Beranda / Romansa / KARMA IPAR JULID / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab KARMA IPAR JULID: Bab 11 - Bab 20

44 Bab

Bab 11 - Pergi Dari Rumah

"Ampun, Pak. Huhuhu," Maya menangis sesegukan bersimpuh dikaki Bapak memohon pengampunan.Bapak bergeming, tanpa kata tangannya langsung menyeret tubuh Maya keluar dari pintu dan menutupnya dengan bantingan kencang.Deg!!Jantung terasa loncat dari tempatnya, bantingan itu menggetarkan kaca jendela dan isi rumah sekaligus membuat ngilu ulu hati.Syukurlah ... Pintu tak roboh karna ulah Bapak."Pak, jangan begitu sama anak, Pak." Ibu masih merengek."Lu kalau ga suka sama cara gua, lu susul aja sonoh anak lu. Jangan balik kesini lagi sekalian!" Bapak menuding wajah Ibu dengan bengis.Mata Ibu membesar, tak percaya dengan kata-kata yang Bapak lontarkan. Biasanya apapun keinginan Ibu, Bapak selalu patuh. Tapi sepertinya tidak untuk saat ini."Anak ga punya harga diri, lu tau muka gua mau ditaro mana? Malu gua tiap papasan sama orang. Malu!" Sembur Bapak murka."Sonoh pergi susul anak lu. Muak gua lama-lama liat muka lu." sengit Bapak sambil menghempas tangan Ibu, yang sejak tadi dipegang
Baca selengkapnya

Bab 12 - Kemarahan Ibu.

"Dih," Emak menyenggol lenganku. "Lu emang ga kenal ya sama si Yayah."Alisku semakin menaut mendengar Emak menyebut nama Yayah."Emang siapa, Mak?""Anak Pak Sanusi, RT disini," jelas Emak."Hah masa sih, Mak? Pantes Nur kaya pernah lihat muka dia. Dulu dia kan kurus kerempeng kaya Nur, kok sekarang bisa gen ...""Ya itukan dulu, sekarang dia punya buntut tiga, banyak duit. Badan jadi semakin melar," jawab Emak."Kemarin dia kerumah, bilang sama Emak kalau Adik ipar lu udah pacaran sama lakinya. Si Firman," jelas Emak. "Emak ditunjukin juga rekamannya," bisik Emak sambil celingukan.Mataku membulat, Emak menyipitkan mata sambil menganggukkan kepalanya."Anak muda jaman sekarang pada berani ya, pacaran sama laki orang. Ckckck," Emak menggelengkan kepala, tak habis fikir."Kok, Pok Yayah bisa kesini Mak?" tanyaku. Heran aja, kok tahu-tahu Yayah datang kerumah."Dia awalnya nanya, si Nur tinggal dimana sekarang. Terus nanya-nanya yang lain, sampai bahas si Maya," jelas Emak. "Dia bilang
Baca selengkapnya

Bab 13 - Repot.

Aku langsung berjalan menuju kamarnya, kepala terasa panas saat melihat Mila kembali tertidur meringkuk didalam selimut."Anak ga tau diri. Disuruh nyuci malah enak-enak narik selimut!" Aku langsung merampas kasar selimut yang melilit tubuh Mila, Mila terkejut dan melotot tajam padaku."Ibu apaan sih. Ganggu orang tidur aja!" sembur Mila, tidak ada takutnya padaku, orangtuanya sendiri."Mumpung masih pagi. Bantuin Ibu nyuci, jangan enak-enakkan tidur. Kalau udah siang panas, kamu tambah malas banyak alasan!" cecarku meletup-letup."Ibu kenapa sih, sama aku selalu marah-marah. Beda kalau sama Maya, bahkan dia pacaran sama laki orang jadi pelakor Ibu masih bisa membelanya!" sentak Mila dengan nafas memburu."Aku salah dikit langsung marah, giliran Maya dibelain mati-matian. Aku ini anak Ibu apa bukan sih!" sambungnya begitu marah.Aku terdiam, baru kali ini melihatnya emosi seperti ini."Mumpung ini hari minggu, aku mau tidur sampai siang. Jangan ganggu kepalaku pusing!" gerutu Mila lal
Baca selengkapnya

Bab 14 - Ibu Kecapean.

Hari yang sangat melelahkan, badanku terasa remuk seperti habis dipukuli orang sekampung. Memijat pundak dan tangan, belum lagi kepala yang terasa berdenyut-denyut.Menyesal aku tidak membeli mesin cuci, dulu saat Nurma merengek meminta mesin cuci aku selalu melarang. Boros listrik dan pengeluaran. Nurma masih muda, sudah seharusnya dia menggunakan tenaga sendiri, toh buat kesehatannya sendiri anggap saja olahraga.Tapi sekarang aku menyesal, kalau tahu dia bakal minggat, aku pasti sudah lama membeli mesin cuci itu.Nafasku tersenggal-senggal membawa satu ember cucian basah kesamping rumah tempat menjemur pakaian. Terik matahari mulai menyengat membuat pandanganku, sedikit gelap akibat melihat pantulan cahaya."Huh ... capeknya!" Seruku kesal sambil menyeka keringat yang membasahi kening. Mengatur nafas, tangan ringkihku meraih pakaian dan memeras lalu melibas-libas dengan kesal.Untung saja aku hanya mencuci pakaianku dan Mas Toso, kalau aku nekat mencuci semua pakaian yang ada didal
Baca selengkapnya

Bab 15 - Ketahuan.

"Milaa!!" Aku langsung bangkit dari kursi, berlari menuju Mila."Ya Tuhan, ini anak kenapa lagi," dengkus Andri sambil berjalan mendekat."Ambil minyak kayu putih, Ndri." Titahku sambil menepuk-nepuk pipi Mila. Wajah anak ini terlihat pucat, bibirnya kering dengan suhu tubuh yang lumayan panas."Minyak kayu putih dimana?" Andri kebingungan."Ambil punya Arya, dikamarmu!" titahku kesal. Bukan langsung mencari malah banyak nanya.Andri langsung berjalan kekamarnya, aku masih berusaha menepuk-nepuk pipi Mila."Mila, bangun La." Hati langsung dilanda kecemasan. Pasalnya Mila anak yang bisa dibilang kuat, sakit apa dia sampai bisa lemah dan pingsan seperti ini."Ini, Bu." Andri menyodorkan minyak telon ketanganku. "Ga ada minyak kayu putih, adanya itu doang." sambungnya."Ya ampun, ini sih cuma botolnya aja. Ga ada isinya, mana mempan!" Semprotku."Pakai balsam aja, Bu. Olesin sedikit," saran Andri sambil membuka lemari kaca paling atas berisi persediaan obat-obatan."Nih, oles kehidung s
Baca selengkapnya

Bab 16 - Melihat Siapa?

Meski satu sisi lain hatiku bersuka cita, namun hati kecil masih ada rasa simpati terhadapnya."Bagaimana ini, Dek." Mas Andri meremas rambutnya kuat. Hingga urat-urat tangannya menyembul keluar."Aku tidak bisa hanya berdiam diri saja, Dek. Aku harus mencari Maya, dan menanyakan kebenaran ini!" sungut Mas Andri dengan tatapan menyalang."Perut Maya akan semakin besar, aku takut dia melakukan sesuatu untuk menyakiti bayi itu." sambung Mas Andri.Aku terhenyak, ucapan Mas Andri tentu ada benarnya. Maya perempuan berani dan sangat nekad, jika dia bersedia berpacaran dengan suami orang bukan hal yang mustahil jika dia akan melakukan kekerasan pada janin yang ada didalam perutnya."Mau kemana, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Andri bangkit dari duduknya."Aku mau kerumah Bulek Susi, Maya pasti ada disana." jawabnya dengan wajah yang menegang."Tenang, sabar ..." aku menyentuh tangan dan pundaknya."Sekarang, Mas mandi dulu ya. Siapa tahu, fikiran sedikit lebih tenang kalau kepala kena air."
Baca selengkapnya

Bab 17 - Pengakuan.

"Ngapain dia disitu?" GumamkuAku terlonjak kaget, saat melihat teman lelakinya melayangkan tangan tepat mengenai pipi Adik iparku.Tak puas hanya disitu, teman lelaki Mila menuding-nuding wajah Mila tanpa perasaan. Bocah tengik itu terlihat sangat kesal dengan Mila.Semua mata yang ada didekat mereka menatap aneh, bahkan ada yang menatap iba pada Mila. Aku segera menyenderkan barang belanjaan disamping grobak bakso, lalu berjalan mendekati mereka."Udah jangan ganggu gua lagi!" teriak bocah tengik itu lalu pergi begitu saja. Mila menangis sesegukan sambil menutup wajahnya."Mil ... Mila," panggilku pelan. Mila langsung mendongkak, terkejut melihat kehadiranku."M-bak Nurma," lirihnya dengan wajah menegang."Kamu kenapa nangis?" Aku semakin mendekat. "Bocah tengil itu siapa, kenapa dia nampar kamu?" cecarku. Mila menundukkan wajah, tanpa aku duga dia langsung menubruk tubuhku dan memeluk erat."Huhu ..." Mila terisak pilu, tubuhnya terguncang dengan hebat."Cup, cup." aku mengusap pun
Baca selengkapnya

Bab 18 - Mulai Merawat Diri.

Repleks aku dan Mila mengurai pelukan, wajah Mila terlihat pucat dan tegang, dan aku yakin wajahku pun tak jauh berbeda dengan Mila."Kamu ngapain disini, Mil?" Jantungku melompat- lompat saat Mas Andri jalan semakin dekat.Padahal aku tidak melakukan kesalahan, mengapa aku yang gugup dan takut. Bagaimana dengan Mila?Ekor mataku melirik pada Mila, yang membeku ditempatnya."Ditanyain kok malah pada bengong gitu sih," Mas Andri menjatuhkan tubuh diatas ranjang, menyapa Arya yang sedang memainkan air liurnya."Ehh, jagoan Ayah." Mas Andri mencium gemas pipi anaknya."Kamu udah lama disini, Mil?" tanya Mas Andri tanpa menoleh.Aku meyikut lengan Mila, karna dia masih saja terdiam."Mm ... ba-ru aja, Mas." jawab Mila pelan, wajahnya menunduk tangannya sibuk menghapus jejak air mata dipipinya."Ka-mu udah lama, Mas?"Aish ... pertanyaan bodoh macam apa ini."Lama apanya?" jawab Mas Andri tanpa menoleh."Mas ..." aku terdiam, bingung mau berkata apa."Mas, tadi denger obrolan aku sama Mila
Baca selengkapnya

Bab 19 - Kehancuran Maya.

Pov Ibu.Sudah satu minggu Maya pergi dari rumah, ada rasa sepi yang menyelusup kedalam sanubari. Aku dan Maya begitu kompak, Maya anak penurut dan perhatian kepadaku.Satu minggu berlalu, selama itu pula sikap Mas Toso menjadi dingin padaku. Dia menganggap aku Ibu yang tak becus mengurus anak."Heok ... hoek!" suara Mila terdengar dari kamar mandi. Akhir-akhir ini dia juga terlihat pucat dan cenderung murung."Kita berobat ke bidan ya, Mil. Ibu perhatiin kamu sering muntah-muntah. Pasti kamu telat makan ya, jadi magh nya kambuh," tawarku saat Mila ingin menarik kursi yang ada disampingku.Mila menggeleng lemas, menjatuhkan tubuh diatas kursi menopang wajah dengan kedua tangan."Kamu minum obat magh kalau perut mulai terasa sakit, jangan telat makan. Tuh badan makin kurus aja," ucapku sambil mengamati tubuhnya.Tanpa kata, Mila bangkit dari kursi, berjalan menuju kamarnya.Ck ... dasar bocah. Diajak berobat kok susahnya minta ampun.Suara salam Mas Toso terdengar dari luar rumah, gega
Baca selengkapnya

Bab 20 - Kabur.

Belum sempat aku memakai baju, pintu kosan sudah terbuka lebar. Jantungku berhenti berdetak, saat melihat beberapa orang masuk kedalam kamar."Astaga!" seru seseorang, saat melihat keadaan aku dan Bang Firman. Untung saja Bang Firman sudah memakai celana kolornya."Ini dia pasangan mesumnya!" tuding laki-laki setengah baya kearahku. Tubuhku mengigil ketakutan, melangkah mundur merapatkan selimut untuk menutupi tubuhku."Ini dia pelaku maksiat dikampung kita, gaes!" seseorang masuk sambil mengarahkan gawai kewajahku dan Bang Firman. Aku langsung menutupi wajah dengan tangan, badan ini bergetar, menggigil ketakutan."Kita viralkan, pasangan mesum ini. Biar kapok!" serunya lantang.Wajah Bang Firman sudah sepucat mayat, keringat dingin membasahi sekujur tubuh.Hawa dingin menyelusup diatas kepala hingga menembus pori-pori, jantungku melompat-lompat ingin keluar dari tempatnya.Mati aku, mati!"Seret mereka keluar!!" titah laki-laki berkumis tebal memakai peci putih. Aku menggeleng kuat,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status