Pada suatu pagi, dalam perjalanan menuju pertemuan dengan seorang klien. Trisha mendengar benturan keras sebelum percikan darah menyembur ke arahnya. Dia terkesiap dan menyingkir cepat kembali ke trotoar. Salah satu tumit sepatunya tidak berhasil melewati trotoar, jadi dia memegang tiang rambu lalu lintas "Dilarang Berhenti" untuk menenangkan diri. Tentu saja, dia sangat terguncang. Jantungnya berdebar kencang. Napasnya terengah-engah dan keringat mulai membasahi sekujur tubuhnya. Pria malang itu ada di depannya beberapa detik yang lalu. Mereka berdiri di tengah kerumunan orang yang sedang menunggu lampu hijau menyala ketika pria itu melangkah ke penyeberangan pejalan kaki sebelum waktunya. Trisha menerjang maju berupaya menghentikannya, tetapi hanya menggapai udara kosong. Pria itu sudah bergerak lebih cepat, bersamaan dengan sebuah truk yang melaju kencang ke arahnya dan menghantamnya dengan keras. Trisha memejamkan mata sebelum kepala pria itu tersungkur di bawah ban, tetapi
Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Dia tidak berani memperhatikan sekelilingnya lagi, khawatir akan menyaksikan wajah-wajah mengerikan lainnya. Akhirnya dia lebih memilih untuk menundukkan kepala atau menatap ponselnya sampai MRT membawanya ke tempat tujuan. Detak jantung Trisha melonjak kaget saat seorang wanita tua di sebelah kiri tiba-tiba menyentuh pundaknya. Mungkin karena terhanyut dalam pikirannya sehingga dia tidak menyadari ketika wanita itu duduk di sebelahnya. "Ada apa, Nona? Sepertinya terjadi sesuatu padamu." Trisha hanya menggelengkan kepalanya dan mengibaskan tangannya dengan pelan. "I'm good. Thank you (Aku baik-baik saja. Terima kasih)." Kepala Trisha dipenuhi dengan banyak pertanyaan campur aduk yang membuatnya bingung. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa dia menyaksikan penglihatan aneh ini. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia lihat. Otot-otot di tubuhnya benar-benar menegang. Dia tidak ingin wanita asing itu menyentuhnya. Namun apa boleh bu
Manusia tidak pernah tahu kapan kematian akan tiba. Beberapa orang berada dalam keadaan sakit, yang memberikan suatu pertanda, seperti mendung pekat disertai angin kencang yang menandakan badai akan tiba. Akhir kehidupan mereka sudah dekat. Namun banyak lagi yang lainnya mengalami kematian tanpa peringatan sama sekali, dalam momen tak terduga yang membelah dunia menjadi dua batas dalam sekejap, memisahkan antara yang hidup dari yang mati. Dia pernah mencicipi kematian. Ya, dia pernah mati. Padahal usianya pun belum menginjak tujuh belas tahun tetapi Malaikat Maut telah menjemputnya. Namun dia berhasil menipu kematian. Beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ketujuh belas, semuanya berubah. Dia dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans dalam keadaan tak sadarkan diri. Untunglah dia sampai di sana tepat waktu. Waktu itu tubuhnya sudah dingin dan kaku. Dia mengalami hipotermia karena suhu tubuh yang menurun drastis hingga mengancam nyawanya. Semua ini terjadi karena kecelakaan yan
Sejak mengetahui kemampuan istimewanya, Trisha rela memberikan apa pun untuk menjadi orang normal seperti adiknya Roy. Dia tidak tahu kapan pertama kali menyadari bahwa dia memiliki apa yang disebut banyak orang sebagai Mata Ketiga, Kekuatan Pikiran, Intuisi, Kepekaan Batin, Indra Keenam, Mata Batin atau apa pun istilah lainnya. Dia tidak akan dapat memperkirakan kapan semuanya berawal. Beberapa orang juga percaya bahwa setiap orang dapat memiliki kemampuan psikis yang dapat diaktifkan atau ditingkatkan melalui studi dan praktek berbagai disiplin ilmu dan teknik seperti meditasi dan ramalan, dengan sejumlah buku dan situs yang ditujukan untuk instruksi dalam metode ini. Keyakinan populer lainnya adalah bahwa kemampuan psikis bersifat turun temurun, dengan orang tua mewariskan kemampuan istimewa itu kepada anak-anak mereka. Kemampuan yang dimiliki Trisha dimulai seperti biji benih kecil yang kemudian tumbuh sedikit demi sedikit, cukup lambat sehingga dia bahkan tidak menyadarinya. Me
Trisha sangat mencintai ayahnya, tetapi sepertinya ayah tidak mencintainya dengan cara yang sama sebesar cintanya pada ayah. Sepertinya ayah mencintai Trisha hanya karena berutang pengabdian dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, bukan semata-mata karena Trisha layak mendapatkannya. Dia sering berpikir mengapa ayahnya bersikap seolah-olah dia hanyalah momok baginya, terutama sejak kematian Tristan. Trisha berpikir tidak ada orang di keluarga ini yang tahu betapa kesepiannya dia kadang-kadang. Sering kali dia berharap ayah akan menatapnya dengan pancaran yang sama di matanya seperti yang dia tunjukkan kepada adiknya Roy. Ibu mengatakan bagaimana Trisha sejak lahir hingga tumbuh besar, pikirannya berpacu lebih cepat daripada apa yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Menurut ibunya, Trisha terlahir ke dunia lebih dahulu sebelum Tristan dengan berteriak sekencang mungkin seolah-olah mencoba membangkitkan orang mati. Kemudian Trisha mendapat pandangan jauh ke depan yang terasa seolah-
Suatu saat dua saudara sepupu Trisha, Jimmy dan Lisa, menginap di rumahnya. Saat semua orang sedang terlelap, Trisha terbangun di tengah malam karena suara Roy yang merintih dalam tidurnya. Saat dia melingkarkan lengannya ke tubuh adiknya, getaran aneh bergerak di bawah tangannya, jauh di bawah kulitnya. Sesuatu di dalam perut adiknya membusuk. Dia hendak membangunkan Roy ketika adiknya terbangun dan muntah di seluruh tempat tidur."Tetaplah disini!" kata Trisha.Roy meraung di belakangnya saat Trisha berlari terbirit-birit ke kamar orang tuanya, nyaris terjungkal karena tersandung langkahnya sendiri. Dia mengguncang lengan ayahnya dengan sangat keras untuk membangunkannya."Roy muntah," ujar Trisha.Ibu beringsut dengan gerakan lambat, tetapi ayah membuka selimut dan menarik jubah flanelnya. Sesampainya di kamar, Jimmy sedang duduk di tempat tidur Roy dengan baju tidur putihnya. Lisa berkeliaran di belakang ayah dan Trisha."Ugh!" ujar Lisa, memegangi hidungnya, yang membuat Roy mera
Beberapa minggu setelah kecelakaan yang menimpanya sebelum usia 17 tahun, Trisha terbangun oleh suara pelan ibu dan ayah serta suara-suara lain yang tidak dia kenal. Kepalanya berdenyut saat dia membuka mata pada ruangan serba putih yang menyilaukan. Dinding putih, lantai putih, seprai putih, ranjang putih. Dengan terkejut, dia meraba wajahnya. Di mana aku? Apa yang terjadi? "Hasil tesnya bagus," kata suara yang tidak dikenal itu. “Kami tidak menemukan jejak obat-obatan atau alkohol dalam sistem tubuhnya." "Tidak ada?" Ibunya terdengar kecewa, sepertinya berita bahwa tidak ada narkoba atau alkohol adalah berita buruk baginya. "Tidak, maafkan aku." Kenapa ibu tampak kecewa? Pelipis Trisha berdenyut saat memperhatikan respons ibunya. Mengapa dia menyesal? Trisha menggeser lengannya dan kali ini, dia mengerti mengapa warna putihnya begitu cerah. Sinar matahari menembus masuk lewat jendela yang terbuka. Dia membalikkan kepalanya di atas bantal dan memperhatikan kedua orang tuanya dan s
Apa yang akan kau lakukan jika seseorang memberitahumu bahwa masa lalumu dan semua yang kau yakini adalah kebohongan?Lari, jawab benak Trisha. Lari dari kenyataan dan berusaha menutupinya.Wanita yang duduk di meja di seberangnya sedang berpikir untuk berselingkuh dengan rekan kerjanya. Dia membayangkan kulit gelap pria itu berkilau di bawah sinar matahari yang hangat, otot-ototnya menegang saat pria itu memeluk pinggangnya dan menciumnya. Atau mungkin, pikirnya, dia berpikir untuk berselingkuh dengan pria yang membersihkan kolamnya. Suaminya sedang ke luar negeri untuk perjalanan bisnis dan tidak akan pernah tahu.Trisha ingin mengatakan kepada wanita itu bahwa itu tidak akan berhasil, bahwa dalam tampilan ibu rumah tangga yang putus asa itu, mereka selalu mencurigai pria yang membersihkan kolam. Namun, Trisha tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak mau mencampuri urusan orang lain. Sebaliknya, dia menyembunyikan seringainya dengan menundukkan kepala dan mengusap meja tempat dia menikma
Setiap saraf di tubuh Trisha seakan-akan mati rasa, mendesaknya untuk segera berlari, berbuat sesuatu, tetapi dia hanya berdiri dan diam terpaku dalam kebimbangan. Sayangnya terlambat. Dia merasakan kehadiran Arthur sepersekian detik sebelum sosok itu menabraknya. Rasanya seperti dihadang oleh seekor banteng. Tangan Arthur menghantam perutnya dengan bunyi gedebuk yang membuat napasnya tercekat dan tubuhnya terbanting dengan keras ke tanah. Pasir menyembur di sekelilingnya, beterbangan di udara seperti confetti kristal. Dengan mengaduh kesakitan luar biasa, tubuhnya terbaring dengan menggeliat di pasir pantai. Dia menatap bintang-bintang berkelap-kelip di langit yang mulai gelap. Itu tidak nyata … seolah-olah dia sedang bermimpi. Atau mungkin dia sedang mengalami mimpi buruk. Ini tidak mungkin terjadi. Tatapan Arthur yang menjulang tinggi di atasnya membawanya kembali ke dunia nyata dan seketika Trisha sadar bahwa itu bukan mimpi. Jika tidak bertindak cepat, dia mungkin tidak memilik
Tak lama kemudian, Trisha melihat sepasang kekasih bergerak menjauh dan di sana, lebih jauh ke pantai, dia melihat seorang pria berjalan ke arahnya. Kesadaran yang aneh seakan-akan menariknya kembali ke bumi. Pria itu sendirian, tetapi dia tidak tampak kesepian. Tidak, dia sangat tinggi, sangat tampan, dan cara berjalannya terlalu percaya diri sehingga tidak mungkin kesepian. Trisha memiringkan kepalanya, bersandar di sebatang palang besi, merasa bingung. Ada sesuatu tentang cara dia berjalan ... saat rambut hitamnya berkilauan dengan latar belakang cahaya matahari. Meskipun tidak bisa melihat mata pria itu di balik kacamata hitamnya, Trisha berani bersumpah bahwa orang itu sedang menatapnya. Mungkin dia sedang bermimpi. Atau mungkin tempat ini benar-benar ajaib dan mempertemukannya dengan orang itu. Dia bergidik saat memikirkannya. Tidak ada yang aneh dengan celana pendek dan T-shirt yang dikenakan pria itu. Bahkan dalam cara tubuhnya bergerak dengan lancar, semua ototnya tampak me
Apa yang akan kau lakukan jika seseorang memberitahumu bahwa masa lalumu dan semua yang kau yakini adalah kebohongan?Lari, jawab benak Trisha. Lari dari kenyataan dan berusaha menutupinya.Wanita yang duduk di meja di seberangnya sedang berpikir untuk berselingkuh dengan rekan kerjanya. Dia membayangkan kulit gelap pria itu berkilau di bawah sinar matahari yang hangat, otot-ototnya menegang saat pria itu memeluk pinggangnya dan menciumnya. Atau mungkin, pikirnya, dia berpikir untuk berselingkuh dengan pria yang membersihkan kolamnya. Suaminya sedang ke luar negeri untuk perjalanan bisnis dan tidak akan pernah tahu.Trisha ingin mengatakan kepada wanita itu bahwa itu tidak akan berhasil, bahwa dalam tampilan ibu rumah tangga yang putus asa itu, mereka selalu mencurigai pria yang membersihkan kolam. Namun, Trisha tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak mau mencampuri urusan orang lain. Sebaliknya, dia menyembunyikan seringainya dengan menundukkan kepala dan mengusap meja tempat dia menikma
Beberapa minggu setelah kecelakaan yang menimpanya sebelum usia 17 tahun, Trisha terbangun oleh suara pelan ibu dan ayah serta suara-suara lain yang tidak dia kenal. Kepalanya berdenyut saat dia membuka mata pada ruangan serba putih yang menyilaukan. Dinding putih, lantai putih, seprai putih, ranjang putih. Dengan terkejut, dia meraba wajahnya. Di mana aku? Apa yang terjadi? "Hasil tesnya bagus," kata suara yang tidak dikenal itu. “Kami tidak menemukan jejak obat-obatan atau alkohol dalam sistem tubuhnya." "Tidak ada?" Ibunya terdengar kecewa, sepertinya berita bahwa tidak ada narkoba atau alkohol adalah berita buruk baginya. "Tidak, maafkan aku." Kenapa ibu tampak kecewa? Pelipis Trisha berdenyut saat memperhatikan respons ibunya. Mengapa dia menyesal? Trisha menggeser lengannya dan kali ini, dia mengerti mengapa warna putihnya begitu cerah. Sinar matahari menembus masuk lewat jendela yang terbuka. Dia membalikkan kepalanya di atas bantal dan memperhatikan kedua orang tuanya dan s
Suatu saat dua saudara sepupu Trisha, Jimmy dan Lisa, menginap di rumahnya. Saat semua orang sedang terlelap, Trisha terbangun di tengah malam karena suara Roy yang merintih dalam tidurnya. Saat dia melingkarkan lengannya ke tubuh adiknya, getaran aneh bergerak di bawah tangannya, jauh di bawah kulitnya. Sesuatu di dalam perut adiknya membusuk. Dia hendak membangunkan Roy ketika adiknya terbangun dan muntah di seluruh tempat tidur."Tetaplah disini!" kata Trisha.Roy meraung di belakangnya saat Trisha berlari terbirit-birit ke kamar orang tuanya, nyaris terjungkal karena tersandung langkahnya sendiri. Dia mengguncang lengan ayahnya dengan sangat keras untuk membangunkannya."Roy muntah," ujar Trisha.Ibu beringsut dengan gerakan lambat, tetapi ayah membuka selimut dan menarik jubah flanelnya. Sesampainya di kamar, Jimmy sedang duduk di tempat tidur Roy dengan baju tidur putihnya. Lisa berkeliaran di belakang ayah dan Trisha."Ugh!" ujar Lisa, memegangi hidungnya, yang membuat Roy mera
Trisha sangat mencintai ayahnya, tetapi sepertinya ayah tidak mencintainya dengan cara yang sama sebesar cintanya pada ayah. Sepertinya ayah mencintai Trisha hanya karena berutang pengabdian dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, bukan semata-mata karena Trisha layak mendapatkannya. Dia sering berpikir mengapa ayahnya bersikap seolah-olah dia hanyalah momok baginya, terutama sejak kematian Tristan. Trisha berpikir tidak ada orang di keluarga ini yang tahu betapa kesepiannya dia kadang-kadang. Sering kali dia berharap ayah akan menatapnya dengan pancaran yang sama di matanya seperti yang dia tunjukkan kepada adiknya Roy. Ibu mengatakan bagaimana Trisha sejak lahir hingga tumbuh besar, pikirannya berpacu lebih cepat daripada apa yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Menurut ibunya, Trisha terlahir ke dunia lebih dahulu sebelum Tristan dengan berteriak sekencang mungkin seolah-olah mencoba membangkitkan orang mati. Kemudian Trisha mendapat pandangan jauh ke depan yang terasa seolah-
Sejak mengetahui kemampuan istimewanya, Trisha rela memberikan apa pun untuk menjadi orang normal seperti adiknya Roy. Dia tidak tahu kapan pertama kali menyadari bahwa dia memiliki apa yang disebut banyak orang sebagai Mata Ketiga, Kekuatan Pikiran, Intuisi, Kepekaan Batin, Indra Keenam, Mata Batin atau apa pun istilah lainnya. Dia tidak akan dapat memperkirakan kapan semuanya berawal. Beberapa orang juga percaya bahwa setiap orang dapat memiliki kemampuan psikis yang dapat diaktifkan atau ditingkatkan melalui studi dan praktek berbagai disiplin ilmu dan teknik seperti meditasi dan ramalan, dengan sejumlah buku dan situs yang ditujukan untuk instruksi dalam metode ini. Keyakinan populer lainnya adalah bahwa kemampuan psikis bersifat turun temurun, dengan orang tua mewariskan kemampuan istimewa itu kepada anak-anak mereka. Kemampuan yang dimiliki Trisha dimulai seperti biji benih kecil yang kemudian tumbuh sedikit demi sedikit, cukup lambat sehingga dia bahkan tidak menyadarinya. Me
Manusia tidak pernah tahu kapan kematian akan tiba. Beberapa orang berada dalam keadaan sakit, yang memberikan suatu pertanda, seperti mendung pekat disertai angin kencang yang menandakan badai akan tiba. Akhir kehidupan mereka sudah dekat. Namun banyak lagi yang lainnya mengalami kematian tanpa peringatan sama sekali, dalam momen tak terduga yang membelah dunia menjadi dua batas dalam sekejap, memisahkan antara yang hidup dari yang mati. Dia pernah mencicipi kematian. Ya, dia pernah mati. Padahal usianya pun belum menginjak tujuh belas tahun tetapi Malaikat Maut telah menjemputnya. Namun dia berhasil menipu kematian. Beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ketujuh belas, semuanya berubah. Dia dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans dalam keadaan tak sadarkan diri. Untunglah dia sampai di sana tepat waktu. Waktu itu tubuhnya sudah dingin dan kaku. Dia mengalami hipotermia karena suhu tubuh yang menurun drastis hingga mengancam nyawanya. Semua ini terjadi karena kecelakaan yan
Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Dia tidak berani memperhatikan sekelilingnya lagi, khawatir akan menyaksikan wajah-wajah mengerikan lainnya. Akhirnya dia lebih memilih untuk menundukkan kepala atau menatap ponselnya sampai MRT membawanya ke tempat tujuan. Detak jantung Trisha melonjak kaget saat seorang wanita tua di sebelah kiri tiba-tiba menyentuh pundaknya. Mungkin karena terhanyut dalam pikirannya sehingga dia tidak menyadari ketika wanita itu duduk di sebelahnya. "Ada apa, Nona? Sepertinya terjadi sesuatu padamu." Trisha hanya menggelengkan kepalanya dan mengibaskan tangannya dengan pelan. "I'm good. Thank you (Aku baik-baik saja. Terima kasih)." Kepala Trisha dipenuhi dengan banyak pertanyaan campur aduk yang membuatnya bingung. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa dia menyaksikan penglihatan aneh ini. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia lihat. Otot-otot di tubuhnya benar-benar menegang. Dia tidak ingin wanita asing itu menyentuhnya. Namun apa boleh bu