Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 181 - Chapter 190

197 Chapters

Bab 181

Roby bergegas menyiapkan segala keperluan selama di tempat mantan istrinya. Sang Ibu menatap heran dengan sikap anaknya yang tak biasa. “Mau kemana, Rob?” tanyanya dengan wajah keheranan. “Naima kecelakaan, Bu. Dia butuh donor darah. Aku akan menyelamatkan anakku. Doakan aku ya, Bu.”Roby segera mencium punggung tangan yang keriput itu dengan takzim setelah menyampirkan ransel ke pundaknya. “Innalilahi. Kenapa bisa?” tanya ibunya cemas. “Roby juga belum tau kronologisnya. Pokoknya hari ini Roby harus segera melihat keadaan Nima di sana. Roby pamit ya, Bu.” Ibu dan anak itu saling berangkulan berusaha saling menguatkan. “Naima anak yang kuat, dia pasti bisa selamat. Pergilah, Nak. Semoga keluargamu bisa kembali utuh seperti dulu lagi.” Roby mengangguk dan mencium kening keriput san
Read more

Bab 182

“Kondisinya sudah bagus, Naima boleh pulang hari ini,” ucap Dokter sambil membetulkan letak stetoskop ke balik jubbah putihnya. Gadis kecil itu melonjak girang dan meminta dipeluk ayahnya. Hani hanya bisa tersenyum miris melihat kedekatan ayah dan anak itu. Hatinya perih, tak kuasa memilih. Untuk kembali rasanya sulit melupakan pengkhianatan itu. Namun, jika tidak, dia akan membuat sang putri kecewa. Mereka pulang setelah seorang suster melepaskan selang infus dari tangan mungil Naima dan Roby membereskan pembayaran ke bagian administrasi. Sepanjang perjalanan Naima berceloteh, menceritakan tentang keseharian dia saat bermain dengan teman-temannya. “Nggak apa-apa kamu main, Sayang. Tapi harus hati-hati. Lihat kanan-kiri, jangan sampai membahayakan diri,” ujar Roby mengingatkan. Naima mengangguk seraya menjentikan kelingkingnya tanda berjanji pada sang ayah. 
Read more

Bab 183

Roby beristirahat sejenak, meluruskan pinggang hingga terlelap. Perjalanan jauh dan kurang tidur selama di rumah sakit, baru sekarang terasa. Azan Ashar membangunkannya. Wangi masakan menguar membuat perut laparnya meronta minta diisi. Roby beranjak menuju ke belakang di mana toilet berada, berdekatan dengan dapur. Di sana terlihat Hani sedang mengaduk-aduk masakan di wajan. Roby berhenti sejenak dan memperhatikan wanita yang telah memberinya dua orang anak. Wanita sederhana, namun selalu setia jiwa  dan raganya. “Han,” panggil Roby. Wanita itu menoleh sekilas lalu kembali fokus pada masakannya. “Mas, lapar,” lanjut Roby. Hani tak menjawab. Dia hanya mematikan kompor, lalu mengambil beberapa buah piring dari rak dan menaruhnya di atas meja makan. “Silahkan kalau mau makan duluan. Aku mau sholat Ashar dulu,” ujar Hani setelah menyimpan lauk
Read more

Bab 184

Ravi mengendurkan pelukannya di tubuh polos gadis itu. Malam panjang dengan seseorang yang baru dua bulan ini dikenalnya, sungguh membuatnya terbuai. Cinta yang tak pernah berbalas dulu, kini telah menemukan tambatan yang tepat. Sama-sama saling mengisi kekosongan masing-masing.“Sya, udah siang,” bisiknya di telinga gadis itu. Marsya menggeliat.“Kamu lapar?” tanya Ravi. Gadis itu diam sejenak. Sedetik kemudian membalikan tubuhnya. Mata Ravi terbelalak saat melihat siapa yang ada di sana.“E-mely,” ucapnya gagap. Tubuhnya gemetar dan mundur hingga terjungkal dari tempat tidur.Wanita itu ikut merayap di kasur, mendekat ke arah lelaki yang ketakutan itu. Ravi terus beringsut mundur, sementara wanita itu terlihat sangat menakutkan dengan wajah hancur membusuk penuh belatung. Bibirnya robek hingga ke dekat telinga. Darah dan nanah menetes dari luka-luka yang menganga.Ravi menggeleng kuat dengan tubuh masih berusaha menjauh.“Ti-tidak, Mel. Kamu sudah mati! Pergi kamu! Pergi! Tempatmu b
Read more

Bab 185

“Iya, dan gue lah yang nyelametin istri lu kala itu,” jawab Ravi. “Jadi  elu tau, apa saja yang terjadi saat itu?” Rimba kembali bertanya. “Iya gue tau. Gue hajar orang-orang suruhan Emely itu sampai mereka babak belur. Hanya satu yang gue biarin, tubuh istri lu sengaja nggak gue tutupin, agar Emely yakin jika orang suruhannya sudah memperkosa Aline, padahal hal itu belum sempat terjadi,” lanjut Ravi. Rimba menatap lelaki di sampingnya penuh haru. “Bro, entah apa yang harus gue bilang sama elu. Yang jelas, gue berhutang budi sama elu. Gue berterima kasih sama elu, karena udah nyelametin cinta sejati gue,” ucap Rimba tulus. “Iya, itu udah jadi tanggung jawab gue, Bro. gue harus menyadarkan EMely sebelum segalanya bertambah kacau. Hanya saja, sekarang hidup gue seperti dikejar dosa. Emely sering datang di mimpi dan bahkan d
Read more

Bab 186

Ravi keluar dari penjara dengan perasaan yang jauh lebih tenteram. Sejak rajin melaksanakan salat dan ngaji, Ravi mulai merasakan ketenangan hati. Dia pulang ke rumahnya diam-diam tanpa memberitahu siapapun. Bahkan Rimba, orang yang selama ini  selalu peduli padanya. Ravi merasa ingin memulai hidup dari awal tanpa ada yang tahu masa lalunya. Dia mengguyur tubuhnya di bawah shower setelah mencukur kumis dan jenggotnya yang sudah memenuhi dagu dan atas bibirnya. Rumahnya yang lama ditinggal sangat berdebu. Namun, Ravi tak pedulikan. Setelah beres membersihkan diri, dia berniat untuk membersihkannya agar tidak terlalu parah kotornya. Di rumah itupun tidak ada makanan sama sekali. Namun, Ravi berniat membelinya ke luar. Setelah sedikit membersihkan debu dan menyapunya, Ravi kemudian menikmati sebungkus nasi padang yang dibeli tak jauh dari rumahnya. Makanan pertama yang dia nikm
Read more

Bab 187

“Itu putrinya ya, Pak?” tanya Ravi memberanikan diri.  Udin tersenyum sambil mengangguk.“Iya. Dia baru lulus SMA tahun lalu, karena tidak dapat kerja, jadinya bantu-bantu Bapak jualan bunga,” jawab Udin terkekeh. “Bunga jualan bunga,” gumam Ravi menatap Rina dan terseungging senyuman dari bibirnya. Udin mengeruutkan keningnya dan tersenyum. Dia bisa membaca jika Ravi menyukai anak gadisnya itu. Hari itu Ravi benar-benar disibukan dengan beberapa mobil yang mengangkut ratusan pot tanaman hias dengan jenis yang bermacam-macam. Hari mulai sore dan perutnya mulai keroncongan. Beruntung ada tukang bakso yang lewat ke depan rumahnya. Dia mennghentikannya. “Mang, beli baksonya,” ujar Ravi yang tadinya berniat hanya akan memakan mi instan saja. Rina yang baru selesai melayani pengunjungnya yang ke sekian melirik pada Ravi dan melempar senyuman manis. Jantung lelaki itu
Read more

bab 188

Keesokan harinya, saat azan Subuh berkumandang Ravi bergegas untuk ke mesjid. Dia tahu jika letak mesjid tak jauh dari rumahnya. Memang beruntung sekali dia mendapatkan rumah itu, selain punya tetangga yang baik, juga mudah untuk salat berjamaah.Kemarin, Ravi tidak sempat ke mesjid karena sibuk beres-beres. Jadinya dia hanya salat di rumah saja. Beberapa gadis berbisik-bisik saat melihat kehadiran Ravi di sana. Lelaki baru yang terlihat sangat tampan, membuat mata gadis-gadis belia itu membelalak terpesona.Ravi tersenyum dan mengangguk pada Rina yang berpapasan dengannya ketika hendak masuk ke dalam mesjid. Ravi menuju barisan laki-laki, sedangkan Rina menuju tempat salat yang dkhususkan untuk perempuan.“Rin, siapa? Kamu kenal?” tanya salah satu kawannya sambil menggoyangkan lengan Rina. Gadis itu tertawa pelan.“Dia tetangga baru aku. Namanya Mas Ravi,” ucap Rina dengan pipi merona merah.“Hah? Tetangga kamu? berarti nggak jauh juga dari rumahku. Telat! Bisa sampai terlewat co
Read more

Bab 189

“Sari,” ucapnya malu-malu. “Ravi,” sahut lelaki tegap itu membalas uluran tangan Sari. Saat tangan itu bertautan, jantung Sari semakin berdebar kencang. Sejenak mereka diam karena bingung dan merasa kaku. Namun, akhirnya Ravi memecah kekakuan dengan berpamitan untuk ke warung. “Jika kalian masih mau mengobrol, silakan. Saya mau ke warung dulu, mau beli sarapan,” ucap Ravi. “Eh, mau beli sarapan, ya? Ini, kan, warung ibu saya. Mas Ravi mau nasi kuning? Saya bikinin, ya,” cerocos Sari mendahului langkah lelaki berkaos hitam itu. Dia juga bergegas membungkus nasi kuning lengkap dengan oseng-oseng dan telur balado. “Ini spesial buat Mas Ravi.” Gadis itu menyerahkan bungkusan nasi dalam keresek. “Terima kasih,” ucap Ravi. “Saya juga sekalian mau beli telur sekilo dan mi instan sepuluh bi
Read more

Bab 190

“Wah, temenmu itu sepertinya tau kalau buat dua orang. Dia bungkusnya banyak banget,” kata Ravi menyodorkan piring yang telah diisi pada Rina. Gadis itu menerima dan mengucapkan terima kasih. “Ada salam dari Sari buat Mas Ravi,” ucap Rina di sela suapannya. Ravi langsung menghentikan kunyahan dan menoleh pada gadis di sampingnya. “Waalaikum salam,” jawab Ravi terkekeh. “Maaf kalau boleh tanya,” ucap Rina ragu. Ravi kembali menoleh dan mengerutkan dahinya. “Iya? Tanya saja jangan ragu,” jawabnya dan kembali menyuap. “Sari titip pesen buat nanyain. Apa Mas Ravi sudah punya pacar?” tanya Rina dengan wajah polos. Namun, wajahnya tak urung memerah. Ravi tertawa kecil dan meraih gelas berisi air minum. Dia meneguk isinya sebelum menjawab pertanyaan Rina. “Ini pertanya
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status