All Chapters of Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya: Chapter 61 - Chapter 70

86 Chapters

Bab 57B

"Serius kamu, Lun?" Ibu memastikan. Aku pun mengangguk."Terus kamu bilang apa?" tanya bapak.Aku menggeleng. "Belum jawab. Luna minta waktu dulu. Makanya Luna minta pendapat bapak sama ibu.""Kalau ibu sih terserah kamu. Kalau kamu mencintai Nak Zidan ya kenapa tidak. Dia laki-laki yang baik dan sopan," jawab ibu."Itu masalahnya, Bu. Luna belum bisa mencintai Mas Zidan. Luna belum bisa melupakan Mas Rayan." Aku mengatakan yang sejujurnya. Tak perlu ada hal yang ditutupi dari kedua orang tuaku sendiri."Sampai kapan kamu mau terus-terusan mikirin Rayan, Lun. Kalian itu sudah berpisah. Bahkan Rayan saja sudah tidak ada kabarnya sama sekali. Sampai kapan kamu mau menyia-nyiakan laki-laki yang mungkin lebih baik dari Rayan? Kecuali kalau laki-laki itu memang bersedia menunggumu sampai kamu benar-benar bisa melupakan mantan suamimu itu." Ibu bicara panjang lebar."Bener apa kata ibumu, Lun. Kamu harus mencoba untuk melupakan Rayan. Kamu harus bangkit dari masa lalu. Bukan berarti bapak m
last updateLast Updated : 2022-08-13
Read more

Bab 58

Kakiku kini serasa tak menapak di bumi. Ingin rasanya menghilang saat ini juga untuk mengindari hal yang sama sekali tak terduga ini. Sebelumnya, aku pikir kami akan duduk berdua untuk kembali membahas hal yang sangat privasi ini tentunya. Bukan di depan khalayak ramai bahkan di hadapan seluruh karyawan yang hadir seperti ini.Mas Zidan masih berjongkok dengan tangan yang masih mengambang di udara. Matanya masih menatapku dengan penuh pengharapan. "Terima. Terima. Terima!" Para karyawan yang awalnya hening kini mulai riuh bersuara diiringi tepukan pada tangannya masing-masing. Aku menoleh ke arah Rumi sekilas. Gadis itu nampak mengangguk yakin.Aku menghela napas pelan sebelum akhirnya menganggukkan kepala tanda menerima lamaran Mas Zidan. Sontak seluruh karyawan yang hadir pun bersorak bahagia seraya bertepuk tangan. Mas Zidan pun bangkit dari duduknya dengan binar-binar bahagia yang terlihat jelas di matanya."Terima kasih banyak," tuturnya. Ia pun semakin mendekat. Kemudian memin
last updateLast Updated : 2022-08-14
Read more

Bab 59

Aku tak sanggup menatap mata Karin. Dia pasti kecewa berat padaku karena masih memajang foto-foto Mas Rayan. Bahkan foto pernikahan kami pun masih terbingkai rapi di dinding."Please, Lun. Jangan jadikan Mas Zidan hanya sebatas pelarian! Sebagai adiknya, aku tidak mau melihat dia terluka!" pinta Karin membuat hatiku makin tak enak."Maafkan aku, Rin. Aku tidak pernah sedikit pun berniat menjadikan Mas Zidan sebagai pelarian. Aku hanya berusaha membuka hati sesuai saran darimu. Dan tentang foto-foto itu, aku hanya menjadikannya sebagai kenang-kenangan terakhir. Tapi jika kamu keberatan, aku akan menurunkan semuanya dan menyimpannya." Aku memandang deretan foto-foto yang memperlihatkan betapa bahagianya aku dan Mas Rayan dulu."Aluna, Aluna. Kalau kamu masih menyimpan foto-foto itu bahkan memajangnya, bagaimana mungkin kamu bisa melupakan Mas Rayan yang kini entah di mana. Kalau kamu memang berniat untuk melupakan Mas Rayan, kamu harusnya membuang semua kenangan yang akan mengingatkanmu
last updateLast Updated : 2022-08-14
Read more

Bab 60

Aku masih terdiam dengan ponsel yang masih dalam genggaman. Dadaku tiba-tiba berdebar hebat. Denyutannya sudah tak beraturan sama sekali. Menunggu Mas Zidan kembali dari toilet yang belum lima menit saja rasanya sudah seperti menunggu satu jam lamanya. Mataku sudah berkali-kali menoleh ke arah di mana toilet berada.Hingga beberapa menit kemudian, orang yang sedang kutunggu pun muncul juga. Bibirnya melengkungkan senyuman saat ia sampai di hadapanku. "Maaf, agak lama. Di sana ngantri," tuturnya sambil kembali duduk di kursi yang ada di depanku. Aku masih mematung. Menatapnya dengan jantung kian berdetak cepat."Maaf, aku lancang membuka hpmu. Bisa tolong dijelaskan ini maksudnya apa?" Aku memperlihatkan pesan yang baru saja dikirim Rumaisha. Mas Zidan nampak terkejut. Mimik wajahnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan bahwa ia kini tengah kikuk. Bahkan dari gesture tubuhnya yang tiba-tiba berubah saja, sudah bisa kubaca kalau ia gugup."Aku bisa jelaskan semuanya, Sayang. Ini tid
last updateLast Updated : 2022-08-15
Read more

Bab 61

Pov RumaishaSudah hampir satu tahun lamanya Mas Rayan pergi meninggalkan rumah ini. Juga meninggalkanku, Hasan, dan ibu. Entah di mana keberadaannya saat ini. Aku bahkan sudah menyewa beberapa orang untuk mencari Mas Rayan. Namun, jangankan orangnya, kabarnya saja tak bisa kudapatkan sama sekali. Dia benar-benar hilang bagaikan di telan bumi.Ibu Ida sebagai ibunya Mas Rayan, tentu saja menjadi orang yang paling sedih atas kepergian putra tunggalnya itu. Aku dan Hasan selalu mencoba untuk menghiburnya dan menemaninya.Jauh di lubuk hatiku. Aku sebenarnya merasa bersalah. Mas Rayan pergi dari rumah ini karena aku. Dia kecewa padaku yang sudah membohonginya. Sepertinya dia merasa ditipu olehku. Padahal, aku melakukan semua itu semata-mata karena tak ingin kehilangannya dan Hasan kehilangan seorang ayah."Umi, ayah kapan pulang? Kenapa tidak pulang-pulang?" tanya Hasan saat aku menemaninya untuk tidur malam ini."Doain saja semoga ayah Rayan segera pulang dan baik-baik saja ya, Nak?" Ak
last updateLast Updated : 2022-08-15
Read more

Bab 62

Pov RumaishaAku berpura-pura bersikap santai meskipun sebenarnya dadaku berdetak tak karuan. Berjalan dengan pandangan lurus ke depan agar memperlihatkan bahwa aku baik-baik saja. Hingga saat beberapa langkah lagi aku sampai di hadapan Aluna, wanita berbulu mata lentik itu berdiri."Pagi, Mbak," sapanya seolah memaksakan senyum di kedua sudut bibirnya. Namun, sorot matanya tak bisa berbohong kalau dia sedang tak baik-baik saja."Pagi," jawabku singkat untuk mengurangi debaran hebat di dada."Maaf saya mengganggu waktunya. Boleh saya bicara sebentar?" Aluna berkata dengan ramah."Silakan saja. Duduklah!" titahku datar. Aluna pun duduk kembali di tempatnya semula. Sedangkan Mbok Acih langsung pamit untuk ke belakang.Aku pun ikut duduk di sofa yang lumayan berjarak dengan Aluna. Untuk beberapa saat, kami hanya saling diam. Hanya terdengar suara jarum jam yang terus berdetak."Ehhmm." Aluna berdehem pelan. Sepertinya dia sedang mengumpulkan keberanian untuk memulai pembicaraan."Langsun
last updateLast Updated : 2022-08-16
Read more

Bab 63

Aku berjalan keluar dari rumah Mas Rayan dengan dada yang begitu sesak. Bahkan sekedar untuk bernapas pun rasanya sulit sekali. Air mata pun tak hentinya berjatuhan. Ini benar-benar menyakitkan. Bahkan lebih menyakitkan dari apapun.Di dekat motor milikku terparkir, aku terduduk lesu. Tungkai kakiku tak kuat lagi untuk melangkah. Semua kenyataan yang kudengar sungguh menyesakkan dada.Mas Zidan, laki-laki yang beberapa bulan ini mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayangnya padaku, ternyata tak lebih dari seorang musang berbulu domba. Dia menikamku dari belakang. Dia dalang utama dari semua yang terjadi padaku juga Mas Rayan. Ah, pantas saja selama ini hatiku ragu untuk menerimanya. Aku tak pernah bisa mencintainya.Namun, di sisi lain aku merasa beruntung. Alloh telah membuka kedoknya hari ini. Di saat hatiku belum terlanjur terpaut padanya. Di saat ikatan kami belum sampai jenjang pelaminan. Entah bagaimana jika aku mengetahui semua ini saat aku sudah jadi istrinya.Dengan sisa-
last updateLast Updated : 2022-08-16
Read more

Bab 64

Aku langsung menunduk. Tak berani menatap mata Karin."Maaf, Rin. Aku sedang buru-buru!" ucapku sambil melanjutkan langkah menuju parkiran. Tak mempedulikan Karin yang terus-menerus memanggil namaku.Aku pun segera melajukan motorku keluar dari gedung yang hampir dua tahun ini ditempati. Berbagai suka dan duka sudah aku rasakan selama bekerja di sana. Kini saatnya aku pergi meninggalkan semua mimpi yang sempat aku rajut di sana.Setelah cukup lama berkendara, aku baru sadar kalau jalan yang aku lalui bukan jalan menuju pulang ke rumah. Tapi jalan menuju rumahku pemberian dari Mas Rayan. Karena sudah terlanjur setengah perjalanan, aku pun meneruskannya. Mungkin saat ini aku memang sedang butuh sendirian. Dan di rumah itu, adalah tempat yang tepat.Setelah sampai di depan rumah tanpa pagar itu, aku segera merogoh kunci rumah yang memang disatukan dengan kunci motor. Jadi aku selalu membawanya ke manapun.Hawa sejuk langsung terasa begitu aku memasuki rumah dengan gaya minimalis modern i
last updateLast Updated : 2022-08-17
Read more

Bab 65

Aku memutuskan untuk menyimpan ponsel dulu lalu melaksanakan solat magrib. Meski sesekali solatku kurang khusuk karena memikirkan balasan pesan dari Pak Lukman. Setelah selesai solat, lekas aku mengucap istighfar berkali-kali karena masih memikirkan perkara dunia saat sedang berhadapan langsung dengan Sang Pencipta.Tanpa melepas mukena yang kugunakan, aku kembali menyambar ponsel dan mengusap layarnya. Lagi-lagi jantungku kembali berdetak kencang saat sebuah pesan sudah tampil di layar.[Mohon maaf Mbak Luna. Sudah tiga bulan ini saya pindah ke luar kota. Jadi, saya tidak lagi menjadi pengacara Pak Rayan ataupun perusahaannya. Kami juga sudah cukup lama tidak berkomunikasi dan saya tidak mengetahui keberadaannya.]Harapanku pupus sudah setelah membaca pesan dari Pak Lukman. Dia saja yang sempat menjadi pengacara Mas Rayan dan perusahaannya tidak mengetahui keberadaan Mas Rayan. Apalagi orang lain.[Terima kasih banyak informasinya, Pak. Tapi barangkali Pak Lukman tau, ke mana saya ha
last updateLast Updated : 2022-08-18
Read more

Bab 66

Setelah berpikir sejenak, aku pun menjawab pertanyaan Mas Azam."Aku pengen ganti suasana aja, Mas. Pengen nyeri suasana baru. Lagipula, aku mau coba buka usaha sendiri. Makanya ini juga belanja banyak. Kalau gak dicoba, kan, gak akan pernah tau. Kalau tentang pernikahanku dengan Mas Zidan, aku merasa kurang cocok aja. Mungkin karena aku belum bisa melupakan mantan suamiku." Terpaksa aku menutupi masalah yang menimpaku dan Mas Zidan. Biarlah hanya orang-orang yang berkaitan saja yang tau."Masya Alloh. Mau buka usaha sendiri, ya, Mbak? Semoga sukses, ya? Laris manis dan berkah." Mas Azam menimpali. Doanya terdengar tulus."Makasih, Mas," jawabku.Kami pun tak banyak berbincang lagi. Mas Azam lebih fokus menatap jalanan di depan sana."Oh, iya, Mas. Boleh minta tolong?" Setelah cukup lama saling diam, tiba-tiba aku teringat sesuatu."Silakan, Mbak. Kalau bisa, insyaallah saya bantu," jawabnya tanpa menoleh."Apa Mas Azam bersedia mengajariku menyetir mobil? Rasanya sayang banget, punya
last updateLast Updated : 2022-08-18
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status