Home / Rumah Tangga / Aku Tak Bodoh / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Aku Tak Bodoh: Chapter 41 - Chapter 50

151 Chapters

Part 41

Tak ada yang dapat kulakukan selain rebahan di atas ranjang kamar tidurku. Jika saja sudah ada anak dipernikahan kami ini, sudah pasti aku tak akan merasa kesunyian jika ditinggal main oleh Mas Bima, contohnya ya seperti weekend ini. Emang lakik nggak peka. Ingin call Arimbi, aku takut mengganggu weekendnya dengan Mas Fadil. Ingin call Ibu dan Ayah, juga tak mungkin. Mereka sedang tabligh akbar dari perwiritan. Guling-guling kesana kemari sembari bermain gawai menjadi pilihan terakhirku dengan diselingi nyanyian kecil. Heran, suka menyanyi semakin menjadi jadi, semenjak aku lihat loudspeaker kepunyaan Mbak Yana. Jadi kepengen punya yang begituan juga. "Sekali putaran, setengah putaran, bersihkan sel kulit mati dan kotoran. Tar putar di wajah, bilas. Multivitamin. Em mm mm mmmm … Em mm mmmmm …." (Hayoo siapa yang ikutan nyanyi juga? Hi hi) Brem … suara sepeda motor Mas Bima terdengar di depan rumah. "Firda … kamu dimana?" Suara Mas Bima memekakkan begitu ia masuk ke dalam rumah.
last updateLast Updated : 2024-01-10
Read more

Part 42

Pagi di awal hari kerja pun kembali menampakkan auranya. Rutinitas pagiku pun telah selesai. Mas Bima telah bersiap di meja makan. Kami menikmati sarapan pagi dengan tenang tanpa ada gangguan yang berarti di beberapa bulan belakangan ini. Waktu nyantai untuk berangkat kerja masih banyak. Tumben Mas Bima bangunnya pagi sekali. Ia malah ikut membantuku mengerjakan pekerjaan yang selalu aku lakoni sendiri ketika pagi menjelang. Aku tahu itu, ini pasti ada apa-apanya hingga dia berlaku mencurigakan. Pun, pulang dari rumah Mbak Yana ia tak sedikit pun membahas tentang BPKB. Tak mungkin kakak perempuannya itu melewatkan masalah itu, bukan? Aku pun diam saja, sudah ada rencana yang tersusun rapi dengan yang namanya BPKB. "Biiiim …."Laaah, baru dibilang pagi ini sangat tenang, alarm rusak kembali berdering"Iya Tan, kenapa panik gitu?" tanya Mas Bima ketika melihat Tante Tika keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan histeris. "Yona belum pulang dari semalam!" keluh Tante Tika kepada Ma
last updateLast Updated : 2024-01-10
Read more

Part 43

Hampir menjelang magrib aku diantar Arimbi pulang. Muter-muter naik motor bareng sahabat emang pilihan tepat buatku saat ini. Dari jalan mulus hingga jalan buntu kami puterin. Serasa kembali jadi anak gadis jika jalan bareng Arimbi. Emang nggak bisa dibayangkan, jika aku harus berpisah dengan itu orang. "Mbi, gue turun di sini aja!" pintaku kepada Arimbi agar menghentikan laju sepeda motornya. "Loh, nggak diantar sampai rumah aja?" jawab Arimbi bingung. "Nggak Mbi. Gue mau ke warung dulu. Ada yang mau dicari," balasku lagi. Sahabatku itu menghentikan motornya. Aku turun perlahan, ia mulai bersuara lagi. "Fir, saran gue nih ya, kalau emang udah ada niatan buat ngejendes, mulai sekarang lu siapin mental baja," ujar Arimbi sambil mulut dan dagunya menunjuk warung Bu Ratna karena melihat masih banyak Ibu Ibu cekikian di sana. "Sesudah ngejendes, gue dukung lu buat jadi pelakor handal. Ha ha ha. Oke lah. Gue deluan ya. Bye…." lanjutnya lagi sambil tertawa jahil. "Monyong lu. Ati-at
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 44

"Ya gue kira, pasti bakalan ditolak sama Mbak lu itu," balas Hendrik dengan berbisik juga"Tadi kan perempuan itu udah nolak. Kenapa lu kembaliin lagi? Pake acara nolak segala!" bisik Viona lagi semakin kesal. "Gue pikir, Mbak kamu bakalan terus nolak. Ternyata cuma nolak sekali, diambil dah tuh duit. Ck, jancuk!" Ha ha ha. Indra keenam seorang Firda emang benar-benar sudah ter-asah. Auto bakalan nggak bisa tidur nyenyak. Kusimpan amplop tebal pada baju yang tergantung di lemari. Kemudian aku keluar sambil membawa handuk dan pakaian ganti dari kamar dan melewati mereka. "Loh, kok masih di sini? Ngobrol itu enaknya di depan," kataku. "Iya Mbak, barusan dari kamar mandi, he he he," ucap Hendrik berbohong. "Oh ya? Udah selesai kan kamar mandinya? Mbak mo pake, mo bersih-bersih," ujarku lagi. "Sudah Mbak, sudah kok, silahkan!" ucap Hendrik. Aku berjalan melewati mereka. Bersiul riang dan tak lupa berputar putar seperti anak kecil. Andai saja ibuku melihat tingkah anaknya begini, pa
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 45

Aku lupa belum menghitung jumlah nominal amplop dari pacarnya Viona. Aku merogoh baju dimana aku menyimpan amplop tadi. Amplopnya benar-benar tebal. Kubuka untuk melihat isinya. Lembaran berwarna biru dan tertulis di kertas putihnya lima juta rupiah. Wah, banyak juga nih uang. Pantas aja Viona terlihat kesal. Untung aja tadi nolaknya main-main. "Kamu sedang apa, Dek?" Tiba-tiba Mas Bima sudah berada di belakangku. Amplop yang di tangan segera kucampakkan kembali. Untung saja aku melihatnya dari balik pintu lemari. Jika tidak, mungkin malam ini uang itu hanya tinggal kenangan. "Nggak ada, Mas! Sedang cari baju yang di gantung. Kenapa?" jawabku kebingungan. "Ada Bu Kokom diluar nyariin. Kamu mau utang sama dia ya, Dek?" tanya Mas Bima kepo. "Nggak ada tuh? Mungkin ada perlu. Biar Firda liat sebentar, Mas!" jelasku.Aku berjalan keluar dari dalam kamar dan menemui Bu Kokom di luar. "Eh, Bu Kokom, ada perlu ya?" tanyaku begitu melihat Bu Kokom duduk di sofa sambil ngipasin lehernya
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 46

Mas Bima sudah nyenyak. Aku masih iseng scroll gawai di media sosial berlogo biru. Banyak kulihat postingan Mbak Yana tentang kebahagiannya yang semu di hari-hari hidupnya. Bagi yang tahu pasti akan menertawakan, tapi bagi yang tak tahu akan merasa bahwa kehidupan Mbak Yana sungguh sempurna. Tiba-tiba jempolku ngerem mendadak demi melihat wajah familiar di benda pipihku ini. Kubaca caption di atasnya, lalu berkali kali memindai wajah yang terpampang di sana. 'Dicari, Mirasantika. Penipu ulung! Telah melarikan uang member arisan sebesar tiga ratus juta. Bagi siapa yang tahu keberadaannya bisa hubungi ke nomor ini. Aku beranjak dari rebahan dan duduk tegak sambil melototkan mata untuk memastikan kalau itu memang benar-benar wajah Tante Tika. Kuputar gawaiku ke kanan, nggak berubah. Kuputar lagi ke kiri, tetap wajah tante Tika. Fix, ini memang dia. Kerreeeen, ternyata dia lebih terkenal dari trio cumi-cumi. Bikin iri saja. Aku save nomor yang tertera di sana. Pantas aja wanita tadi s
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 47

"Duh … lu emang buat orang makin penasaran aja ya. Berapa bisanya, Cantik?" ucapnya semakin kurang ajar. Bahkan Hendrik sudah berani mendatangi dan ingin duduk di sebelahku. Ia mencoba memegang pergelangan tanganku. Aku menepis tangannya dengan cepat dan berdiri menghadapnya. Melihatku berdiri ia ikutan berdiri dan sekali lagi mencoba menarik tanganku. Bahkan di rumahku sendiri, ia berani memperlakukan tuan rumah seperti itu. "Nggak usah sok nolak, Cantik? Kamu maunya berapa?" "Hujan badai, angin ribut, halilintar, lu bukan tipe gue. Kenapa? Kelihatan kalau adik lu itu kecil, kurang memuaskan!" balasku emosi mendengar dia ingin menawarku. Setelah berkata begitu, Bang ojol tepat berhenti di depan teras rumah, hingga membuat gerakan Hendrik terhenti untuk kembali memegang pergelangan tanganku. "Tenang aja, gue akan buktiin entar ke elu!" ucapnya sambil menyeringai. Aku masih mendengar gumaman Hendrik ketika akan menaiki motor Abang ojol. "Tolong ya! Itu bibir dikaretin. Biar ngga
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 48

"Nggak perlu pake Hp tersangka?" tanyaku lagi karena emang beneran nggak tahu. "Hari gene, nggak perlu pake Hp tersangka. Kita sadap dari jarak jauh tanpa scan dan tanpa menyentuh, cukup masukkan nomor WhatsApp. Mau kagak kalian?" tawarnya dengan senyum dikulum. "Mau, mau, mau," jawabku cepat berbarengan dengan Yanti. "Mau, mau, mau." Yanti juga tak kalah heboh. Suasana tiba-tiba riuh karena ulah kami yang mengharap bantuan Endang untuk menyadap nomor WA pasangan masing-masing. "Sssst … B aja napa sih!" protes Endang karena tingkah kami yang absurd. "Ha ha ha. Sori sori …" ujar Yanti. Yanti menyerahkan gawainya ke tangan Endang, ketika aku akan menyerahkan gawai ke tangannya juga, benda pipihku kembali berdering. Aku segera menggeser kursi kerjaku untuk menjauh dari mereka. "Ya, halo!" jawabku benar-benar kesal. Sibuk amat ya, Fir?" sambung Mas Adit dari seberang. "Ya gitu deh, Mas!" jawabku malas malasan. "Udah masuk, ya!" ucapnya memberi tahu. "Oia udah Mas, makasih bany
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 49

Aku bersiap memesan ojol sebelum Mas Adit kembali. Ketika sedang asik dengan gawai, telingaku menangkap suara seperti gemuruh air bah. Aku terdiam sejenak. Ah, mana mungkin itu suara air, pikirku. Aku kembali fokus ke gawai, akan tetapi suara itu semakin jelas terdengar. Aku memandang langit malam. Cerah.Grooong … waaa … ooiiii … breng … breng … grong! Semakin dekat suara itu semakin jelas. Itu bukan suara gemuruh langit atau air bah, tetapi suara geberan motor bersanding dengan teriakan manusia. Tiba-tiba dari ujung jalan aku melihat beberapa orang yang berlalu lalang, para peminta minta maupun anak-anak jalanan yang masih mengamen, panik berlari ketakutan ke arah dimana aku masih berdiri. Sejurus kemudian disusul oleh puluhan sepeda motor yang dikendarai dengan ugal ugalan. Para pemotor yang berjaket hitam itu meneriaki, mengacau bahkan tak segan menyambit para pengguna jalan dengan alat yang ada di tangan mereka. Sedetik kemudian dari arah kiriku juga muncul puluhan sepeda mo
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

Part 50

Akhirnya aku beneran terjatuh dengan elegan di atas aspal kasar. Dahiku mengenai batu. Aku memeriksanya dengan menempelkan jari-jariku di sana. Dahiku sedikit mengeluarkan darah. Darah rendah, berdiri tiba-tiba ya bahaya. Si pria misterius mendatangiku dan membantuku berdiri. "Kamu nggak papa?" tanyanya khawatir. "Serasa modar sayanya," jawabku tak perduli. "Maaf jika perkataan saya membuat kamu kaget!" sesalnya. "Nggak apa. Ya sudah, ayo kita jalan, ssttt … takut mereka nyamperin lagi!" ajakku lemah dengan sedikit erangan menahan sakit di dahi. Aku kembali naik ke atas jok motor. "Saya antar pulang, ya!" katanya lagi. "Baik, terima kasih! Jalan cinta, Rt lima Rw tiga, nomor sepuluh," ucapku terbata-bata karena masih lemas dan tak bisa berpikir lagi. "Oke, saya tau! Pegang yang erat, kalau kamu rasa masih lemah, kamu bisa bersandar di punggung saya!" ucapnya lagi."Ya, saya memang lemah luar biasa," jawabku jujur. Aku tak lagi memikirkan rasa malu. Aku hanya ingin sampai di
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more
PREV
1
...
34567
...
16
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status