Semua Bab Desahan Dikamar Tamu: Bab 71 - Bab 80

89 Bab

Bab 71 Salah Pilih

Wanita bergaun maron itu menatapku dengan tatapan tajam setajam silet. Aku menghela nafas frustasi. Sebaiknya, aku segera pergi dari sini. Situasinya sudah tidak enak untukku. Masalahku dan Mas Hasan saja belum sepenuhnya selesai, aku tidak mau menambah dengan yang baru."Bu Hanum, Tante Tari, Mila sebaiknya pulang dulu. Sudah sore juga ini. Sayang, Bunda pulang dulu ya, lain kali kita main lagi. Ok." Lili mangut-mangut seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Meski aku dapat melihat raut kecewa di wajah polos itu, tapi aku tetap harus pulang.Kuangkat badan berdiri dari sofa. Menyalami Bu Hanum dan Tante Tari bergantian, lalu perlahan menyeret langkah keluar dari ruang keluarga mencari keberadaan Linda.Setelah aku dan Linda masuk ke dalam mobil, aku menjalankan mobilku meninggalkan rumah Bu Hanum. Berkali-kali aku menarik nafas lalu menghelanya. Lelah sekali rasanya hari ini. Tadi di pengadilan bertemu Mas Hasan dan Ibu, dan sekarang bertemu Lili dan Maya. Tuhan ... kuatkan aku. Se
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-13
Baca selengkapnya

Bab 72 Penyesalan

"Ya ampun ... ini kenapa sih? Berantakan sekali." Iren yang baru keluar dari kamar, heran dengan keadaan dapur yang berantakan. Dia tidak tau jika itu karena kemarahan mertuanya. "Ya ampun ... ya ampun. Kamu kenapa sih jam segini baru mau keluar kamar. Kamu lupa, jika punya suami dan mertua yang harus kamu urus." Ibu langsung menyemprot Iren dengan kata-kata pedasnya. "Bu, aku ini menantu bukan pembantu! Salah sendiri, siapa suruh Ibu pecat Bibik. Sudah enak ada yang urus kita," sahut Iren membela diri. Kami memang sempat punya pembantu, tapi Ibu pecat, katanya kerja nggak becus. "Heh, ini tuh tanggung jawab kamu sebagai istri mengurus suami dan mertuanya. Jadi nggak perlu pembantu! Mila juga dulu begitu, kenapa kamu tidak bisa.""Itu Mbak Mila ya, Bu, kalau aku mah ogah. Untuk apa punya uang kalau masih harus susah-susah ngurus semua kerjaan rumah," sungut Iren. Kepalaku rasanya mau pecah mendengar perdebatan Ibu dan Iren. Sepertinya tidak akan ada ujungnya."Ren, apa yang dikat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-13
Baca selengkapnya

Bab 73 Kembalilah Demi Anak

Harusnya Aku yang Di sanaPOV Hasan"Mas, kamu mau kemana?" tanya Iren berteriak. Aku tidak menghiraukannya, terus saja melangkah menuju mobil. Saat ini aku hanya ingin menenangkan diri. Entah kenapa wajah Mila dan Zulfa yang terbayang di mataku."Mas ...." Iren terus saja berteriak.Kujalankan mobilku dengan kecepatan sedang. Entah kemana tujuanku saat ini. Tanpa sadar mobilku merayap menuju toko Mila.Ku parkirkan mobil diseberang jalan, mataku mengamati tepat ke toko roti Mila. Sekarang toko roti Mila buka dari pagi sampai malam. Nampak di dalam toko Zulfa sedang duduk di depan meja bulat di depan kasir.Lama aku mengamati, sampai aku melihat Zulfa berdiri dari duduknya dan berlari keluar dari dalam toko. Kubuka kaca mobil untuk memastikan apa yang terjadi.Deg!Hatiku bagai diremas-remas menyaksikan pemandangan di depan sana. Anakku Zulfa, berlari mendekat pada mobil yang baru terparkir. Menghampiri orang yang satu per satu turun dari mobil.Seorang anak perempuan turun dari mobil
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-17
Baca selengkapnya

Bab 74 Mengajak Balikan

"Tidak, Mas. Aku tidak mau kembali padamu. Mengenai anak ini, kamu masih Ayahnya meskipun kita sudah bercerai. Kamu bisa memberinya kasih sayangmu, jika kamu mau, Mas."Astaga ... kenapa susah sekali membuat Mila paham. Anak itu butuh Ayah dan Ibunya yang utuh. Mataku menoleh ke samping, menatap mobil yang terparkir tidak jauh dari kami. Pelan kaca mobil itu terbuka, dan menampakan seorang laki-laki yang duduk di belakang kemudi juga melihat ke arah kami.Aku menatap pria itu lalu mengalihkan tatapanku pada Mila. Rasa cemburu tiba-tiba menguasai hatiku. Dadaku bagai di hantam palu bertubi-tubi. Sakit!Apa Mila menolakku karena laki-laki itu? Apa memang ada hubungan antara mereka berdua. Bisik-bisik setan seakan memancing amarahku."Apa karena dia kamu tidak mau kembali?" Kutatap Mila dengan tatapan menuntut jawaban.Mila menarik nafasnya lalu menghela perlahan. Sejenak dia memejamkan matanya."Mas ... jangan libatkan orang lain diantara kita! Kalaupun ada yang terlibat itu bukan Pak R
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-17
Baca selengkapnya

Bab 75 Perhatian Lili

POV MilaAku melangkah masuk ke dalam toko meninggalkan Mas Hasan dan Iren. Rasanya malu sekali, apalagi Pak Revan memperhatikan kami sedari tadi. Sepanjang kaki melangkah, aku mengucap istighfar mencoba meredam amarah. Penolakan Iren tadi pada anak yang ada dalam perutku, membuat hatiku sakit. Bagaimana tidak, anakku belum lahir saja sudah diperlakukan seperti itu. Ibu mana yang tidak sakit, melihat anaknya ditolak. Meskipun aku tau sedari awal Iren tidak mau menerima anak-anakku, tapi dengan penolakannya tadi secara langsung, membuat hatiku bak diperasi air jeruk. Perih!Bukan karena aku membutuhkan Mas Hasan. Tidak sama sekali! Tanpa pria itu aku bisa membesarkan kedua anakku dengan baik, tanpa kekurangan. Zulfa buktinya, Mas Hasan sama sekali tak pernah peduli padanya, tapi putriku tumbuh dengan baik. Sehat jiwa dan raga." Bunda ...." teriakan serentak Zulfa dan Lili menyadarkanku. Kedua putriku itu berlari menghampiriku yang baru saja masuk melewati pintu kaca."Bunda nggak apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-19
Baca selengkapnya

Bab 76 Bertemu Pengacara Ayah

Bertemu Pengacara Ayah Pagi ini, kami bekerja ekstra lagi. Kemarin kami mendapat pesanan kue basah untuk acara arisan. Orang yang memesan juga adalah pelanggan toko roti. Katanya kue-kue di sini enak, dan pas di lidah. Alhamdulillah ... kue yang kami jual bisa memuaskan pelanggan. Bukan hanya satu orang yang berkata begitu, kebanyakan dari pelanggan memuji, kata mereka kualitasnya bagus dan harganya terjangkau.Aku sangat bangga dan bersyukur sekali. Usaha yang aku bangun dari nol bisa berkembang sampai sebesar ini. "Mbak, Em, kapan pesanannya mau diambil?" tanyaku pada Mbak Ema. Wanita yang berusia tiga puluh lima tahun itu sedang memasukkan kue yang sudah dingin ke dalam kotak, seraya mulutnya komat–kamit menghitung."Siang, Bu. Habis zuhur katanya," jawab Mbak Ema. Matanya tetap fokus pada tangannya yang dengan telaten memasukkan keu ke dalam kotak.Memang kemarin, ibu Indah pelanggan yang memesan kue ini mengatakan akan mengambilnya sendiri. Meskipun sudah kutawari akan mengant
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-23
Baca selengkapnya

Bab 77 Telpon Meresahkan

"Saya dan Mas Hasan sudah bercerai, Om," lirihku sembari menundukkan kembali kepala. Malu rasanya jika ada yang bertanya tentang rumah tanggaku yang sudah usai."Bercerai?"Kuangkat kepala menatap kembali pada Pak Ilham. "Iya, Om," ucapku sembari mengangguk."Sebenarnya ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu. Ini menyangkut pernikahanmu dengan Hasan, tapi Om buru-buru. Istri Om menunggu di mobil. Nanti saya kesini lagi ya, sepertinya ada yang nggak beres ini."Alisku bertaut mendengar ucapan Pak Ilham barusan. Terutama diakhir kalimat. Ada yang nggak beres? Apa maksudnya? Tapi akhirnya aku tetap mengangguk walaupun masih penasaran.Pak Ilham membayar belanjaannya pada Lita. Meskipun sudah kucegah, tapi pria paruh baya itu tetap kekeuh untuk membayar.Aku menatap Pak Ilham yang keluar dari toko, sampai pria itu masuk ke dalam mobilnya yang sedang terparkir di parkiran ruko."Siapa, Bu." Tiba-tiba Lita muncul di belakangku."Ish ... kamu ini, bikin kaget saja," ucapku sewot semb
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-23
Baca selengkapnya

Bab 78 Ancaman Kehilangan

Ibu! Iya ... aku harus mengatakan ini pada Ibu. Semoga saja dia ada solusinya. Cepat kumatikan laptop lalu mengambil jas yang kugantung di sandaran kursi dan memakainya. Kusambar kunci mobil di atas meja lalu melangkah ke luar ruangan. "Syifa, saya mau pulang ada urusan mendadak. Mungkin nanti tidak akan kembali, jadi pertemuan nanti batalkan saja," ucapku pada Syifa sekretarisku. Wanita berjilbab itu mengangguk paham."Baik, Pak," jawabnya singkat.Setelah mendengar jawaban Syifa, aku langsung berlari menuju lift lalu masuk setelah pintu terbuka. Lift masih sepi, karena jam makan siang masih sekitar setengah jam lagi.Setelah duduk di belakang kemudi kuhidupkan mesin mobil lalu memacu roda empatku dengan cepat, membelah jalan mengikuti detak jantungku yang kini tidak beraturan. Aku memarkir mobil asal di tempat biasa lalu turun dan berlari masuk ke dalam rumah."Bu, Ibu," teriakku memanggil Ibu saat sudah melewati pintu utama, tapi hingga beberapa kali berteriak, wanita yang melah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

Bab 79 Dipaksa Pulang

Setengah enam sore aku pamit pada Lita dan Linda untuk naik ke lantai atas. Ingin mandi dan bersiap-siap sholat. Badanku terasa gerah sekali, seharian bermain-main dengan tepung dan kawan-kawannya. Alhamdulillah semua pekerjaan berjalan dengan lancar. Pesanan pun terselesaikan tepat waktu. Tadi Bu Indah juga memuji kue tradisional dan donat yang dia pesan. Katanya, rasanya sangat memuaskan. Pelayanannya juga sangat cepat dan tepat waktu. Selain enak, harganya ramah di kantong.Kulangkahkan kakiku menaiki satu per satu anak tangga menuju lantai atas. Sejenak aku menoleh, Linda dan Lita juga tidak sibuk. Keduanya sedang duduk satai. Lita di kursi kebesarannya yang ada di belakang meja kasir, Linda di kursi tamu yang ada di depan meja kasir. "Awas kesambet. Ini mau magrib nggak usah senyum-senyum gitu liat ponselnya."Spontan Lita mengangkat kepala melihat ke arahku lalu melirik Linda, kemudian gadis itu memonyongkan bibirnya.Memang, saat menjelang magrib begini, toko tidak ramai. Kad
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

Bab 80 Mencoba Berkelit

Mas Hasan menarik nafasnya sembari memijat pelipis."Apa sih susahnya menurut," ucapnya dengan nada ditekan. Pria itu melirik kiri kanan, mungkin malu."Aku harus tau alasanmu. Kenapa aku harus ikut pulang? Lagipula, kita sudah bercerai, jadi bukan kewajibanku lagi untuk menuruti perintah mu, Mas!" Sengaja kutekan nada dikata perintah agar dia tahu, jika selama ini dia dan ibunya bagaikan majikan yang selalu harus kuturuti. "Ingat Mila, kamu masih dalam masa iddah. Anak dalam perutmu itu anakku!" Kugelengkan kepala. Rasanya berdebat dengannya hanya sia-sia. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Termasuk menggunakan dalil."Ok baiklah, Mas. Aku akan ikut, tapi aku tidak akan menginap dan katakan, apa yang harus aku lakukan di rumahmu."Mas Hasan langsung menatapku. Kami masih berdiri di dekat pintu. Sama sekali tidak kuminta dia untuk duduk."Iya ... aku janji, kalian tidak akan nginap. Panggilkan Zulfa, kita jalan sekarang."Segera aku melangkah menuju dapur. Saa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status