All Chapters of Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya: Chapter 41 - Chapter 50

62 Chapters

Part 41

POV Aish"Mas, udah balik?"Baru tadi siang Mas Alzam berangkat. Aku pikir dia akan menginap di Bandung. Ternyata, selepas isya sudah kembali bersama motornya."Mau ke mana lagi, Mas?" Mas Alzam membawa pakaiannya dan Bilqis ke dalam tas. Wajahnya nampak kesal. Ada apa gerangan?"Mas izin pergi ke rumah saudara dulu, Aish.""Abi, Iqis mau di sini.""Kita harus pergi, Nak. Ayok.""Ada apa ini Mas?""Tanyakan saja pada kakakmu. Saya pamit.""Abi, Iqis gak mau pergi," rengek Bilqis.Mas Alzam memaksa Bilqis. Tak perduli anaknya menangis. Dia berlalu begitu saja menggunakan motornya. Aku hanya melongo menyaksikan perubahan sikapnya yang aneh."Aneh. Ada apa sebenarnya?"Dua jam kemudian, Mbak Elina datang. Wajahnya nampak cemas. Panik tak karuan. "Aish, di mana Mas Alzam?""Pergi.""Pergi ke mana?" Mbak Elina menggoyangkan pundakku. Menatap penuh kecemasan. Dia menggangguku yang sedang santai main Mobile legend."Jawab Aish!""Argh! kalah 'kan? Mbak ngeselin, sih.""Aish, tolong serius
Read more

Part 42

"Mari pak Arka, Anda harus segera di bawa ke kantor polisi."Aku berhasil mengalahkan Arka. Tidak sia-sia mengintainya berhari-hari. Meskipun, awalnya aku tak mau melibatkan polisi. Takut Arka balik melaporkanku. Namun, tak ada cara lain. Tak akan aku biarkan Arka menguasai anakku.Elina pingsan mendengar kebenaran dari mulut Arka. Biarlah, harus terbongkar. Aku senang jika Elina menyesal, lalu depresi. Dia tak akan bisa kembali bersama Mas Wisnu. Karena sudah menikah lagi. Bagus, perlahan hidupnya akan menderita. Suatu saat, aku akan beri pembalasan yang lebih menyakitkan. Untuk saat ini, anakku dulu yang harus diamankan."Anak Mamah. Tenang yah, Sayang. Mamah akan selalu bersamamu."Aku cium dahi bayi kecilku. Hati rasanya tentram. Wajah polosnya membuatku sejenak berisitirahat dari kegilaan dunia ini. Arga, terima kasih telah memberi kenang-kenangan terindah. Maaf, dulu aku terpaksa mengirimmu ke alam kubur. Mulanya, aku berpikir mas Wisnu dapat membahagiakanku dan anak ini. Nyata
Read more

Part 43

POV Elina"E-Elina."Mas Alzam bak bermandikan darah. Tanganku gemetar merengkuh tubuhnya. Dada berdegup kencang bak angin tornado. Rasa cemas, dan takut bercampur jadi satu. Diriku bagai terkena gelombang tsunami. Harus menyaksikan suami dalam keadaan mengerikan. "Mas, bangun ... Mas Alzam!""Aku mencintaimu." Matanya perlahan menutup. Napasku sesak. Hati dan pikiran meronta-ronta menolak kenyataan pahit ini."Mas Alzam!" "Aish, cepat panggil ambulan!" "I-iya Mbak."Kepala Mas Alzam ada di atas pahaku. Aku usap pipirnya agar dia tidak terlelap dalam kesakitan. Aku robek gamis bagian bawah untuk menghentikan pendarahannya."Mas, bertahanlah."Mata Mas Alzam menutup mata. Nadinya mulai melemah. Tubuh terkapar tanpa tenaga."Aish, mana ambulansnya," teriakku histeris. Semua ikut panik. Pak polis terlebih dahulu mengamankan penjahat. Aish sibuk menunggu ambulans di luar.Malam ini bagai mimpi terburuk dalam hidupku. Nyeri di ulu hati. Terasa tertancap ribuan benda tajam."Cepat ba
Read more

Part 44

Pov Aish“Aish, Arka diculik,” ucap Mbak Elina.Mata mebeliak tak percaya. Musibah apa yang akan menerpa. Sementara besok adalah hari penting bagiku dan Mas Arka. Hanya satu hari lagi, pernikahan akan diselenggarakan. Pelaminan sudah dipenuh bungan mawar berbagai warna, sudah terpampang cantik di depan rumah. Tenda berdiri kokoh. Semua keluarga sudah berkumpul. Persiapan pernikahan hampir 90%. Namun, kabar buruk seakan meruntuhkan semuanya.“Mbak, jangan bercanda. Gak lucu. Nanti Ais teraktir seblak, biar Mbak gak oleng.”Aku berusaha membantah Mbak Elina. Tertawa sambil menggelengkan kepala. Menganggap perkataan Kakakku hanya lelucon. Kami memang sering bergurau. Aku yakin, Kak Elina hanya becanda. Sebelum aku resmi dipersunting pujaan hati“Mbak serius, Aish. Denis, asisten pribadinya Arka ada di depan. Dia sedang diintrogasi ibu dan bapak.”Tanpa banyak berucap lagi, aku bergegas keluar kamar. Betul saja, bapak, ibu dan para saudara lainnya sedang berkumpul, mencecar Denis dengan
Read more

Part 45

"Pistol!" teriakku menutup mata.Malam pertama yang harusnya ceria, berubah menakutkan. Saat aku harus menerima kenyataan pahit. Membiasakan diri hidup bersama dengan orang asing Bersanding dengan sosok 'Black Lion' singa hitam dari Bandung."Kenapa, Aish Sayang?" tanya Jex heran.Aku berteriak bagaikan mau dieksekusi mati. Telapak tangan menutup wajah. Walaupun mata tetap mengintip dari sela-sela jari. Berdiri ketakutan. Seperti melihat pocong. Padahal, hanya ada kami berdua."Buang pistolnya."Jex langsung melirik senjata api yang ada di saku celananya. Dia lupa menaruhnya atau sengaja? mungkin efek terlalu lama jadi bujangan. Pistol malah jadi teman tidurnya. Aku perhatikan, ke mana-mana pistol hitam mengkilap itu, tak pernah lepas dari cengkraman. Namun, seharusnya Jex sadar, ada aku di kamar ini. Dia pikir aku orang jahat, sampai tidur pun selalu siap siaga membawa pistol."Santai Aish. Kirain kenapa. Cuman pistol doang. Kamu harus terbiasa hidup berdampingan dengan senjata.""
Read more

Part 46

"A-aku takut. Pokoknya gak mau ketemu Tuan Sagara."Pundak bergidik ngeri sambil mengoles selai stoberi di atas roti. Lalu, aku makan dengan kemaruk. Mata menerawang ke mana-mana. Masih terekam jelas kejadian paling menakutkan saat pertama kali bertemu Tuan Sagara. Jantungku hampir copot menyaksikan kekejaman Tuan Sagara. "Kamu harus ikut, Sayangku."Jex tersenyum lebar. Dia langsung merebut roti yang baru saja aku olesi selai. Memakannya dengan sorot menggoda. Aku teguk segelas air, untuk menetralisir hati yang bergetar."Kenapa ekspresinya gitu? kamu mulai jatuh cinta yah?""Dih, pede banget. Mana mungkin aku jatuh cinta sama mafia jahat. Semua ini, hanya terpaksa.""Hahaha, baiklah. Kita lihat saja nanti.""Dih, kamu percaya diri sekali. Ingat, Jex kamu hanya bisa memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku."Aku berdiri. Ingin menghindar dari Jex. Mulut dan hatiku mengatakan hal yang tidak sinkron. Namun, tiba-tiba Jex menarikku dipangkuannya. Tangan Jex melingkar di pinggangku.
Read more

Part 47

"Aduh, nih, cowok tampang doang nyeremin kaya kolor ijo. Tapi, kenapa bucinnya gak ketulung. Apa aku punya warisan pelet dari nenek buyut yah? tapi, ya tolong. Gak mafia juga, hiks, hiks," ucapku mengomel sendiri. Jex terkekeh mendengarnya."Jangan terpesona seperti itu, Aish," kekeh Jex. Aku bergeser menjauh. Agar jarak duduk meregang. Entah kenapa, aku malah salah tingkah. Maka, aku ambil secangkir teh yang terasa masih panas. Berusaha bersikap biasa, dengan cara menyeruput teh."Arrghh, panas ....""Hahaha, mangkanya jangan salah tingkah.""Dih, pede banget. Lagian, kamu jadi suami tega banget. Mau bikin lidahku sama bibirku sakit, yah?""Aish, Aish. Namanya teh, memang disajikan dengan air panas. Kalau air dingin, itu es teh.""Mangkanya buatin Es Teh. Dasar suami gak peka.""Setidaknya, kamu mengakuiku sebagai suami," goda Jex dengan senyum nakal."Dih, pede," bentakku kesal sambil mendelik."Hahaha, dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, aku yakin bisa mendapatkan hatimu.""
Read more

Part 48

POV JexSialan. Berani-beraninya Arka menghancurkan kebahagiaanku hari ini. Rasa sayang pada Aish, tiba-tiba berubah jadi kekesalan. Ketika Arka mengirimkan foto mereka berdua sedang berciuman. Aku pikir, perempuan galak seperti Aish bisa menjaga kesucian bibirnya. Ternyata aku salah besar. Dengan bodohannya, dia mau saja merendahkan kehormatannya. Akibat amarah yang tak bisa dikontrol, aku melukai Aish. Tangannya berdarah terkena pecahan kaca. Begitu pula dengan tanganku. Namun, perih yang aku rasa tak sebanding dengan empati yang dirasa ketika melihat raut wajah Aish berubah muram. Dia pasti kaget dengan sikapku yang berubah drastis. Mungkin bagiku, luka ini tak seberapa. Sudah biasa meluapkan emosi dengan cara yang ekstrim. Akan tetapi, tidak dengan Aish. Dia tumbuh di keluarga normal yang begitu menyayanginya. Sikapku akan membuat mentalnya tersentak."Biar aku obati lukanya."Aish nampak heran dengan perubahan sikapku yang mendadak kembali normal. Entah apa penilaiannya tentan
Read more

Part 49

"Aish, buka pintunya."Aku gedor pintu kamar. Berkali-kali memanggil Aish, tetapi tak ad jawaban. Apa mungkin Aish benar-benar marah padaku? aku sama sekali tidak berniat marah-marah atau membentaknya. Aku hanya cemburu. Sehingga, lupa mempedulikan perasaannya. Rasa cemburu ini, membuat perasaan curiga tak tertahan. Pikiran negatif terus menerus menghantui.Aku tak mau kehilangan Aish. Walaupun, mendapatkan Aish harus mengorbankan nyawa, aku tetap ingin terus bersamanya. Tak peduli, jika nanti aku mati karena permintaan Tuan Sagar. Atas tebusan pembebasan Aish. Yang terpenting saat ini aku bisa menghabiskan banyak waktu bersamanya. Meskipun, entah sampai kapan kami bisa bersama. Setidaknya, aku ingin merasakan rasanya dicintai oleh perempuan yang begitu aku sayangi."Aish, tolong buka pintunya. Apa harus aku dobrak?""Dobrak aja. Sekalian hancurkan rumah ini. Biar puas.""Maaf, Aish. Buka dulu pintunya. Aku mau bicara.""Bicara apa? mau nuduh lagi? atau mau ngelukain aku? katanya cint
Read more

Part 50

POV Aish"Aduh, perutku sakit. Pasti penghuni lambung pada demo. Padahal, abis makan enak. Malah keluar lagi," cerocosku di kamar mandi. Sambil berjongkok menunggu isi perut keluar dengan lancar ke saluran air septic tank.Beginilah akibat kebanyakan makan pedas. Namun, bagaimana lagi, aku tak bisa menahan nafsu makan saat melihat makanan lezat didominasi warna kemerahan. Kalau Mbak Elina tahu, bisa habis aku diomeli. Dia akan berceramah panjang lebar. Berkata kalau sakit lambungku sudah kronis. Tak boleh lagi memakan seblak dan kawan-kawannya. Tetap saja, dari dulu aku selalu curi-curi kesempatan. Biasanya, Denis jadi teman menikmati makanan ini. Aku juga heran, kenapa Jex bisa tahu makanan favoritku. Sampai dia menyediakan semua jenis makanan pedas di rumah ini. Dengan rasa dan pedagang yang sama. Apa Jex memang begitu tergila-gila padaku? sampai hal yang tidak penting tentangku saja dia tahu."Aish, kamu kenapa?" tanya Jex menggedor pintu berkali-kali.Dasar pria tidak pengertian.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status