POV Ibu AnnaAku sangat panik ketika mengetahui cucuku di culik. Masalah Wisnu belum selesai. Sekarang datang lagi masalah lainnya. Kenapa keluargaku jadi berantakan seperti ini? apa ini karma karena telah menyakiti mantan menantuku--Elina. Tidak, tidak mungkin. Semua hanya ujian. Bukan karma."Aida, apa cucu Ibu sudah ketemu?""Belum Bu. Aida bingung harus bagaiamana lagi. Semua karena Mas Wisnu. Coba dia tidak gila. Hidupku dan anaknya tak akan malang seperti sekarang. Baru beberapa hari lahiran, harus mondar mandir sendirian mencari bayiku.""Apa maksud kamu Aida? kenapa kamu malah menyalahkan Wisnu. Semua ini salahmu. Ibu sudah bilang, segera lapor polisi.""Tak semudah itu Bu. Mas Wisnu juga memang salah. Seharusnya dia tetap waras. Bukan gila seperti sekarang."Plak!"Jaga mulutmu, Aida. Anakku tidak gila. Dia hanya butuh perawatan saja."Rasa kesal begitu membabi buta. Aku tak menyangka menantu yang sangat dibela malah melukai hati dengan ucapannya. Dia tega menghina suaminya s
POV Elina "Mas Wisnu?" Hatiku bagai tercabik-cabik menyaksikan kondisi Mas Wisnu. Tubuhnya mulai kurus. Rambut awut-awutan. Wajah tak karuan. Sungguh, memprihatinkan. "Elina." Mas Wisnu langsung memelukku. Aku tak kuasa menolaknya. Pelukannya sangat hangat. Sama seperti dulu. Meskipun saat ini, dia hanya membisu. Namun, aku bisa merasakan cintanya yang luar biasa. "Mas, kenapa kamu jadi begini?" tanyaku yang masih dalam pelukannya. Mas Wisnu tak menjawab. Aku rasakan, bagian pundak terkena air matanya. Merembas sampai kulitku. Begitu pula denganku. Bulir bening bergulir di pipi. Kami bagai dua sejoli yang sudah lama berpisah, lalu di pertemukan kembali. Ada kehangatan yang menyeruak di sanubari. Aku tepis dengan paksa. Melepas pelukannya. Ada hati lain yang harus di jaga. "Elina," ucap Mas Wisnu menatapku. Dia meraba area wajahku. Memandanginya terus menerus. Bibirnya merekah menampilkan senyuman. "Mas, cepat sembuh. Kasihan Ibu. Dia ikut tersiksa melihat kondisimu. Begitu
POV Aish"Mas, udah balik?"Baru tadi siang Mas Alzam berangkat. Aku pikir dia akan menginap di Bandung. Ternyata, selepas isya sudah kembali bersama motornya."Mau ke mana lagi, Mas?" Mas Alzam membawa pakaiannya dan Bilqis ke dalam tas. Wajahnya nampak kesal. Ada apa gerangan?"Mas izin pergi ke rumah saudara dulu, Aish.""Abi, Iqis mau di sini.""Kita harus pergi, Nak. Ayok.""Ada apa ini Mas?""Tanyakan saja pada kakakmu. Saya pamit.""Abi, Iqis gak mau pergi," rengek Bilqis.Mas Alzam memaksa Bilqis. Tak perduli anaknya menangis. Dia berlalu begitu saja menggunakan motornya. Aku hanya melongo menyaksikan perubahan sikapnya yang aneh."Aneh. Ada apa sebenarnya?"Dua jam kemudian, Mbak Elina datang. Wajahnya nampak cemas. Panik tak karuan. "Aish, di mana Mas Alzam?""Pergi.""Pergi ke mana?" Mbak Elina menggoyangkan pundakku. Menatap penuh kecemasan. Dia menggangguku yang sedang santai main Mobile legend."Jawab Aish!""Argh! kalah 'kan? Mbak ngeselin, sih.""Aish, tolong serius
"Mari pak Arka, Anda harus segera di bawa ke kantor polisi."Aku berhasil mengalahkan Arka. Tidak sia-sia mengintainya berhari-hari. Meskipun, awalnya aku tak mau melibatkan polisi. Takut Arka balik melaporkanku. Namun, tak ada cara lain. Tak akan aku biarkan Arka menguasai anakku.Elina pingsan mendengar kebenaran dari mulut Arka. Biarlah, harus terbongkar. Aku senang jika Elina menyesal, lalu depresi. Dia tak akan bisa kembali bersama Mas Wisnu. Karena sudah menikah lagi. Bagus, perlahan hidupnya akan menderita. Suatu saat, aku akan beri pembalasan yang lebih menyakitkan. Untuk saat ini, anakku dulu yang harus diamankan."Anak Mamah. Tenang yah, Sayang. Mamah akan selalu bersamamu."Aku cium dahi bayi kecilku. Hati rasanya tentram. Wajah polosnya membuatku sejenak berisitirahat dari kegilaan dunia ini. Arga, terima kasih telah memberi kenang-kenangan terindah. Maaf, dulu aku terpaksa mengirimmu ke alam kubur. Mulanya, aku berpikir mas Wisnu dapat membahagiakanku dan anak ini. Nyata
POV Elina"E-Elina."Mas Alzam bak bermandikan darah. Tanganku gemetar merengkuh tubuhnya. Dada berdegup kencang bak angin tornado. Rasa cemas, dan takut bercampur jadi satu. Diriku bagai terkena gelombang tsunami. Harus menyaksikan suami dalam keadaan mengerikan. "Mas, bangun ... Mas Alzam!""Aku mencintaimu." Matanya perlahan menutup. Napasku sesak. Hati dan pikiran meronta-ronta menolak kenyataan pahit ini."Mas Alzam!" "Aish, cepat panggil ambulan!" "I-iya Mbak."Kepala Mas Alzam ada di atas pahaku. Aku usap pipirnya agar dia tidak terlelap dalam kesakitan. Aku robek gamis bagian bawah untuk menghentikan pendarahannya."Mas, bertahanlah."Mata Mas Alzam menutup mata. Nadinya mulai melemah. Tubuh terkapar tanpa tenaga."Aish, mana ambulansnya," teriakku histeris. Semua ikut panik. Pak polis terlebih dahulu mengamankan penjahat. Aish sibuk menunggu ambulans di luar.Malam ini bagai mimpi terburuk dalam hidupku. Nyeri di ulu hati. Terasa tertancap ribuan benda tajam."Cepat ba
Pov Aish“Aish, Arka diculik,” ucap Mbak Elina.Mata mebeliak tak percaya. Musibah apa yang akan menerpa. Sementara besok adalah hari penting bagiku dan Mas Arka. Hanya satu hari lagi, pernikahan akan diselenggarakan. Pelaminan sudah dipenuh bungan mawar berbagai warna, sudah terpampang cantik di depan rumah. Tenda berdiri kokoh. Semua keluarga sudah berkumpul. Persiapan pernikahan hampir 90%. Namun, kabar buruk seakan meruntuhkan semuanya.“Mbak, jangan bercanda. Gak lucu. Nanti Ais teraktir seblak, biar Mbak gak oleng.”Aku berusaha membantah Mbak Elina. Tertawa sambil menggelengkan kepala. Menganggap perkataan Kakakku hanya lelucon. Kami memang sering bergurau. Aku yakin, Kak Elina hanya becanda. Sebelum aku resmi dipersunting pujaan hati“Mbak serius, Aish. Denis, asisten pribadinya Arka ada di depan. Dia sedang diintrogasi ibu dan bapak.”Tanpa banyak berucap lagi, aku bergegas keluar kamar. Betul saja, bapak, ibu dan para saudara lainnya sedang berkumpul, mencecar Denis dengan
"Pistol!" teriakku menutup mata.Malam pertama yang harusnya ceria, berubah menakutkan. Saat aku harus menerima kenyataan pahit. Membiasakan diri hidup bersama dengan orang asing Bersanding dengan sosok 'Black Lion' singa hitam dari Bandung."Kenapa, Aish Sayang?" tanya Jex heran.Aku berteriak bagaikan mau dieksekusi mati. Telapak tangan menutup wajah. Walaupun mata tetap mengintip dari sela-sela jari. Berdiri ketakutan. Seperti melihat pocong. Padahal, hanya ada kami berdua."Buang pistolnya."Jex langsung melirik senjata api yang ada di saku celananya. Dia lupa menaruhnya atau sengaja? mungkin efek terlalu lama jadi bujangan. Pistol malah jadi teman tidurnya. Aku perhatikan, ke mana-mana pistol hitam mengkilap itu, tak pernah lepas dari cengkraman. Namun, seharusnya Jex sadar, ada aku di kamar ini. Dia pikir aku orang jahat, sampai tidur pun selalu siap siaga membawa pistol."Santai Aish. Kirain kenapa. Cuman pistol doang. Kamu harus terbiasa hidup berdampingan dengan senjata.""
"A-aku takut. Pokoknya gak mau ketemu Tuan Sagara."Pundak bergidik ngeri sambil mengoles selai stoberi di atas roti. Lalu, aku makan dengan kemaruk. Mata menerawang ke mana-mana. Masih terekam jelas kejadian paling menakutkan saat pertama kali bertemu Tuan Sagara. Jantungku hampir copot menyaksikan kekejaman Tuan Sagara. "Kamu harus ikut, Sayangku."Jex tersenyum lebar. Dia langsung merebut roti yang baru saja aku olesi selai. Memakannya dengan sorot menggoda. Aku teguk segelas air, untuk menetralisir hati yang bergetar."Kenapa ekspresinya gitu? kamu mulai jatuh cinta yah?""Dih, pede banget. Mana mungkin aku jatuh cinta sama mafia jahat. Semua ini, hanya terpaksa.""Hahaha, baiklah. Kita lihat saja nanti.""Dih, kamu percaya diri sekali. Ingat, Jex kamu hanya bisa memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku."Aku berdiri. Ingin menghindar dari Jex. Mulut dan hatiku mengatakan hal yang tidak sinkron. Namun, tiba-tiba Jex menarikku dipangkuannya. Tangan Jex melingkar di pinggangku.
POV AishApa kira-kira tugas terkahir Jex sebagai mafia? sepanjang perjalanan Jakarta - Bandung aku terus berpikir keras. "Sayang, apa sebenernya yang harus diselesaikan? kamu tidak berniat membunuh seseorang 'kan?""Tidak, istriku. Ada wasiat dari Ayah. Setelah itu, hidupku akan bebas.""Apa?""Nanti aku beritahu, lebih baik kamu tidur. Kamu pasti lelah.""Baiklah."Jex bukan orang yang bisa dipaksa untuk bicara. Maka aku ikuti saja keinginannya. Yang terpenting, dia sudah tidak terobsesi lagi oleh dendam. Aku hanya ingin kami bisa hidup bahagia tanpa di bayang-bayangi kecemasan. Ternyata hidup menjadi bagian dari seorang mafia sangat tidak nyaman. Meskipun uang berserakan di mana-mana. ****Satu bulan berlalu, Perlahan Jex menyelesaikan tugas terakhirnya. Dia menyerahkan semua saham perusahaan Sagar Buana pada Denis. Dengan rasa tak percaya, Denis mau menerimanya. Jex hanya akan mengambil sedikit harta untuk membeli tanah dan modal untuk memulai hidup baru di desa emak dan bapakku
POV JexMataku membeliak kaget. Kamar berantakan. Baju-baju Aish sudah berkurang dari lemari. Aku pikir dia hanya marah biasa. Ternyata, Aish nekat pergi dari rumah ini. Hampir 5 jam aku melupakannya setelah pertengkaran yang terjadi di antara kami. Aku terlalu sibuk dengan dunia kesedihanku. Sampai tidak sadar Aish meninggalkanku."Ke mana istriku pergi?" tanyaku penuh amarah kepada penjaga."Ta-tadi nyonya naik taksi online sambil membawa koper, Tuan. Saya pikir sudah izin sama Tuan.""Bodoh!"Bugh. Aku pukuli para penjaga satu persatu. Dasar manusia berotot yang tidak bisa diandalkan. Mana mungkin aku membiarkan Aish keluar sendirian tanpa penjagaan anak buahku. Kenapa mereka begitu bodoh, sampai tidak bisa melarang kepergian istriku? Amarah aku luapakan secara brutal. Semua anak buahku menjadi pelampiasan emosi. Mereka semua babak belur. Darah mengucur di bagian bibir. Aku berubah seperti Jex yang dulu. Menjadi brutal dan ganas. Bagaikan singa hitam. Aku segera menuju rumah Mb
POV Aish "Ayah!" teriak suamiku diiringi isak tangis.Persendian lemas. Aku tersungkur di lantai. Menunduk sambil mengeluarkan air mata. Tak sanggup memandang wajah ayah yang sudah penuh darah. Sedangkan suamiku terus meraung mengeluarkan kesedihan. Dia memeluk dan mencoba membangunkan ayahnya. Namun, semua itu percuma. Ayah sudah kembali ke alam keabadian. Dia meninggal karena memilih menyelamatkanku dan cucunya. Tak gentar menghadapi ajal. Pengorbanannya untukku dan Jex begitu luar biasa. Namamu akan tersimpan baik di hatiku ayah.Maafkan aku tak bisa menyelamatkanmu. Terima kasih telah mengorbankan nyawa demi aku. Kau bagai malaikat penolongku. Jujur, sesak di dada begitu menghimpit. Oksigen seakan tak mau masuk ke rongga paru-paruku. Rumah yang penuh canda tawa dan ketenangan ini, mendadak gelap. Seiring dengan kepergianmu. "Ayah ... maafkan aku. Ayah ... bangunlah, Arrgh!"Jex mencengkram pundak ayah. Menggoyangkan tubuhnya. Mengaggap ayah hanya sedang tertidur pulas. Suamiku
POV AraavSialan. Pria tua seperti Sagara bisa memporak porandakan bisnisku dalam hitungan hari. Di tambah lagi kecerobohan Arka dan anak buahnya. Mereka memang tidak bisa diandalkan. Lengah meninggalkan jejak ketika membakar ruko. Arka juga dituduh melakukan penculikan karena bertingkah gegabah. Aku sudah bilang, jangan bertindak sembarangan. Rusak sudah rencanaku. Jex dan Sagara bersekongkol menghancurkanku. Dia membuatku masuk penjara. Semua karena penghianatan manusia busuk seperti Arka. Dia dijebloskan terlebih dahulu ke penjara, dan sengaja menyeret namaku ikut dengannya. Dasar manusia sialan. "Aku sudah bilang, kau ini bodoh. Kau pintar bercuap-cuap, tapi selalu salah bertindak," hardik Gisel.Adik sialan yang merasa paling hebat. Beruntung aku berhutang pertolongan kepadanya. Kalau bukan karena dia aku masih mendekam di penjara. Ruangan yang mirip tempat pembuangan sampah. Mimpi buruk berada di sana. Hanya dalam hitungan hari saja, membuatku trauma. Aku bersumpah akan mengh
POV Tuan Sagara"Tu-tuan, jangan emosi dong. 'Kan bukan aku yang seperti iblis."Perempuan bodoh kesayangan Jex ketakutan. Dia tak setangguh yang aku pikir. Awalnya, aku mengira dia perempuan tangguh, karena berani melawanku pada waktu itu. Namun, tetap saja seorang perempuan sesuai kodratnya. Hatinya lembut. Lebih tepatnya dinamakan lemah."Jangan cengeng. Baru seperti itu saja ketakutan. Kamu sedang mendengar aku bercerita, bukan menonton arena gulat.""Hihihi, Tuan tetep serem walaupun sedang curhat."Anak ingusan ini malah mengejekku. Kalau bukan istri dari putra angkatku, sudah aku tampar dia. Tak sopan bersikap demikian di hadapanku. Berani meledek mafia paling hebat se-Asia. Sebenernya, dia orang kedua. Maria sudah terlebih dahulu bersikap konyol begitu ketika bersamaku. "Cepat bereskan dapur ini. Jangan sampai ada debu sedikit pun. Kau terlalu lancang menyuruhku banyak bicara.""Maaf, Tuan. Aku tidak menyuruh. Hanya saja, Tuan yang bercerita duluan. Tapi, tak apa. Sebagai me
"Buburnya sudah siap, Ayah.""Hahaha, aku suka panggilan itu, Lion.""Ternyata kau membawa pujaan hatimu, hahaha. Kita tidak sedarah, tapi tingkahmu mirip denganku," sambungnya ketika menyadari kehadiranku.Sungguh aneh. Tuan Sagara yang ada di hadapanku saat ini, sangat berbeda dengan sosok Tuan Sagara saat kami pertama berjumpa. Dia kelihatan seperti orang tua pada umumnya. Dengan rambut yang beruban, dan kesehatan yang mulai memburuk. Apa memang begini kehidupan seorang mafia? mereka bisa menyesuaikan diri dengan sesuka hati. Tergantung tempat dan kepentingan. "Aish sudah membuat bubur. Silakan di makan, Ayah. Setelah itu, minumlah obat.""Berikan buburnya, jika tidak enak, istri cantikmu ini tak akan selamat, hahaha.""Ih, serem, Jex," bisikku panik. Baru saja pria tua ini aku puji, karena bersikap normal. Sekarang dia malah berani mengancamku. Padahal aku tidak melakukan kesalahan ."Tak usah takut, hanya bercanda.""Bercanda dari Hongkong. Orang mukanya serem gitu," bisikku kes
"Om, Om, mukanya ko, serem," ledek Bilqis malu-malu.Anak itu memang begitu. Meskipun kelihatan ketakutan, tapi suka jahil. Salah satunya senang berceloteh. Terlalu jujur. Aku peluk dia sambil tertawa. Sedangkan Jex tampak tak terima dikatakan demikian. "Santai dong, Om Jex tampan. Bilqis bicara seperti itu karena dia ingin PDKT sama kamu. Peka dong.""Aku tak paham caranya mendekati anak kecil," jawab Jex tanpa dosa.Dia tenang saja duduk di sampingku. Tanpa niatan ingin mengajak Bilqis bermain. Aku punya ide supaya suasana di rumah ini tidak kaku. "Iqis, suka main kuda gak?""Suka dong, Tante. Tapi ayah sedang masak. Jadi, Iqis gak bisa main kuda-kudaan.""Nah, Tante punya teman baru untuk Aish main kuda-kudaan.""Serius Tante? mana temannya.""Nih, di samping Tante.""Aku maksudnya?" tanya Jex kaget. Dia tampak tak terima dengan usulanku."Ya iyalah, suamiku sayang. Siapa lagi? kamu tega istrimu jadi kuda? hi, dasar.""Aish, jangan begitu," tegur Mbak Elina.Kakakku membawa dua
POV AishHari ini semuanya berubah. Aku bisa merasakan pancaran kebahagian. Jex begitu menikmati sarapan bersama kami, dan Mbak Elina. Benar kata kakakku, suamiku butuh perhatian. Aku harus berdamai dengan takdir dan menerima semuanya. Rido terhadap ketentuan Gusti Allah. Awal mula perubahan sikapku, karena nasihat Mbak Elina dini hari tadi. Saat aku terbangun pukul 03.00 dini hari, aku melihat Jex tertidur sambil memelukku. Dengan kondisi kepalaku yang sudah tidak mengenakan hijab. Rasa kesal sempat menghampiri. Tak terima dengan sikap Jex yang lancang. Seenaknya dia melihat rambutku. Namun, perlahan emosiku reda. Ketika mendengarnya mengigau."Jangan ... jangan ambil Aish dariku. Aku mohon ...." Tampaknya Jex bermimpi buruk. Air mata menetes begitu saja. Padahal, matanya terpejam. Dari situ, hatiku sedikit tersentuh. Bertanya-tanya dalam diri ini. Apa sebesar itu cinta Jex padaku? sampai dalam tidurnya saja, dia tak mau kehilanganku.Aku berusaha mengingat-ingat lagi, apa yang su
POV JexMalam ini aku ceritakan semuanya pada Aish. Mulai dari kisah hidupku semasa kecil. Sampai konflik yang terjadi antara Tuan Nicolas dan adiknya, Tuan Sagara. Sepengetahuanku, Tuan Nicolas yang mempunyai sifat tamak. Ingin merebut semua yang menjadi milik adiknya. Sama halnya dengan Araav. Darah haus kekuasaan mengalir kental pada anak pertama Tuan Nicolas. Aish sangat antusias mendengarkan ceritaku. Meskipun, wajahnya seketika murung saat aku memberi tahu kebusukan Arka. Istriku harus tau. Walaupun, dia tak mungkin 100% percaya padaku. Namun, setidaknya Aish bisa berhati-hati. Jika sewaktu-waktu Arka mengganggunya. Baru saja mau merebahkan tubuh di kasur, tiba-tiba ada panggilan dari orang kepercayaan yang memegang bisnis ruko. Dia mengabarkan kalau Ruko habis terbakar. Sampai merembet ke perumahan milik Sagara Buana."Jex, mau ke mana?""Ada masalah, Aish. Kemungkinan besar, Araav dan Arka sedang membuat perhitungan padaku.""Maksudnya bagaimana?" "Aku sudah mengacaukan mar