loh, Mas. Satu lagi kalau tidak salah dengar Mas Fawas tidak mau dipanggil dengan sebutan Mas. Dia minta dipanggil dengan sebutan Tuan.” “Astaghfirullah ... iyakah, Dinda? Kenapa Pak sopir tidak bilang padaku, ya? Kamu juga kenapa tidak langsung cerita padaku?” “Waktu itu aku panik Mas, jadi ya, benar-benar lupa apalagi menjelang pernikahan kita yang serba dadakan.” “Sepertinya
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

BAB 505. Syok tahu kelainan seksual.

“Kenapa memangnya? Kamu cemburu ya, Dinda?” “Eh, em ... bukan hanya itu sih, Mas. Aku jadi merasa minder saja sebab istrimu yang sekarang tidak sehebat Dokter Risa,” jawabku jujur. Mas Fais langsung memeluk pinggangku dari samping. “Dinda, siapa pun jodoh kita itulah yang terbaik untuk kita! Jadi jangan merasa seperti itu lagi, ya? Kamulah ratu di hatiku. Kamulah segalanya bagiku. Satu lagi, mereka begitu padaku bukan karena aku ini mantan suami Dokter Risa, tapi karena rumah sakit ini milik kami. Kamu tadi baca, kan, di depan sana nama rumah sakitnya?” Aku mengangguk. Rumah Sakit Islma Az-Zahra. Itu nama adiknya Mas Fais. Pantas saja mereka semua hormat pada Mas Fais, tapi apa Dokter Risa tidak tahu rumah sakit ini, kok, dia lebih memilih bekerja di rumah sakit jiwa? Atau karena itu memang sudah menjadi passionya? Aku benar-benar tidak menyangka kalau ternyata Mas Fais dan keluarganya sekaya ini. Pantas saja sovenir pernikahan kami begitu mahal dan mewah. “Kok, malah diem, Dinda
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

BAB 506. Susanti disandera.

“Kita akan bantu, Mas. Syaratnya Pak Fawasnya mau. Kalau dia tidak mau kita bantu dan tidak ada yang support itu tidak akan sembuh,” ujar Mbak Fala. Astaghfirullah .... Astaghfirullah ... benar support orang-orang terdekat memang penting. “Lalu kenapa Mbak Fala bisa diserang oleh Mas Fawas!” tanyaku. “Ceritanya Pak Fawas ngajak aku keluar untuk sekedar minum kopi di cafe. Dia bilang mau cerita banyak hal karena aku merasa dia memang perlu dibantu tanpa pikir panjang aku menyanggupinya. Tak disangka obrolan ringan kami justru memicu kemarahan dia. Kalian kan, tahu yang namanya psikolog jika berbicara dengan pasiennya ada semacam therapi mental dan kejiwaannya, rupanya Pak Fawas tersinggung entahlah mungkin ada perkataanku yang menyakiti hati dia, tapi demi apa pun aku berani bersumpah obrolan kami aman. Mungkin beliau marah karena dia memintaku untuk merahasiakannya dari keluarga. Aku menolak itu karena pihak keluarga memang harus tahu untuk kebaikan beliau. Pak Fawas minta kembali
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

BAB 507. Susanti bawel.

Assalamualaikum selamat pagi semuanya semoga kalian sehat dan bahagia selalu. Well Happy reading everyone 💕Boleh bantu follownya, yuk!😊 🌸🌸🌸 POV Fawas. "Mas, kita mau ke mana? Apa Mas Fawas berniat menculikku?” tanya Susanti konyol. “Iya, aku akan jadikan kami sandera. Jadi, diamlah tidak usah berisik! Atau nyawamu akan melayang!” bentakku. Susanti diam, dia berkali-kali mengusap air matanya. “Mas, kenapa lakukan ini padaku? Aku kan, tidak bersalah padamu. Aku juga tadi ke rumah kamu karena diajak Mbak Wulan,” katanya lagi. “Salah kamu adalah selalu saja ada di mana pun keluargaku dan Fatki ada. Lagi pula hanya kamulah satu-satunya orang yang bisa aku jadikan tumbal,” jawabku seraya fokus menyetir mobil. Dia akan aku bawa ke markas. Aku harus cari perhatian keluargaku terus agar Fais dan Fatki tidak jadi honey moon ke Paris. Mereka harus membayar sakit hati yang aku rasakan. “Mas, kamu tadi bilang apa? Aku akan di Tumbal?” tanya Susanti lagi. “Iya! Benar!” jawabku singkat
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

BAB 508. Mengherankan.

POV Fawas. Susanti diam saja, kubukakan pintu untuk dia keluar. “Ka—mu enggak wudu, Mas?” tanyanya. Aku tahu maksud dia pasti ini anak mau kabur dariku saat aku lengah. “Tidak! Aku di sini saja. Mengawasimu,” jawabku. Susanti gegas berwudu lalu masuk ke dalam. HP-ku berdering dari Fais. Ck, mau apalagi dia? Senang sekali akhirnya dia meneleponku. “Apa!” bentakku. “Kembalikan Susanti, Mas. Kasihan dia tidak salah apa-apa,” pinta Fais. “Tidak bisa! Kalau kalian mau Susanti bebas dariku, maka kalian harus berjanji bahwa akan membebaskanku. Aku tidak mau di penjara dan aku tidak mau berobat. Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja,” tegasku. “Iya. Bawa kembali Susanti, kami akan bebaskan kamu, Mas,” jawab Fais. “Sayangnya aku tidak percaya begitu saja, Is. Sudahlah aku tidak ada waktu untuk meladeni kamu!” Kumatikan HP lalu kembali mengawasi Susanti. Jamaah yang lain sudah keluar semua, tapi kenapa gadis itu tidak keluar-keluar. Apa dia mau mencoba mengelabui? Brengs*k! Aku harus
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

BAB 509. Apa!

POV Fawas. “Menurutmu jelek, tapi menurutku bagus. Aku beli itu hasil kerja siang malam banting tulang halalal thoyiban. Kes keras bukan kredit dan juga bukan dari hasil numbalin nyawa orang lain seperti kamu!” teriaknya. “Kalau kamu tidak mau diam aku bakalan jadiin kamu tumbal malam ini! Berisik tahu, enggak!” bentakku. Di kembali menangis dalam diam seraya menghabiskan es balonnya. “Tuhan, apa salahku? Selama ini aku sudah jadi orang baik, kenapa aku mesti bertemu Manusia jahat seperti yang di sampingku ini. Tuhan, aku minta selamatkan aku ini. Masa depanku masih panjang. Aku masih gadis belum merasakan jadi istri dan ibu,” ucapnya ngelantur. “Diam! Bersik!” bentakku lagi. Panasnya cuaca dan macetnya perjalanan membuatku gerah bukan main, padahal AC sudah full. Kulirik jam di tanganku sudah pukul 13.35 WIB. Ini bocah bisa-bisanya tidur dengan nyenyaknya. Ya, ampun! Tapi menguntungkan juga sih, jadi dia tidak tahu jalan dan juga tidak cerewet. Tenggorokanku kering mau mampir
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

BAB 510. Menyesal menyandera Susanti.

Pov Fawas. “Tidak mau!” tolakku. “Mas, kalau tidak pakai soft*x darahnya bisa ke mana-mana.” Ah, sial! Kenapa, sih situasinya harus begini. Penyanderaan yang aku kira bisa menyeramkan seperti di film-film yang aku tonton ini malah enggak jelas mana aku dibentak-bentak terus ini disuruh-suruh beli soft*x pula. “Terserah saja. Mau sampai mana juga itu darah aku tidak peduli!” kataku. Kutunjuk wajah Susanti. Dia menunduk. “Semoga anaknya Mas Fawas tidak mengalami kejadian seperti yang aku alami sekarang ini. Semoga nanti kalau Jingga haid tidak dalam keadaan susah begini,” ucapnya lirih. Syiit! Kenapa bawa-bawa Jingga segala. “Dini Udin! Edi!” teriakku memanggil anak buahku. Ke mana mereka kenapa lama sekali kalau hanya izin makan siang? “Udin! Din!” panggilku lagi. Aku bergegas mencari mereka di sekitar rumah ini. Tidak ada. Kurang ajar pasti mereka main ini. Segera kutelepon mereka berdua. “Kalian di mana! Cepat kembali!” teriakku. “Kami di jalan, Bos, kan, tadi Bos sendiri y
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

BAB 511. Siapa yang datang?

POV Fawas. Sekembalinya dari minimarket kubuka pintu kamar mandi, Susanti langsung melotot padaku. Buru-buru kubuka ikatan tangan dan kakinya. “Mas! Kamu lama sekali, hah! Untung saja aku belum dimakan sesembahan kamu itu! Mana soft*xnya!” Nah kan, aku langsung dimarahi dasar perempuan absurd. Harusnya dia berterima kasih padaku bukan malah marah padaku. “Awas! Pergi sana aku mau ganti!” Usirnya. Ya, Tuhan ini rumahku kenapa aku yang diusir. Brak! Pintu kamar mandi ditutup kuat sekali sampai aku kaget. Untung jantungku sedang dalam keadaan aman. “Mas! Sabun cucinya mana!” teriaknya lagi, baru juga beberapa langkah aku menjauh dari kamar mandi itu. Hiiiih! Kurang ajar! “Pakai saja sabun mandi di situ! Jangan lagi kamu suruh-suruh aku Susanti. Mau aku dor, kamu!” bentakku. Susanti diam Seketika. Hah, rasain! “Mas, ih, kok, marah-marah, sih? Jadi jelek tahu!” Roy tiba-tiba datang menggerayangi tubuhku. Brengs*k ini orang! “Menjauh!” bentakku. Kudorong Roy sekuat tenaga sampai dia
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more
PREV
1
...
4950515253
...
62
DMCA.com Protection Status