Home / Romansa / Jangan Mencintaiku Mr. Don Juan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jangan Mencintaiku Mr. Don Juan: Chapter 11 - Chapter 20

31 Chapters

Bab 11: Pria Misterius

Beberapa malam berikutnya suasana sangat sunyi, tepat seperti yang diinginkan Trisha. Tidak ada benturan pada dinding, tidak ada erangan, tidak ada teriakan di tengah malam buta, dan tidak ada tawa cekikikan mesum. Segala sesuatu di sekitar apartemen itu sangat menyenangkan, tenang, dan tentram. Saat sedang senggang, Trisha menyempatkan diri berjalan-jalan di taman atau jalan sekitar kompleks apartemen. Dia juga mulai berkenalan dengan para petugas keamanan di apartemen itu, termasuk Johan Bisaam, seorang pria Melayu dan Lakshmi Krishna, wanita keturunan India Tamil. Mereka berdua sangat baik dan ramah padanya sehingga mereka pun cepat akrab. Trisha belum pernah mendengar atau melihat Desmond sejak terakhir kali dia menempelkan catatan kecil di pintu kamar pria itu. Kendati dia bersyukur untuk tidur malam yang menyenangkan, tak urung rasa penasarannya tergelitik tentang ke mana Desmond menghilang selama beberapa hari ini. Johan dan Lakshmi dengan senang hati memberikan informasi ya
Read more

Bab 12: Menabuh Genderang Perang

Sayangnya, ketenangan dan kesunyian ini terlalu indah untuk bertahan lama, dan kekacauan kembali terjadi beberapa malam berikutnya. Namun, untuk saat ini, Trisha marah karena beberapa alasan dan menjadi gusar. Dia sangat lelah lahir dan batin, memar di pantatnya masih terasa nyeri, dan ibunya kembali menelepon dengan kemarahan yang meledak-ledak. Pasalnya, Trisha tidak tahu harus berbuat apa. Usahanya menjual beberapa lukisan dan desain furnitur belum membuahkan hasil sama sekali, sementara utangnya bagaikan kawanan ular berbisa yang mengelilinginya hingga terus menyudutkannya. Setelah tidur malam yang singkat, keesokan paginya dia bangun kesiangan dengan mata masih mengantuk berat. Alhasil, dia menyeret langkahnya dengan tergesa-gesa dalam perjalanan menuju kantor. Seluruh hari itu benar-benar sial. Ada masalah dengan kontraktor di rumah keluarga Gardner sehingga menunda pekerjaan mereka gara-gara kesalahan pesanan material khusus untuk furnitur yang diimpor langsung dari luar neg
Read more

Bab 13: Akhirnya Bertemu

Dibayang-bayangi oleh cahaya temaram lorong dari belakang, di sana Desmond berdiri dengan satu kepalan tangan terangkat yang siap memukul dan tangan lainnya memegang selimut yang melingkari pinggulnya. Trisha memandanginya dari ujung rambut dan ujung kaki, tangannya juga masih mengepal dan menggantung di udara. Tangan kirinya masih berdenyut-denyut setelah memukul-mukul tembok begitu keras dengan semangat juang tinggi. Desmond memiliki rambut cokelat gelap yang lebat tetapi terlihat acak-acakan dan mencuat di sana-sini, kemungkinan ulah wanita yang bercumbu dengannya malam ini. Mata abu-abunya tajam seperti mata elang yang tampak tajam dan dalam, dan tulang pipinya sekuat rahangnya. Lapisan jenggot tipis memenuhi dagunya. Bibir merahnya agak tipis dan hidungnya mancung. Raut wajahnya memperlihatkan gurat-gurat oriental bercampur keturunan bule yang eksotis. Trisha menatap tubuh pria itu yang jangkung dan ramping, otot-otot di lengannya membuatnya terlihat sangat kekar. Kulitnya saw
Read more

Bab 14: Bertemu Lagi

Beberapa malam berikutnya ... Trisha memenuhi ajakan Janice dan Keyra untuk menghadiri pesta seorang teman Janice di kawasan pemukiman mewah di Cluny Road. Mereka pergi ke tempat pesta itu menggunakan mobil tumpangan dari app Joyride. Sepanjang perjalanan, mereka mengobrol seru tentang penghuni sebelah apartemen Trisha. Siapa lagi kalau bukan Desmond? "Jadi, kamu nggak pernah lihat dia lagi sejak bertemu dengannya malam itu?" tanya Janice. "Nggak," sahut Trisha dengan mengerang. Keyra menyentuh lengannya menenangkan. “Dia ganteng, 'kan?” “Jujur—ya! Terlalu ganteng untuk diabaikan. Tapi dia juga sangat brengsek!” sahut Trisha dengan menepakkan tangannya ke jok begitu keras sehingga membuat sang pengemudi terlonjak kaget. Janice dan Keyra saling bertukar pandang dengan tersenyum simpul. “Dan kemudian esok paginya, dia berada di lorong bersama wanita lain lagi, menciumnya mesra! Ini seperti pesta pora orgasme liar, dan dunia hanya milik mereka saja!” sahut Trisha dengan berang set
Read more

Bab 15: Perang Urat Saraf

Trisha dan Desmond berdiri saling bertatapan, gelombang kemarahan dan kekesalan berhamburan bolak-balik di antara keduanya bagaikan loncatan bunga api listrik yang saling menyambar-nyambar. Mereka saling melotot, Desmond dengan seringai nakalnya dan Trisha dengan cibiran sinisnya. Sampai akhirnya Trisha memalingkan muka saat menyadari keempat teman mereka telah terdiam, begitu pula dengan setiap tamu lain di sekitar mereka yang menatap kedua orang itu dengan ekspresi penasaran. Merasakan tangan kecil menyentuh bahunya, Trisha berbalik cepat dan menatap Janice. “Tenanglah, Trish. Tahan dirimu. Jangan bikin ribut di rumah klienku, oke?” bisiknya, tersenyum malu pada Desmond. Trisha menatap Janice dan berpaling ke arah Desmond lagi, mendapati pria itu sudah bergabung dengan kedua temannya. “Aku nggak akan bilang kalau aku kenal dia, tapi aku cukup mengenal aktivitasnya tiap malam,” jawab Trisha dengan gigi terkatup. Mata Trisha mengerjap seperti anak kecil polos yang menyimpan rahasi
Read more

Bab 16: Gencatan Senjata

Menyadari apa yang baru saja terjadi, Trisha segera menarik diri, sementara jari-jari mereka masih saling bertautan. Dia segera menarik tangannya dengan berang. Desmond tampak terkejut, terlebih lagi saat Trisha berusaha mendorongnya menjauh. Reaksi gadis itu membuatnya tercengang. "Sial!" pekik Trisha, dan beringsut mundur. Mereka saling memandang dengan garang, sementara Trisha mengusap bibirnya. Dia seolah bisa merasakan bibir basah Desmond masih melekat di bibirnya. Dia siap beranjak pergi tetapi kemudian berbalik dengan cepat. "Dengar! Ini nggak akan kumaafkan karena sudah keterlaluan!" "Terserah apa katamu." Desmond menyeringai, dan Trisha kembali merasakan amarahnya berkobar. "Aku juga nggak mau dengar kamu menyebutku Gadis Bergaun Tidur Merah lagi!" pekiknya tertahan, lalu berjalan kembali menyusuri jalan setapak. "Sampai aku bisa lihat baju tidurmu yang lain, aku akan tetap memanggilmu begitu," balasnya. Mendengar ini, Trisha hampir tersandung tetapi dia tidak berbalik
Read more

Bab 17: Sang Maestro

Minggu sore itu begitu cerah. Pada pukul tiga, Trisha menenteng peralatan melukisnya ke taman East Coast Park di tepi pantai. Di sebuah bangku beton di bawah naungan pohon Angsana yang teduh, dia mulai menggoreskan kuasnya pada kanvas putih. Kedua telinganya tersumbat earphone yang memperdengarkan alunan instrumental, sejenak mengungkung diri dari kebisingan dunia luar. Saat mentari perlahan-lahan beringsut ke peraduannya dan lembayung senja mulai menampakkan semburatnya di ufuk barat, para pengunjung di taman itu berangsur-angsur mulai berkurang. Sampai saat ini hanya tersisa segelintir orang yang menyusuri jalan setapak. Ada yang berpasangan atau bersama anak-anak mereka, ada pula yang sendiri, dan ada yang mengajak anjing mereka berjalan-jalan. Beberapa anak kecil juga terlihat masih berkeliaran di taman bermain di kejauhan. Trisha menenggelamkan dirinya dalam serangkaian goresan cat akriliknya. Sejenak tatapannya tenggelam ke dalam peliknya kegelapan di kejauhan. Dia hanyalah d
Read more

Bab 18: Bertemu Kawan Lama

Pada suatu sore sepulang bekerja. Trisha sedang asyik membaca buku di sudut favoritnya dekat jendela ketika sebuah panggilan telepon masuk dari nomor asing. Ternyata peneleponnya adalah Greta Florence yang ingin mengundangnya makan malam di The Paradise Laguna, sebuah restoran Barat mewah di teluk Marina. Malam itu, dengan mengenakan gaun malam putih sederhana, Trisha memenuhi undangan dan bertemu dengan Greta di tempat yang dijanjikan. Seorang pelayan mengantarnya ke ruang VIP yang sudah dipesan khusus dan menemui Greta yang sudah menunggunya di dalam. Wanita tua itu tampak anggun dengan gaun malam hitam yang elegan rancangan Elan Vital, desainer ternama sedunia. Semua ini menunjukkan bahwa wanita ini sangat kaya raya. "Hai, Trish!" sapa Greta dengan hangat. Mereka pun tertawa dan berpelukan dengan erat. Beberapa saat kemudian seusai makan malam. Sambil menyesap anggur non-alkohol, Trisha menatap Greta dan berkata, "Sudah hampir dua bulan kita tidak bertemu, ya? Sepertinya suda
Read more

Bab 19: Membuka Luka Lama

Ada banyak kenangan buruk yang sepertinya tak terlupakan. Terkadang Trisha benar-benar berharap bisa melupakannya dan melanjutkan hidup. Namun, ada alasan mengapa sebagian dari dirinya masih mengingatnya. Dia lebih suka mengingat sesuatu yang buruk sebagai pengingat daripada mengambil risiko merasakan penderitaan lagi saat tanpa sadar terjerumus ke dalamnya.Membicarakannya dengan orang lain bukanlah hal yang mudah. Itu seperti mengorek-ngorek kembali luka lama yang menimbulkan rasa sakit luar biasa dan membiarkan orang lain melihat kerapuhannya pada titik yang paling rendah.Trisha termangu-mangu sejenak, sementara Greta masih menatapnya. Dia tidak yakin apakah dia siap untuk ini. Selama ini dia selalu hidup dalam dunianya sendiri dan tidak mengizinkan siapa pun melewati batas yang sudah dibangunnya. Hanya karena takut terluka lagi, dia tidak ingin memercayakan hidupnya pada orang lain. Namun, dia merasa sangat lelah.Dia menghela napas, lalu berkata dengan tak berdaya, "Dua bulan ya
Read more

Bab 20: Kemampuan Istimewa

Greta memain-mainkan gelas anggur di tangannya, lalu menatap Trisha dan berkata, "Sering kali korban yang mengalami perlakuan kasar itu merasa lemah dan bodoh. Menurut pengamatanku, orang-orang yang menjadi korban itu sebenarnya individu yang sangat baik, penyayang dan inspiratif." "Mereka menjadi korban perlakuan kasar karena mereka ingin memedulikan orang-orang tersayang di sekitar mereka. Mereka menginginkan yang terbaik untuk keluarga dan teman-teman mereka. Mereka sering terlibat dalam hubungan yang merusak karena fakta ini." "Mereka benar-benar menginginkan yang terbaik untuk pelakunya, tetapi seberapa pun kerasnya mereka mencoba, tampaknya nggak pernah berhasil, jadi mereka berusaha lebih keras, dan lebih keras lagi! Ini menunjukkan ketekunan dan kegigihan yang besar, kekuatan dan kasih sayang yang besar. Semua sifat hebat yang akan membantu mereka melarikan diri!" "Adapun pelaku kekerasan itu sebenarnya adalah individu yang sangat lemah dan merasa tak berdaya. Jika kamu renu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status