"Aduh, nih, cowok tampang doang nyeremin kaya kolor ijo. Tapi, kenapa bucinnya gak ketulung. Apa aku punya warisan pelet dari nenek buyut yah? tapi, ya tolong. Gak mafia juga, hiks, hiks," ucapku mengomel sendiri. Jex terkekeh mendengarnya."Jangan terpesona seperti itu, Aish," kekeh Jex. Aku bergeser menjauh. Agar jarak duduk meregang. Entah kenapa, aku malah salah tingkah. Maka, aku ambil secangkir teh yang terasa masih panas. Berusaha bersikap biasa, dengan cara menyeruput teh."Arrghh, panas ....""Hahaha, mangkanya jangan salah tingkah.""Dih, pede banget. Lagian, kamu jadi suami tega banget. Mau bikin lidahku sama bibirku sakit, yah?""Aish, Aish. Namanya teh, memang disajikan dengan air panas. Kalau air dingin, itu es teh.""Mangkanya buatin Es Teh. Dasar suami gak peka.""Setidaknya, kamu mengakuiku sebagai suami," goda Jex dengan senyum nakal."Dih, pede," bentakku kesal sambil mendelik."Hahaha, dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, aku yakin bisa mendapatkan hatimu.""
Read more