Semua Bab Desahan Dikamar Tamu: Bab 11 - Bab 20

89 Bab

Bab 11 Mencoba Tegar

Mecoba TegarAir mata tak lagi bisa kutahan. Rasa sakit yang Mas Hasan tancapkan di hati ini, menjalar ke seluruh anggota tubuh, hingga air mata terjun bebas berlomba keluar dari tempurungnya. Suami yang selama ini kucintai dan ku pertahankan dengan segenap jiwa, meskipun dia selalu dingin dan tak menganggapku ada. Kini laki-laki itu telah mematahkan hatiku menjadi dua. Menyakitiku tanpa ampun luar dan dalam. Walaupun tak berdarah tapi sakitnya luar biasa."Lantas ... kenapa kau tidak menceraikanku, Mas? Kenapa tidak melepaskanku jika memang aku bukanlah pemilik hatimu." Ku hapus kasar air mata. Meski hatiku hancur, tapi aku harus kuat. Aku hanya sendiri di dunia ini, jika aku tidak kuat, maka mereka akan semena-mena.Mas Hasan menatapku penuh amarah. Ke balas tatapannya dengan raut menantang. "Ceraikan! Ceraikan aku ... maka aku tidak akan butuh penjelasan darimu, dan aku tidak akan mencampuri urusanmu." Dia menyentak nafasnya kasar. "Belum saat," ucapnya datar, lalu membalikkan bad
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-24
Baca selengkapnya

Bab 12 Luka Hati Zulfa

Gagas kudorong daun pintu setelah memutar gagang. Setelah pintu kamar terbuka, kulihat Zulfa sedang duduk lesehan beralaskan karpet bulu memeluk boneka hello kittynya. Katanya itu boneka kesayangan. Ku kunci pintu untuk berjaga-jaga, jika nanti ada yang masuk. Meskipun aku tidak yakin ada yang ingin masuk ke sini. "Sayang, lagi apa?" tanyaku mendekat. "Lagi main sama Ketty, Bunda." Zulfa mengangkat kepalanya. Putriku itu mengelus kepala bonekanya. "Andai Ufa jadi Ketty, pasti enak. Pasti banyak yang sayang." Hatiku terenyuh mendengar kalimat terakhirnya. "Makan dulu, Nak. Ufa 'kan belum makan malam." Aku berjongkok, lalu melabuhkan tubuh di atas karpet, mengalihkan pikirannya, ikut duduk di sebelah anakku. Ia menganggukkan kepalanya pelan."Bunda sayang kok sama Zulfa. Bunda akan menutup semua ruang kosong di hati Zulfa dengan cinta dan kasih Bunda. Jadi, Zulfa nggak usah takut." Ku suap makanan, ke mulut anakku dengan perasaan hancur. Ibu mana yang tidak hancur melihat put
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya

Bab 13 Setan Bertanduk Perusak Rumahtangga

Setelah Zulfa tenang, kubawa dia ke kamar mandi, dan mengarahkannya untuk menggosok gigi. Anak seusia Zulfa, biasanya giginya akan cepat rusak. Karena, anak seusianya lagi senang-senangnya makan makanan yang manis seperti permen dan coklat. Namun tidak dengan Zulfa. Putriku sama sekali tidak suka dengan makanan yang manis-manis, katanya eneg dan bikin sakit tenggorokan. Sedari usia tiga tahun, dia juga sudah ku terapkan menggosok gigi sebelum tidur, agar giginya tidak menjadi sarang bakteri.Aku dan Zulfa sholat isya' berjamaah. Harusnya ada Mas Hasan di sini mengimami sholat kami, tapi itu hanya angan-angan. Air mataku tumpah, saat kudengar doa yang Zulfa langitkan setelah sholatnya. Meskipun diam dan tidak pernah mengeluh, ternyata kerinduannya terhadap sosok Mas Hasan terlalu besar.Hanya saat masih bayi saja ia merasakan gendongan Ayahnya. Itu pun sangat jarang sekali. Saat usia Zulfa menginjak dua tahun, Mas Hasan mulai cuek dan abai, seakan menjauhinya. Apalagi sikap Ibu yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-26
Baca selengkapnya

Bab 14 Mulai Berubah

Aku masuk ke kamar mandi setelah masuk kamar Zulfa. Mencuci muka, menghilangkan sisa amarah yang di tinggalkan Iren di wajahku.Aku tidak mau, jangan sampai wanita itu ikut masuk ke alam mimpi jika tidak menghapus jejaknya. Setelah selesai, aku melangkah mendekati tempat tidur. Di atas kasur, Zulfa sudah tertidur nyenyak. Kupandangi wajah putri yang masih polos. Kasian anakku, harus ikut menanggung kepedihan yang ibunya rasakan.Air mata menetes membasahi pipi. Bukan aku tidak mau berjuang lagi, tapi sejauh manapun aku mencoba pasti akan sia-sia juga. Aku duduk di bibir ranjang. Kutatap lekat wajah anakku. Terbayang dulu ketika aku pernah mencoba untuk meluluhkan hati Mas Hasan."Mas ... aku kangen," ucapku melingkarkan kedua tangan di pinggang Mas Hasan. Menurunkan harga diriku, untuk mengemis kasihnya. Meski seringkali ditolak, tapi seringkali juga aku mencoba. Sesaat badan Mas Hasan menegang, tapi itu hanya sebentar saja."Apaan sih, kamu!" Mas Hasan melepas paksa tanganku yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-27
Baca selengkapnya

Bab 15 Awal Perjodohan

"Bu, sarapannya kok hanya nasi goreng." Benar 'kan apa aku bilang? Di sana bukan hanya ada Ibu tapi juga si setan pirang. Dasar tidak tahu diri! Sudah untung dimasakin masih aja cerewet. "Hey, Mila ... kenapa sarapannya hanya nasi goreng?" ucap Ibu. Suaranya melengking padahal aku ada di depannya. Kulirik Zulfa yang berdiri di dekat meja makan."Sayang, kamu tunggu Bunda di luar ya." Zulfa mengangguk lalu menyeret kaki kecilnya meninggalkan ruang makan. "Maaf, Bu. Tadi Mila kesiangan jadi hanya sempat masak itu aja," balasku pelan seraya mengeringkan tangan dengan handuk. Iren dan ibu sudah duduk cantik di meja makan. "Mbak ... susu buatku mana?" ucap Iren menanyakan susunya. Aku memang sengaja tidak membuatkan wanita itu susu, dan seterusnya tidak akan pernah lagi membuatkannya. Dia menatap meja makan yang hanya terhidang semangkok besar nasi goreng telor mata sapi dan air putih. Iren menautkan kedua alisnya dengan wajah di tekuk. "Maaf, Iren, aku nggak sempat. Kaki sama t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-28
Baca selengkapnya

Bab 16 Sakit Masa Lalu

"Bu ... coba ibu ingat semua kebaikan Gunawan pada keluarga kita. Dia berikan bapak pekerjaan sehingga bisa mencukupi keluarga kita. Walaupiun Bapak hanya supir, tapi dia perlakukan Bapak layaknya saudara. Ayolah, Bu, Bapak sangat berharap Ibu setuju dan mau membujuk Hasan," ucap suamiku panjang lebar. Satu sisi aku membenarkan ucapan suamiku, satu sisi hatiku masih tidak rela. Hasan berdiri dari duduknya dan berlalu tanpa kata. "Kamu mau ke mana, San?" tanyaku, tapi orang yang ditanya hanya diam dan menghilang dibalik pintu kamarnya. Serba salah jadinya. Malas rasanya memikirkan masalah perjodohan yang hanya membuat kepalaku pusing. Dari sekian banyak laki-laki, kenapa juga Gunawan memilih anakku sebagai menantunya. Jangankan saling kenal, bertemu saja mereka tidak pernah. Apa anaknya Gunawan itu buruk rupa? Eh kayaknya nggak deh. Terakhir aku melihat anaknya Gunawan itu sebelum dia masuk pesantren, dan anaknya cantik hanya saja tertutup jilbabnya yang panjang. Anaknya terlalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-29
Baca selengkapnya

Bab 17 Pikiran Licik

Hurf!Kuhembus nafas lega. Coba saja kalau sampai Gunawan berani mecat suamiku. Jangan mentang-mentang sudah kaya, dia bisa berbuat seenaknya. Takkan pernah aku biarkan dia berbuat sesukanya pada keluargaku, terlebih pada Hasan!"Lah, terus ... kalau Bapak nggak kerja, kita hidup pake apa, Pak?" tanyaku. Hati mulai penasaran, jangan-jangan suamiku mau di jadikan bos di perusahaannya. Ya ... dikasih jabatan apa gitu."Ya dari Hasan lah, Bu."Aku mendengus kesal mendengar penuturan suamiku. Semua-semua mau di limpahkan pada Hasan. Padahal sudah enak, meskipun cuma jadi supir, tapi Gunawan kasih gaji yang lumayan besar padanya. Kerjanya juga tidak berat-berat amat, pake acara berhenti ini si Bapak. Apa dia pikir Hasan itu tidak butuh uang apa? Apalagi Hasan sudah punya Iren, pastilah dia mau membahagiakan pacarnya.**** Hari berganti hari, kuliat Hasan semakin tidak bersemangat untuk menjalani hidupnya. Anakku itu acuh seperti tidak ada gairah. Bulu-bulu halus mulai kelihatan tumbuh d
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-30
Baca selengkapnya

Bab 18 Rencana kotor Bu Tuti

"Mila mana, Bu?" tanya Mas Gun sesaat setelah Aminah dan Ibunya menghempaskan badan di sofa. Kedua wanita berbeda usia itu duduk berdampingan. "Masih di kamar, Yah. Mau isya'an dulu katanya." Aku menggerakkan mulut membentuk huruf O. Bisa juga tuh si Mila. Sepertinya anak yang alim. "Ayo ... monggo diminum dulu." ucapan Mas Gun mengalihkan ku dari menebak-nebak seperti apa Mila, anak mereka.Tanpa basa–basi, tanganku menggapai cangkir yang baru di letakkan Aminah di atas meja. "Oh iya, San. Bagaimana pekerjaan kamu?" tanya mas Gun. Aku yang baru saja ingin menyeruput teh, melirik pada Hasan. "Baik, Om," ucap Hasan singkat, cepat dan padat."Bagus," ucap Gunawan. Ya ella ... satu ucapan Hasan, satu juga yang dia balas."Nanti, setelah menikah, perusahaan biar kamu yang jalankan, saya mau pensiun." Hampir saja aku tersedak teh panas. Aroma melati tersedot oleh hidung naik langsung ke otak. Cepat kuletakkan cangkir ke atas meja. Rasa nikmat yang baru saja menyentuh lidahku, kini
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-31
Baca selengkapnya

Bab 19 Pernikahan Dalam Luka

"Bukan itu, Bun. Mila hanya mau bersama Nenek di sisa-sisa waktu. Sebelum mengabdi sebagai istri."Uh ... dasar! Mengabdi sebagai istri? Aku terkekeh dalam hati mendengar ucapan Mila. Aku menoleh pada Hasan, kulihat raut wajahnya bias saja. Tidak ada raut senang dan tersanjung. "Iya, baiklah, Nduk. Kamu bisa tinggal sama Nenekmu, tapi setelah itu kamu harus ikut ke manapun suamimu perg setelah menikahi." "Inshaa Allah, Yah. Sama kalau boleh, Mila ...." Ucapannya terhenti. Seperti ragu ingin meneruskan kata-kata. Apa lagi ini! Hatiku deg-degan kembali. Sebel rasanya! Terlalu banyak permintaan. "Mila hanya ingan akad nikah saja, tanpa resepsi, Yah," ucapnya lagi meneruskan kata yang sempat terputus, lalu segera menunduk. Dasar! Enak saja ia berucap! Tidak mau resepsi? Apa dia pikir dia menikah sama patung? Hasan adalah anak lelakiku satu-satunya, pasti aku mau merayakan hari bersejarahnya itu.Hem! Aku berdeham, memancing perhatian! Semua orang menoleh padaku. "Bagaimana de
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-01
Baca selengkapnya

Bab 20 Kepergok Sedang Berciuman

Kuseret langkah kaki menuju teras mendatangi Zulfa. Tak kupedulikan lagi teriakkan Ibu yang mengomel di dapur. Mau makan atau tidak terserah mereka saja. Yang penting, aku sudah menyediakan makanan untuk mereka. "Sudah siap, Sayang?" tanyaku pada Zulfa. Putriku itu duduk di kursi teras sambil memainkan jarinya. "Sudah, Bunda," jawabnya pelan."Bentar ya. Bunda pesan ojek dulu," ucapku seraya menghempaskan badan di kursi sebelah Zulfa. Tanganku merogoh tas mencari ponsel.Aku menatap Zulfa yang duduk di sebelahku. Gadis kecilku itu diam, tapi wajahnya terlihat sedih. Ku elus kepala anakku yang tertutup jilbab. Kasian dia, pagi-pagi sudah mendengar keributan antara Nenek dan Ibunya. "Zulfa kenapa, Nak?" tanyaku. Zulfa hanya menggeleng, kepalanya masih tetap tertunduk. "Ya, sudah ... ayo kita berangkat. Itu ojeknya sudah datang." Aku berdiri lalu mengulurkan tangan pada Zulfa. Kebetulan ojek pesananku juga sudah sampai. "Bunda ... Bunda jangan sedih ya. Ufa akan selalu sama
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status