All Chapters of Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya: Chapter 31 - Chapter 40

62 Chapters

Part 31

Namaku Jex Lion. Anak jalanan yang dipungut mafia di daerah Bandung. Di besarkan dalam lingkungan hitam yang mengerikan. Aku dikenal dengan sebutan 'Black Lion' atau singa hitam. Karakter ganas tetapi suka dengan pemainan cantik saat menaklukan lawan, merupakan lebel yang melekat di dalam diriku setiap melibas lawan.Aku memang liar, tapi tidak dalam menghadapi perempuan. Satu prinsip yang aku junjung tinggi, yakni tidak boleh merusak kesucian seorang perempuan. Biarlan tanganku yang penuh dosa karena melenyapkan musuh. Tidak dengan tubuhku. Itu hal menjijikan. Aku juga tidak bisa menyakiti orang lemah atau tak berdosa. Mungkin alasan itulah, yang membuatku tiba-tiba berubah pikiran ketikan ingin melenyapkan perempuan bernama Elina. Berbeda jika menghabisi para mafia atau anak buahnya yang merupakan lawan Tuanku. Manusia perusak seperti mereka memang harus dibinasakan. Saat seorang perempuan muda yang aku taksir adiknya Elina pergi, aku terus mengintai rumahnya dari halaman belakan
Read more

Part 32

POV ElinaBulan ini, masa iddahku berakhir. Mas Wisnu sudah menghilang dan bersemayam dalam lubang hitam yang terdalam. Begitu pula dengan perasaan dan cintaku, sudah terkubur bersama kisah manis dengannya.Aku tidak akan menyerah dengan kenyataan pahit ini. Meskipun semesta telah menjauhkanku dengan orang yang paling aku cintai, tapi semangat hidup tak akan pernah mati. Meskipun, rasa cintaku pada pria sudah mati. "Saya ingin melamar Elina jadi istri saya," ucap Mas Arka.Aku hanya bengong tak menyangka atas ucapannya. Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba siang ini, dia datang menyatakan maksud dan tujuannya. Aku pikir, kedatangannya sekedar membicarakan bisnis kami yang mulai berkembang. Namun, ternyata di luar dugaan."Maaf Mas Arka, jangan bercanda," jawabku terkekeh. "Saya serius, Elina. Izinkan saya jadi tempat bersandar untukmu kala suka maupun duka.""Tidak, Mas. Aku sudah bilang, hubungan diantara kita hanya sebatas rekan kerja. Tolong jangan salah mengartikannya.""Saya pah
Read more

Part 33

POV Aish Suara ribut-ribut, membuatku beranjak keluar kamar. Sepertinya Mbak Elina sedang berdebat dengan seseorang. Ada apa gerangan? "Tunggu Mas, aku mau jadi istri, Mas. Tolong, jangan pergi," ucap Mbak Elina terdengar jelas di kupingku. Mas Alzam menoleh dengan ekspresi kaget. Dia menurunkan Bilqis dari gendongannya. "Yeh, Bunda bakal jadi Bunda Iqis benelan." Anak mungil itu, langsung jatuh dipelukan Mbak Elina. Sedangkan, Mas Alzam mulai menampakan raut bahagia. Senyum manis tergambar jelas di wajahnya. "Apa kamu serius atas ucapanmu, Elina?" Mbak Elina hanya mengangguk dengan senyum tipis. Dia masih berjongkok dan memeluk Bilqis. Aku yang sudah ada di sampingnya, hanya menatap heran. Apa yang membuat kakakku berubah pikiran? Bukankah dia berniat menolak lamaran Mas Alzam? kenapa sekarang malah menerimanya? nyesek rasanya. Namun, aku ikut bahagia. Ini adalah takdir sang kuasa. Allah maha kuasa membolak balikan hati manusia. Begitupula pada kakakku. "Apa kamu tidak terpak
Read more

Part 34

"Ibu, Mas Wisnu ... hiks, hiks."Mbak Elina malah menangis di pelukan Ibu sambil menyebut nama Mas Wisnu. Padahal, ada Mas Alzam. Mas Alzam nampak kecewa. Dia perlahan menjauh lalu keluar dari kamar. Mbak Elina belum sadar, bahwa saat ini, ada hati Mas Alzam yang harus dijaga sebagai suaminya.Aku ikuti Mas Alzam. Dia terduduk lesu di dekat bangku panjang yang ada di halaman belakang."Mas Alzam.""Aish. Kamu ngikutin, Mas?""Hehehe, iya. Soalnya Aish mau ngomong sama Mas Alzam.""Ngomong aja, ada apa?""Mas jangan kecewa mendengar ucapan Mbak Elina tadi, yah.""Oh, soal itu. Mas, tidak kecewa Aish. Hanya sedikit cemburu saja. Jadi, sengaja menjauh agar rasa cemburunya tidak semakin besar.""Aish paham. Itu hal wajar. Namanya juga seorang suami pada istrinya. Tapi Aish yakin, Mbak Elina hanya kaget mendengar kenyataannya.""Apa Aish sudah tahu sejak lama soal rahasia itu? soalnya, Aish nampak akrab dengan Pak Arka.""Iya, Aish tahu saat Mbak Elina dan Mas Wisnu resmi bercerai.""Kala
Read more

Part 35

POV ElinaKebenaran yang dikatakan Aish sangat menohok hati. Gundah gulana begitu terasa. Seharusnya, aku mencari Mas Wisnu saat dia tidak datang ke persidangan. Kenapa aku bisa terjebak dalam permainan Aida? harusnya aku percaya kepada Mas Wisnu. Dia begitu mencintaiku, tak mungkin mengkhianati.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Benar apa yang dikatakan Aish, aku harus fokus dengan keluarga baruku. Meskipun, sejujurnya rasa untuk Mas Wisnu masih ada. Selamanya akan terpatri di sanubari. "Masyaallah, Aish jadi bijak sekali," puji Mas Alzma setelah mendengar ceramah Aish.Entah belajar dari mana, Aish memang selalu bijak menyikapi masalah. Dia bahkan menjadi penasihat ulung. Padahal, belum pernah berumah tangga. Lihatlah apa yang dibicarakan, bukan siapa yang berbicara. Itulah prinsip yang diajarkan sayyidina Ali. Aish memang belum berumah tangga, tapi nasihatnya baik. Maka, aku akan selalu mendengarkannya."Iya dong. Kalian, berbahagia saja di sini. Soal Aida yang kaya kuntilanak itu
Read more

Part 36

POV Aish"Bapak ini, selalu saja ngomongnya gitu," debat Emak.Gara-gara Mas Alzam, urusannya jadi panjang. Awalnya, aku niat kabur. Namun, kalah cepat bangun dengan Emak. Akhirnya, memikirkan cara lain agar bisa pergi dari sini. Terpaksa aku berbohong, tetapi tetap saja ketahuan."Memang begitu nyatanya, Bu. Anakku ini hebat, meskipun perempuan. Gak kalah kalau bertanding bersama pria. Jadi, Ibu jangan khawatir," ucap Bapak membelaku.Bapak selalu ada paling depan untuk membela. Dia yang paling paham keinginanku. Kami memang satu frekuensi. Karakter bapak yang pemberani, turun padaku. Termasuk, sikap keras kepalanya."Tidak. Emak gak bakal mengizinkan. Kamu tetap di sini.""Ayoklah, Mak. Kali ini saja. Percaya pada Aish. Mas Arka sangat membutuhkan Aish. Kita harus membinasakan kedzaliman dan meluruskan kekeliruan.""Tidak.""Emakmu, memang keras kepala," ucap Bapak kesal. Dia sengaja pergi ke luar rumah, agar tak ada pertengkaran.Emak malah berlalu menuju dapur. Wajahnya geram. Dia
Read more

Part 37

"Mau ke mana, Aish!" Teriaknya aku abaikan."Aish mau ke mana?" tanyanya lagi. Denis lelet. Banyak tanya. Aku sudah bilang, bahwa malam ini, kita akan mengintai Jex. Lebih cepat, maka lebih baik."Ayok, berangkat.""Berangkat ke mana Aish?""Diskotik Alexander.""Harus sekarang?""Nanti, lebaran gajah. Ya sekarang. Kita harus lihat situasi di Sana. Barulah memikirkan cara menculik Jex.""Baiklah. Kita berangkat."Denis tancap gas. Suasana mulai menjelang malam. Lokasi diskotik ini ada di pusat kota. Dari luar, nampak kecil dan biasa saja. Entahlah, jika masuk ke dalam."Menurutmu, kita tunggu di parkiran atau langsung masuk?""Tunggu di sini. Jex pasti ke sini dulu sebelum masuk diskotik." Denis hanya mengangguk patuh.Aku sengaja menyuruhnya parkir di dekat pintu masuk. Jadi, mudah terlihat jika Jex datang. Hampir dua jam kami menunggu. Namun, tak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku sudah kesal. Denis, malah ngorok. Mungkin dia lelah, karena menyetir sendiri dari Jakarta ke Bandung.
Read more

Part 38

"Denis!" teriakku panik. Peluru itu, berhasil menembus kaki kiri Denis.Darah mengalir deras. Bercucuran sampai ke lantai. Tubuhku gemetar menyaksikannya. Kenapa aku bisa ceroboh. Keselamtanku dan Denis terancam."Aish, kabur dari sini. Biar aku berusaha menghadapi, Jex. Cepat pergi!" ucap Denis sambil menahan sakit."Ti-tidak. Aku tak akan membiarkanmu mati konyol di sini. Kita akan pergi bersama. Biar aku hadapi pria ini."Aku bediri dan mengambil pistol yang tergeletak tak jauh dari Denis. Mengacungkan pistol dengan tangan gemetar. Jantungku, bagai terkena setrum tegangan tinggi. Kejang-kejang tak karuan."Ja-jagan sakiti kami, atau aku akan mengirimmu ke neraka.""Hahaha, pegang pistol saja gak becus. Mana bisa bunuh orang sepertiku."Aku berjalan mendekat ke arah Jex. Dia nampak tenang. Duduk santai memandangku. Pistol miliknya dia simpan di saku jas. Dia sangat yakin, kalau aku tidak bisa menembaknya. Meskipun, kenyataannya memang demikian. Baru pertama kali, aku memegang senj
Read more

Part 39

POV Ibu AnnaAku sangat panik ketika mengetahui cucuku di culik. Masalah Wisnu belum selesai. Sekarang datang lagi masalah lainnya. Kenapa keluargaku jadi berantakan seperti ini? apa ini karma karena telah menyakiti mantan menantuku--Elina. Tidak, tidak mungkin. Semua hanya ujian. Bukan karma."Aida, apa cucu Ibu sudah ketemu?""Belum Bu. Aida bingung harus bagaiamana lagi. Semua karena Mas Wisnu. Coba dia tidak gila. Hidupku dan anaknya tak akan malang seperti sekarang. Baru beberapa hari lahiran, harus mondar mandir sendirian mencari bayiku.""Apa maksud kamu Aida? kenapa kamu malah menyalahkan Wisnu. Semua ini salahmu. Ibu sudah bilang, segera lapor polisi.""Tak semudah itu Bu. Mas Wisnu juga memang salah. Seharusnya dia tetap waras. Bukan gila seperti sekarang."Plak!"Jaga mulutmu, Aida. Anakku tidak gila. Dia hanya butuh perawatan saja."Rasa kesal begitu membabi buta. Aku tak menyangka menantu yang sangat dibela malah melukai hati dengan ucapannya. Dia tega menghina suaminya s
Read more

Part 40

POV Elina "Mas Wisnu?" Hatiku bagai tercabik-cabik menyaksikan kondisi Mas Wisnu. Tubuhnya mulai kurus. Rambut awut-awutan. Wajah tak karuan. Sungguh, memprihatinkan. "Elina." Mas Wisnu langsung memelukku. Aku tak kuasa menolaknya. Pelukannya sangat hangat. Sama seperti dulu. Meskipun saat ini, dia hanya membisu. Namun, aku bisa merasakan cintanya yang luar biasa. "Mas, kenapa kamu jadi begini?" tanyaku yang masih dalam pelukannya. Mas Wisnu tak menjawab. Aku rasakan, bagian pundak terkena air matanya. Merembas sampai kulitku. Begitu pula denganku. Bulir bening bergulir di pipi. Kami bagai dua sejoli yang sudah lama berpisah, lalu di pertemukan kembali. Ada kehangatan yang menyeruak di sanubari. Aku tepis dengan paksa. Melepas pelukannya. Ada hati lain yang harus di jaga. "Elina," ucap Mas Wisnu menatapku. Dia meraba area wajahku. Memandanginya terus menerus. Bibirnya merekah menampilkan senyuman. "Mas, cepat sembuh. Kasihan Ibu. Dia ikut tersiksa melihat kondisimu. Begitu
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status