"Kenapa bengong? Apa kata suamimu?" Aku menggeleng pelan saat Santika bertanya. Keinginan makan yang tadi menggebu, kini terkikis oleh rasa khawatir akan perkataan suamiku. Aku sangat mengenal Aldi. Dan aku tahu, nada bicaranya tadi menandakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Bukan khawatir padaku, tapi lebih tepatnya seperti marah. "Makan dulu, Run, keburu suamimu datang. Dia akan ke sini untuk menjemput, bukan?" Kali ini aku mengangguk, tapi masih tidak mengeluarkan kata. Untuk menghargai Santika yang sudah membelikan makanan untukku, aku pun mulai menyuapkan nasi ke dalam mulut. Sepanjang makan, pikiranku terus saja tak tenang. Hingga akhirnya, aku menyudahi suapanku, lalu mencuci tangan. "Kenapa tidak dihabiskan?" tanya Santika lagi. "Sudah kenyang, San. Sebaiknya aku nunggu suamiku di gang saja, dia tidak akan tahu jalan ke sini." "Yasudah, aku antar," ujar Santika. Dia melepaskan mukena yang sedari tadi masih melekat di tubuhnya. Setelah itu, dia mengambil sweater d
Baca selengkapnya