Home / Pernikahan / Desahan Dikamar Tamu / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Desahan Dikamar Tamu: Chapter 51 - Chapter 60

89 Chapters

Bab 51 Mila Hamil

"Hai, Mbak," sapa seseorang dari belakang. Aku sangat mengenal siapa pemilik suara itu.Iren!Aku dan Lita menoleh. Iren sedang menatap kami dengan senyum di bibirnya. Senyum puas!Aku dan Lita hanya diam, tidak menjawab sapaan Iren. Perlahan madu siriku itu menyeret kakinya mendekat."Terimakasih ya, Mbak. Semoga kamu menepati janjimu. Tidak akan membawa apa-apa ... toh toko rotimu juga ramai. Jadi cukuplah untukmu dan anakmu itu. Jangan pernah minta apa-apa dari suamiku," ucap Iren panjang lebar. kuulas senyum padanya."Kamu tenang aja, Ren. Nggak perlu khawatir, aku tidak akan meminta apa-apa asal kamu bisa jamin, Mas Hasan tidak akan menggangguku dan Zulfa. Ambil lah Mas Hasan beserta seluruh hartanya," balasku.Iren tersenyum lebar mendengar ucapanku. Raut wajahnya terlihat senang."Ok, deal," ucapnya menyodorkan tangan kanannya. "Deal," ucapku menyambut uluran tangan Iren.Setelah melepas tangan Iren, aku menyeret langkah menuju mobil, tapi belum sampai ke mobil, kepalaku teras
last updateLast Updated : 2022-09-08
Read more

Bab 52 Ajakan Jessy

Jari ini liar mencari nomer kontak seseorang yang sepertinya bisa ku mintai tolong.Tut!Panggilan tidak diangkat. Hatiku mulai kesal, kenapa disaat seperti ini semuanya seakan tidak mendukungku? Kucoba lagi hingga panggilan ketiga, barulah panggilan diangkat."Halo," ucap seseorang dari seberang sana saat telpon tersambung."Halo, kenapa lama sekali," ucapku kesal."Maap-maap, dari kamar mandi."Kuputar bola mata malas mendengar alasannya. Alasan umum!"Ada apa? Perlu bantuan apa? Tumben-tumbennya nelpon," cerocos dari seberang telpon. "Kita ketemuan aja. Nggak enak ngomong di telpon." Setelah memberikan alamat klinik, kuputuskan panggilan telpon. Aku menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Mencoba menetralkan perasaan, yang entah bagaimana bentuknya.Sekitar dua puluh menit, akhirnya orang yang aku telpon tadi pun tiba. Aku melangkah masuk ke dalam mobilnya."Kusut amat tuh muka," ucapnya. Dia Jesy, temanku sekaligus orang yang biasa membantuku jika aku punya masalah.
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

Bab 53 Tatapan Sinis

"Ya nggak pa-palah, Bu. Orang Ibu bosnya," ucap Lita sembari terkekeh.Aku mencabik bibirku mendengar ucapannya. "Ya nggak gitu juga, Lita. Kita itu partner kerja semuanya. Nggak ada bos-bosan," ujarku.Gadis itu terkekeh. Dapat kutangkap ekor matanya melirikku. "Keren," ucapnya sembari mengangguk kecil. Aku bersandar seraya memejamkan mata, saat Lita mulai menjalankan mobil. Rasanya badanku masih lemas, ditambah otakku yang terus berpikir, membuat aku semakin lelah.Sampai di toko, Lita memarkirkan mobil di parkiran. "Lit, saya tunggu di mobil aja ya. Kamu panggilin Zulfa, kamu langsung antar saya pulang," ucapku. Belum sempurna gadis itu menapakkan kakinya ke aspal."Ibu nggak ikut turun. Nggak makan dulu?" tanyanya. Aku menggelengkan kepala pelan."Nggak, Lit. Saya makan di rumah aja," jawabku.Lita mengangguk lalu menutup pintu mobil. Dari balik kaca, aku memperhatikan Lita yang berjalan masuk ke dalam toko. Aku menunggu Lita di dalam mobil. Kupejamkan mata untuk untuk mengur
last updateLast Updated : 2022-09-10
Read more

Bab 54 Mila Ngidam Iren Sempoyongan

"Ayo, masuk, Lita," ucapku mempersilahkan Lita masuk tanpa menghiraukan tatapan ibu dan Iren."Sudah berani sekarang. Sudah kayak yang punya rumah aja." Suara sinis ibu menyapa indera pendengaranku. Kuberi kode pada Lita dengan menggelengkan kepala agar gadis itu diam. Jika diladeni, nanti ibu semakin panjang ayatnya. Lebih baik cuek seakan tidak mendengar apa-apa. Apalagi, aku yakin Lita pasti membalas jika nanti ibu bertingkah.Kami melangkah terus menuju dapur. Setelah meletakkan bawaan ke atas meja makan, aku menuju wastafel mencuci tangan."Bun, Ufa ke kamar dulu ya.""Iya, Sayang."Aku dan Lita menyiapkan makanan yang kami beli tadi, lalu duduk ingin menyantap makan siang yang sudah kesorean. "Dasar perempuan kampungan." Lagi-lagi kami mendengar makian ibu. Ternyata dia dan Iren menyusul duduk di sofa depan TV. Lita menatapku sejenak lalu melanjutkan makannya.Lita memang sudah tau sifat ibu dari suamiku itu. Sudah sering dia mendengar ibu mencaci–maki, jadi sudah tidak heran l
last updateLast Updated : 2022-09-12
Read more

Bab 55 Silahkan Kau ambil Dia!

"Iya, Bu. Kemarin aku pesan Mbak Mila. Rasanya kok pengen sekali makan jeruk sama melon," ucap Iren tersenyum. Sesekali ia melirik Mas Hasan. Mataku terbelalak mendengar jawaban Iren. Kapan-kapan dia pesan samaku. Ada yang tidak beres ini!"Jangan-jangan kamu hamil lagi," tembak ibu. Aku membelalakkan mata. Drama apa lagi yang ingin Iren mainkan? Aku menapaki lantai mendekat ke pintu pembatas antara ruang nonton dan dapur.Di meja makan sudah duduk ibu, Mas Hasan, dan Iren. Mereka sudah sarapan. Entah jam berapa mereka keluar membeli sarapan itu. Yang jelas porsinya hanya untuk tiga orang, aku dan Zulfa tidak ada jatahnya, tapi tak apa ... itu bukan masalah."Dengar tuh, San. Kalau memang Iren hamil, cepat-cepat daftarkan pernikahan kalian. Apa kamu mau, anakmu nggak punya akte karena nikah siri?"Iren mengangkat kepalanya, lalu tersenyum tipis. Namun senyumnya sirna seketika saat mata kami bertabrakan. Wajah Iren menjadi gugup, tapi dalam sekejap wanita itu bisa menguasai dirinya.Ma
last updateLast Updated : 2022-09-13
Read more

Bab 56 Dua Malaikat Pengobat Jiwa

Iren melangkah mendekati Pak Asep yang sedang memegangi ibu."Lepasin! Kami bisa turun sendiri," bentaknya pada Pak Asep. Setelah Pak Asep melepaskan cengkeramannya di tangan ibu, kedua wanita beda usia itu menuruni tangga dengan menghentakkan kaki.Aku menarik nafas panjang. Aku ke toko demi untuk menghindari mereka, walaupun badanku masih lemah, tapi tetap saja mereka menyusul ke sini dan menggangguku.****POV Author Di dalam taksi online, sepanjang jalan Bu Tuti bak cacing kepanasan. Hatinya gunda–gulana, usahanya ingin membawa Zulfa hari ini gagal. Mila semakin menunjukkan taringnya. Sudah seperti singa liar saja. Dengan cara baik- baik tidak bisa, apalagi dengan cara bab-bar.Rencananya, hari ini Iren dan Bu Tuti ingin membawa Zulfa jalan-jalan. Meskipun itu mustahil, karena bukan saja Mila yang akan menolak, Zulfa pun pasti akan menolak, tapi kedua wanita itu tetap mencoba. Semua, hanya untuk satu tujuan. Ingin mengambil hati Zulfa, agar jika Hasan dan Mila berpisah, merek
last updateLast Updated : 2022-09-14
Read more

Bab 57 Cinta Buta Maya

"Wa'alaikumsalam," jawab suara bariton seorang laki-laki dari ujung telpon. "Em ... saya sedang di toko, mau jemput Lili, tapi kata Lita, sedang jalan bersama Bu Mila," ucap suara itu terdengar canggung. "Oh, iya, Pak. Tadi anak-anak minta di bawa ke taman. Tadi saya sudah WA bapak dan kirim lokasi. Mau telpon tapi nggak enak. Tunggu sebentar ya, Pak. Saya sama anak-anak pulang sekarang." "Nggak usah, Bu," ucap Revan cepat. "Biar saya saja yang susul ke sana," sambungnya lagi. "Oh gitu ya, Pak. Ok ... baiklah saya tunggu." Setelah berucap Mila segera memutus sambungan telpon, dan memasukkan kembali benda pipih itu kedalam tas. Sekitar lima belas menit, Revan pun tiba. Ayah dari Lili itu menyeret langkah pelan mendekati tempat duduk Mila. Dari arah parkiran, dia sudah melihat wanita yang bergelar istri orang tapi bisa menggetarkan hatinya itu duduk. "Assalamu'alaikum, Bu Mila," salamnya setelah berdiri persis di samping kursi. "Wa'alaikumsalam." Sontak Mila me
last updateLast Updated : 2022-09-15
Read more

Bab 58 Otak Licik Pelakor

Suaraku mulai naik beroktaf-oktaf. Bagaimana tidak, aku yang hampir setahun ini mengejar cintanya, tersisihkan hanya dengan seorang wanita yang menurutku tidak pantas untuknya. "Mau aku dekat dengan siapapun itu bukan urusanmu. Aku laki-laki bebas, yang tidak memiliki komitmen dengan siapapun," ucap Mas Revan. Kueratkan semua gigi, geram rasanya menghadapi sok jual mahalnya. Harusnya dia bersyukur aku mengejar-ngejarnya. "Sudahlah, May. Lebih baik sekarang kamu pulang," sambungnya sembari mengulurkan tangan hendak menggapai pintu mobil."Baiklah, Mas! Kalau begitu lebih baik aku mati saja," ancamku. Biasanya laki-laki akan takut saat diancam, apalagi bunuh diri.Mas Revan turun dari mobilnya lalu menutup pintu mobil dengan cara dibanting. Meskipun sedikit kaget karena dentuman yang kuat, tapi aku tetap tersenyum karena pria itu turun. Mungkin dia takut dengan ancaman ku.Dia menarik tanganku menjauh dari mobil."Dengar ya Maya. Sekali lagi aku katakan ... jangan pernah menggangguku
last updateLast Updated : 2022-09-17
Read more

Bab 59 Tamparanmu Bagiku Talak

Kumandang azan magrib menggema saat aku baru saja memarkirkan mobilku di depan rumah mewah Mas Hasan. Rumah yang dulu kutau adalah rumah kedua orang tuaku, tapi karena tidak bisa membayar hutang, sekarang jadi rumah Mas Hasan.Rumah dua lantai yang terlihat mewah meski baru melihat luarnya saja. Halaman parkirnya yang luas, serta samping rumahnya juga luas, hingga menyambung ke halaman belakang, tapi sayang, aku tidak pernah menikmati selain membersihkannya."Sayang, langsung masuk kamar ya, Nak. Siap-siap sholat," ucapku pada Zulfa setelah menurunkannya dari atas mobil. Perlahan kami menyeret langkah menuju teras. Pintu rumah tertutup rapat, mungkin penghuninya sedang di kamar masing-masing.Kudorong daun pintu setelah memutar handle. Diruang tamu sepi, tidak ada siapa-siapa. Aku melangkah masuk ke ruang nonton. Karena letak kamarku dan Zulfa di belakang, maka kami akan melewati ruang santai tersebut. Sementara kamar yang Mas Hasan tempati dulu bersebelahan dengan kamar tamu dan me
last updateLast Updated : 2022-09-18
Read more

Bab 60 Pelakor Tak Tau Malu

Tanpa peduli aku berjalan menuju kamar Zulfa. "Punya menantu ... tidak ada fungsinya." Suara sumbang ibu menyapa pendengaranku sebelum menutup pintu kamar Zulfa.Hurf! Memang aku harus segera keluar dari rumah yang seperti neraka ini. Untuk menjaga kewarasanku, agar calon anak yang ada di dalam perutku bisa tumbuh dengan baik. Jika terus bertahan di sini, aku takut, tumbuh kembang janinku terganggu."Sayang, sudah sholat?" tanyaku pada Zulfa yang duduk di atas tempat tidur memeluk bonekanya."Sudah, Bu," jawab Zulfa pelan. Putriku itu menatapku dengan raut sedih. "Bunda ..." ucapnya lagi, namun seperti ragu-ragu."Apa, Sayang? Zulfa mau bilang apa?" Aku ikut naik ke atas tempat tidur. Kutatap putriku yang menundukkan kepalanya. "Ada apa, Nak? Hem," tanyaku seraya mengangkat dagunya."Bunda ... Ufa nggak mau tinggal di sini lagi. Ayah jahat ... Ufa liat Ayah pukul Bunda."Deg!Bagai dihantam palu, hatiku hancur mendengar ucapan Zulfa. Entah ini sudah kali keberapa anakku menyaksik
last updateLast Updated : 2022-09-19
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status