Semua Bab Aku Tak Bodoh: Bab 31 - Bab 40

151 Bab

Part 31

"Jorok amat sih lu. Parah!" sosor Arimbi sambil bergidik merasa geli. "Bukan gue yang jorok, Mbi!" belaku semangat. "Lah, kalau bukan elo yang jorok, terus guee gituh?" ejek Arimbi sewot. "Ya bukan juga," selaku kemudian. "Terus siapa?""Adek gue! Karena setiap nyokap nyuruh tu anak buat sisirin ternak di kepala gue pake sisir khusus, nggak pernah mau. Malah nangis-nangis nggak jelas. Geli katanya! Jorok-an adek gue, kan!? Padahal itu ternak kecil-kecil menggemaskan! Imut, mungil, dan cute. Sekali ngap pasti kenyang," tambahku bersemangat. Plek! Arimbi menoyor kepalaku dengan sedikit mewek. "Iya, hiks. Engkau benar Firda!" Arimbi berkata sambil berlogat seperti orang Medan. Plek! Plek! Toyoran kembali didaratkannya, masih dengan keadaan mewek. "Adek kau, kebangetan joroknya, hiks!" "Kalau ngomong, ngomong aja Nyet. Tangan lu jangan ikut-ikutan main!" protesku manyun sambil memgelus elus kepala yang diserang avatar berkali-kali. "Eh pokemon aer. Mandi kembang lu sono. Kali
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-09
Baca selengkapnya

Part 32

"Huaaa … gile bener ni rumah," kataku spontan begitu melihat rumah megah ini. Bahkan, aku sampai melongo. "Fir, gue tau lu nggak cantik-cantik banget, tapi seharusnya lu punya ke-elegan-nan dan keanggunan dong! Masa mulut lu nggak bisa dikondisikan sih!" HapAku spontan menutup mulut karena emang mangapnya keterlaluan epribadeh. Seorang penjaga berseragam batik, sama seperti penjaga pintu di depan tadi kulihat sedang berbincang dengan Arimbi lalu dia mengajak sohibku itu untuk mengikutinya. Arimbi dan Mas Fadil berjalan bergandengan di depan. Aku malah ditinggal jalan sendirian. Ngejomblo mendadak itu sakit, sayang! Nyeseknya sudah sampai mau pindah alam. Aku berlari kecil mengejar Arimbi untuk bersisihan di sebelahnya. "Mbi, gue gandengan ma siapa kalau lu begituan," bisikku pelan sekali. "Lu mau gue cariin teman gandengan?" balasnya cepat. "Ah, nggak usah Mbi. Nggak jadi. Lu ngomong gitu kok gue yang ngeri. Buat jiwa raga gue tetiba nggak tenang," paparku berterus terang. "
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-09
Baca selengkapnya

Part 33

"Kakak yang mangkoknya nomor 36?"Duar. Gadis ini lagi? Kenapa dia ada disini? Oh iya, bisa jadi dia kekasihnya Pak oppa. Dasar gagang sapu! Bisingin nomor kutangku lagi bakalan kujadikan pergedel kamu, batinku. "Jangan yang diingat nomor kutang dong, Mbak! Malu maluin kaum hawa aja!" protesku. "Oh … ha ha ha maaf, habis liat wajah kakak langsung keinget sama kutangnya yang waktu itu," balasnya sambil terkekeh kekeh. Padahal nggak ada yang lucu tuh. "Malu lah Mbak, kayak nggak pake aja!" sosorku kemudian. "Kakak sedang apa disitu? Pestanya di luar, kan?" tanyanya begitu aku terdiam. "Jangan mikir macam-macam, Mbak! Saya juga nggak mau ada disini sendiri!" jawabku dengan tenang. "Jadi, kenapa kakak ada disini sendirian sambil melototin tu foto?" Kembali ia bertanya perihal keberadaanku disini. "Saya tersesat Mbak, baru keluar dari WC eeeh … malah terdampar disini," paparku menyedihkan. "Tersesat? Masa bisa tersesat kalau hanya di dalam rumah, kak?" tanyanya lagi. "Makanya Mba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 34

"Nah, sudah sampai di taman, Kak. Silahkan lanjutin lagi acaranya, Lin-lin mau temenin anak dulu!""Iya, makasih ya Lin.""Sama sama. Nanti kita ngobrol lagi ya buat ngelepas rindu!""Heg ehg!" jawabku cepat dan singkat. Aku berjalan menuju Arimbi dan Mas Fadil. Mereka berdua sedang menikmati makanan prasmanan yang disajikan. "Tega banget lu, ninggalin gue sendiri hingga tersesat," rajukku begitu sampai di hadapan mereka berdua. "Lah, gue kirain elu tidur di kamar mandi. Habis nggak keluar-keluar!" "Gue tersesat tauk!" "Sama! Asli, gue nggak akan mau tinggal di rumah sebesar gaban ini deh!""Kenapa? Seram ya?" "Bukan?" "Terus?" "Cicilan listriknya pasti besar banget. Nggak bakalan sanggup kita bedua!" jawabnya lugu. Plek. Aku menoyor jidat sohibku ini. "Aduh! Eh Fir, lu tau nggak!""Nggak!" jawabku cepat. "Yeee … sialan lu, ya nggak tau lah, namanya gue belom ngomong.""Yeee … ngapain lu sewot. Kalau mau ngomong ya ngomong aja kali, Mbi." "Ah udahan. Males gue.""Ih kan,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 35

"Mas, tunggu sebentar ya, Arim temenin Firda dulu," pamit Arimbi kepada kekasihnya. "Iya Beb, nggak papa. Temani aja dulu, Firdanya!" balas Mas Fadil cepat. Kami berjalan dengan diikuti tatapan para tamu undangan, yang tak dapat kuartikan. Baik Arimbi maupun aku, tak ada yang saling berbicara lepas seperti biasanya. Mulut kami seolah olah terkunci oleh kejadian yang barusan menimpa diriku. Kami dibawa ke dalam sebuah kamar yang sangat luas dan mewah. Aku dan Arimbi hanya berdiri dengan diam sembari memperhatikan isi kamar yang penampakannya seperti di dalam film-film luar negeri. "Silahkan Nona!" ucap salah seorang pelayan dengan menyerahkan sebuah lipatan kain kepadaku. "Terima kasih, Mbak," kataku segan. Aku menerima lipatan kain itu dan membukanya. Stelan polos dengan potongan yang sederhana, tapi mampu membuatku tersenyum. Aku suka yang seperti ini. "Silahkan berganti pakaian di dalam, Nona! Saya tunggu disini." Pelayan itu menunjukkan sebuah pintu lagi di dalam kamar ini.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 36

"Mbak Yana cuma minjam buat acaranya besok, Dek,""Minjam? Minjam sama siapa?""Sama Mas!""Itu barang-barang Firda Mas! Kenapa permisinya sama Mas Bima?""Dah … jangan mulai deh, Dek! Baru pulang juga,"Aku melirik jam di dinding. Pukul sepuluh lebih sepuluh menit. Masih bisa sih buat gelud. "Hatcim …." Aku bersin seketika. Aduh, aku sepertinya mulai menampakan gejala flu. Rambutku masih basah, aku menuju kamar dan menyalakan hairdryer untuk mengeringkan rambut. Sambil mengeringkan rambut aku sembari berfikir dan menimbang-nimbang rasa, apakah harus ke rumah Mbak Yana untuk mengambil barangku secara paksa? Hufff. Okelah, aku biarkan dahulu para benalu berbuat sesuka hati. Diarisan besok, akan kulibas sekalian. Aku masih asik membersihkan wajahku dengan double cleanser sambil menghayal. "Assalamu'alaikuuuuum." Aku mendengar salam dari luar. "Waalaikumsalam," ucapku dari kamar dengan suara berbisik, hanya telingaku saja yang mendengarnya. "Waalaikumsalam. Waaah, borong terus kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 37

"Sarapan?""Mungkin""Mas ikut!""Males!" "Sebentar, Mas cuci muka dulu!""Kalau mau ikut, Mas harus mandi! Kalau tidak, jangan harap!""Huff! Ya sudah tungguin mas!""Oke"Mas Bima melewati Viona, tetapi aku tahu matanya melirik sedikit ke arah wanita itu. Viona tak beranjak dari tempatnya. Ia malah bersedekap tangan di dada dan memperhatikan diriku dengan tatapan tajam. Sudah mulai berani dia berperilaku seperti itu. "Kalau Yona nggak mau, Mbak mau apa?"Aku mendekatinya. Viona menurunkan tangan dari dada dan merubah posisi sinisnya tadi menjadi posisi siaga. Ia seperti membuat ancang-ancang pertahanan dari serangan mendadakku. Aku berbisik di telinganya, "Mbak nggak mau apa apa, Sayang. Cuma mau … Kreeek "Aaaau …."Aku menarik kasar lingerie tipis dan kimono yang ada di bahu kirinya, hingga sedikit sobek oleh hentakan keras tanganku. "Masih mau yang lebih ekstrem lagi?" tanyaku mengejek. Viona segera masuk ke dalam kamarnya. BrakLagi lagi ia membanting pintu. Aku menyus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 38

"Oh, ya? Waah … idaman banget Mas Adit ya, Mbak. Ck!" Decak kagum terdengar dari Bu Ratna. "Iya heg ehg. Pantas aja barang-barang Mbak Yananya mewah semua. Tupperware ini juga kontan ya, Mbak? Modelnya cantik dan unik-unik. Saya suka model-model tupperware begini," Bu Caca yang sedari tadi diam saja, juga ikut mengomentari tupperware tempat cemilan. "Tempatnya aja barang mahal, pasti isinya enak-enak nih," ucap Bu Ayu menimpali. "Pastinya dong, horang kayah, ha ha ha." Ibu mertua sesumbar dan menyombongkan diri. "Tupparware emang unik-unik ya, Bu ibu. Tapi boro-boro kontan, nyicil aja saya dimarahi Pak suami, maklum … kebutuhan anak buanyyak," Bu Atikah yang menjawab dengan sedikit berkeluh kesah. "Iya Bu Ibu, saya juga tadinya nggak mau, tapi suami saya yang paksa. He he he." Mbak Yana semakin menambahi bumbu-bumbu kebohongannya. "Enak banget jadi Mbak Yananya. Kalau yang begini harganya berapa ya Mbak?" tanya Bu Pipit kemudian. "Oh ... Eh ... Itu, harganya tujuh puluh lima ri
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 39

"Malas, Mbak! Harinya panas banget. Bisa beguguran bodi Firda jalan panas-panasan gini. Mbak aja deh!" tolakku tegas dan cuek. "Warung saya tutup, Mbak Yan. Anak saya nggak ada yang mau gantian jaga. Di warung Babah Kong, saja!" Bu Ratna memberitahu cepat sebelum Mbak Yana pergi kesana. Kakak iparku itu menghentakkan kaki kesal. Ia mencoba menelpon seseorang, tetapi tampak tak di jawab. Akhirnya ia sendiri yang berjalan ke warung Babah Kong, yang letaknya lebih jauh dari warung Bu Ratna. Bu RT memulai acara. Semua anggota menyetor sejumlah uang kepadanya. Ibu mertua terlihat senang, karena anggota arisan menyetor dengan jumlah nominal yang besar. Paling sedikit sejuta, selebihnya satu juta setengah, bahkan ada yang dua juta. Kebanyakan yang setor dua juta, karena belum kebagian nomor. Selanjutnya tinggal Mbak Yana nantinya yang membayar sama persis seperti yang mereka bayar kali ini.Lima belas menit kemudian, Mbak Yana tiba. Wajahnya berubah. Dimulai dari dempulan wajah, maskara,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya

Part 40

"Huhuhuhu … huhuhu …" Tangis Mbak Yana menyanyat asam lambungku. "Huhuhu … Buuuu … hiks, batal deh kita beborong lagi! Rent* si*lan!" Maki Mbak Yana kesal. "Kamu, sih! Masa nggak dibaca dulu isi perjanjian seperti itu!" balas mertuaku frustasi. "Ibu juga ikut lihat, kan? Kenapa nggak ikutan baca?" sambung Mbak Yana yang tak terima dirinya dipersalahkan. "Mana Ibu tau! Kan, kamu dengan Viona yang baca itu kertas perjanjian!" Lagi, Ibu mertua menjawab tak mau juga dipersalahkan. "Ihhh … huhuhu … gagal gagal gagal," jerit Mbak Yana sembari memukul mukul lantai keramik rumahnya. Enam belas juta lebih, cuk. Ya frustasi. Gagal foya-foya sehari. "Tauk ah, Ibu lelah."Mertuaku berlalu meninggalkan kami berdua dan hilang ditelan kamar. Mbak Yana menarik ingus yang merembes dari sela-sela hidungnya, lalu menghembuskan nafasnya kuat kuat dan teriak pake tenaga dalam. "Aaaaarrrgh …."Lalu ia terdiam tak bersuara lagi. Busyeet. Mati mendadak kah? Hening. . . . . . Aku berniat ke ara
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status