Dear readers, mohon maaf sebelumnya atas penundaan dalam update novel ini. Sebagai pemberitahuan saja, author harus bekerja setiap hari dan menulis di beberapa platform lain. Namun, author akan mengusahakan rajin update kisah Trisha dan Desmond ini tiap tiga kali seminggu agar tidak terlalu lama mangkir. Terima kasih atas kesabarannya ya. Love ... love ...
Menyadari apa yang baru saja terjadi, Trisha segera menarik diri, sementara jari-jari mereka masih saling bertautan. Dia segera menarik tangannya dengan berang. Desmond tampak terkejut, terlebih lagi saat Trisha berusaha mendorongnya menjauh. Reaksi gadis itu membuatnya tercengang. "Sial!" pekik Trisha, dan beringsut mundur. Mereka saling memandang dengan garang, sementara Trisha mengusap bibirnya. Dia seolah bisa merasakan bibir basah Desmond masih melekat di bibirnya. Dia siap beranjak pergi tetapi kemudian berbalik dengan cepat. "Dengar! Ini nggak akan kumaafkan karena sudah keterlaluan!" "Terserah apa katamu." Desmond menyeringai, dan Trisha kembali merasakan amarahnya berkobar. "Aku juga nggak mau dengar kamu menyebutku Gadis Bergaun Tidur Merah lagi!" pekiknya tertahan, lalu berjalan kembali menyusuri jalan setapak. "Sampai aku bisa lihat baju tidurmu yang lain, aku akan tetap memanggilmu begitu," balasnya. Mendengar ini, Trisha hampir tersandung tetapi dia tidak berbalik
Minggu sore itu begitu cerah. Pada pukul tiga, Trisha menenteng peralatan melukisnya ke taman East Coast Park di tepi pantai. Di sebuah bangku beton di bawah naungan pohon Angsana yang teduh, dia mulai menggoreskan kuasnya pada kanvas putih. Kedua telinganya tersumbat earphone yang memperdengarkan alunan instrumental, sejenak mengungkung diri dari kebisingan dunia luar. Saat mentari perlahan-lahan beringsut ke peraduannya dan lembayung senja mulai menampakkan semburatnya di ufuk barat, para pengunjung di taman itu berangsur-angsur mulai berkurang. Sampai saat ini hanya tersisa segelintir orang yang menyusuri jalan setapak. Ada yang berpasangan atau bersama anak-anak mereka, ada pula yang sendiri, dan ada yang mengajak anjing mereka berjalan-jalan. Beberapa anak kecil juga terlihat masih berkeliaran di taman bermain di kejauhan. Trisha menenggelamkan dirinya dalam serangkaian goresan cat akriliknya. Sejenak tatapannya tenggelam ke dalam peliknya kegelapan di kejauhan. Dia hanyalah d
Pada suatu sore sepulang bekerja. Trisha sedang asyik membaca buku di sudut favoritnya dekat jendela ketika sebuah panggilan telepon masuk dari nomor asing. Ternyata peneleponnya adalah Greta Florence yang ingin mengundangnya makan malam di The Paradise Laguna, sebuah restoran Barat mewah di teluk Marina. Malam itu, dengan mengenakan gaun malam putih sederhana, Trisha memenuhi undangan dan bertemu dengan Greta di tempat yang dijanjikan. Seorang pelayan mengantarnya ke ruang VIP yang sudah dipesan khusus dan menemui Greta yang sudah menunggunya di dalam. Wanita tua itu tampak anggun dengan gaun malam hitam yang elegan rancangan Elan Vital, desainer ternama sedunia. Semua ini menunjukkan bahwa wanita ini sangat kaya raya. "Hai, Trish!" sapa Greta dengan hangat. Mereka pun tertawa dan berpelukan dengan erat. Beberapa saat kemudian seusai makan malam. Sambil menyesap anggur non-alkohol, Trisha menatap Greta dan berkata, "Sudah hampir dua bulan kita tidak bertemu, ya? Sepertinya suda
Ada banyak kenangan buruk yang sepertinya tak terlupakan. Terkadang Trisha benar-benar berharap bisa melupakannya dan melanjutkan hidup. Namun, ada alasan mengapa sebagian dari dirinya masih mengingatnya. Dia lebih suka mengingat sesuatu yang buruk sebagai pengingat daripada mengambil risiko merasakan penderitaan lagi saat tanpa sadar terjerumus ke dalamnya.Membicarakannya dengan orang lain bukanlah hal yang mudah. Itu seperti mengorek-ngorek kembali luka lama yang menimbulkan rasa sakit luar biasa dan membiarkan orang lain melihat kerapuhannya pada titik yang paling rendah.Trisha termangu-mangu sejenak, sementara Greta masih menatapnya. Dia tidak yakin apakah dia siap untuk ini. Selama ini dia selalu hidup dalam dunianya sendiri dan tidak mengizinkan siapa pun melewati batas yang sudah dibangunnya. Hanya karena takut terluka lagi, dia tidak ingin memercayakan hidupnya pada orang lain. Namun, dia merasa sangat lelah.Dia menghela napas, lalu berkata dengan tak berdaya, "Dua bulan ya
Greta memain-mainkan gelas anggur di tangannya, lalu menatap Trisha dan berkata, "Sering kali korban yang mengalami perlakuan kasar itu merasa lemah dan bodoh. Menurut pengamatanku, orang-orang yang menjadi korban itu sebenarnya individu yang sangat baik, penyayang dan inspiratif." "Mereka menjadi korban perlakuan kasar karena mereka ingin memedulikan orang-orang tersayang di sekitar mereka. Mereka menginginkan yang terbaik untuk keluarga dan teman-teman mereka. Mereka sering terlibat dalam hubungan yang merusak karena fakta ini." "Mereka benar-benar menginginkan yang terbaik untuk pelakunya, tetapi seberapa pun kerasnya mereka mencoba, tampaknya nggak pernah berhasil, jadi mereka berusaha lebih keras, dan lebih keras lagi! Ini menunjukkan ketekunan dan kegigihan yang besar, kekuatan dan kasih sayang yang besar. Semua sifat hebat yang akan membantu mereka melarikan diri!" "Adapun pelaku kekerasan itu sebenarnya adalah individu yang sangat lemah dan merasa tak berdaya. Jika kamu renu
Orang bilang kebahagiaan itu lebih besar daripada kesedihan dan yang lain berpendapat kesedihan itu lebih besar daripada kebahagiaan. Namun sesungguhnya kedua hal itu berjalan seiring dan tidak dapat dipisahkan. Bagaikan dua keping mata uang. Bagaikan dua sisi gelap dan terang rembulan. Cara pandang setiap orang berbeda-beda tergantung bagaimana cara mereka memandang dan situasi yang mereka hadapi. Greta dan Trisha memiliki kemampuan istimewa yang sama tetapi menghadapinya dengan cara yang berbeda. Sementara Trisha berusaha menekan kemampuan istimewanya dengan penderitaan hidup yang dialaminya, Greta membiarkannya berkembang tak terkendali hingga berujung tragedi demi tragedi dalam hidupnya. Dia pernah membaca riset yang dilakukan oleh para peneliti. Kemampuan membaca pikiran bisa terjadi berkat kerja sistem saraf di otak. Bagian otak ini bisa dibilang sebagai pusat kendali ketika berinteraksi dengan orang lain. Saat mencoba berbagai cara membaca pikiran orang lain, bagian ini bek
Pada suatu pagi, dalam perjalanan menuju pertemuan dengan seorang klien. Trisha mendengar benturan keras sebelum percikan darah menyembur ke arahnya. Dia terkesiap dan menyingkir cepat kembali ke trotoar. Salah satu tumit sepatunya tidak berhasil melewati trotoar, jadi dia memegang tiang rambu lalu lintas "Dilarang Berhenti" untuk menenangkan diri. Tentu saja, dia sangat terguncang. Jantungnya berdebar kencang. Napasnya terengah-engah dan keringat mulai membasahi sekujur tubuhnya. Pria malang itu ada di depannya beberapa detik yang lalu. Mereka berdiri di tengah kerumunan orang yang sedang menunggu lampu hijau menyala ketika pria itu melangkah ke penyeberangan pejalan kaki sebelum waktunya. Trisha menerjang maju berupaya menghentikannya, tetapi hanya menggapai udara kosong. Pria itu sudah bergerak lebih cepat, bersamaan dengan sebuah truk yang melaju kencang ke arahnya dan menghantamnya dengan keras. Trisha memejamkan mata sebelum kepala pria itu tersungkur di bawah ban, tetapi
Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Dia tidak berani memperhatikan sekelilingnya lagi, khawatir akan menyaksikan wajah-wajah mengerikan lainnya. Akhirnya dia lebih memilih untuk menundukkan kepala atau menatap ponselnya sampai MRT membawanya ke tempat tujuan. Detak jantung Trisha melonjak kaget saat seorang wanita tua di sebelah kiri tiba-tiba menyentuh pundaknya. Mungkin karena terhanyut dalam pikirannya sehingga dia tidak menyadari ketika wanita itu duduk di sebelahnya. "Ada apa, Nona? Sepertinya terjadi sesuatu padamu." Trisha hanya menggelengkan kepalanya dan mengibaskan tangannya dengan pelan. "I'm good. Thank you (Aku baik-baik saja. Terima kasih)." Kepala Trisha dipenuhi dengan banyak pertanyaan campur aduk yang membuatnya bingung. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa dia menyaksikan penglihatan aneh ini. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia lihat. Otot-otot di tubuhnya benar-benar menegang. Dia tidak ingin wanita asing itu menyentuhnya. Namun apa boleh bu