Semua Bab Bukan Dokter Cinta: Bab 51 - Bab 60

61 Bab

Bab 51 Bukan Mimpi

Pagi itu menjadi awal hari yang menyeramkan bagi Wenda. Ia bangun dari tidurnya yang terasa sangat melelahkan. Ia membuka matanya dan tak disangka ia langsung melihat sebuah dada yang bidang tanpa sehelai kain pun di hadapannya. Ia lalu terperanjat kaget dan bangun dari tidurnya. Dilihatnya sosok seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah suami dari pernikahan kontrak yang sedang ia lakukan. David! David tidur seranjang dengannya tanpa baju! Wenda melihat David masih tertidur pulas di atas ranjang yang sama dengannya. Jantungnya berdegup kencang saat melihat David tak mengenakan sehelai kainpun di dadanya. Tubuhnya bergetar saat melihat kedua bahunya juga terbuka. Ia pun perlahan membuka selimut yang melilit di bagian dadanya, dan ternyata.... "Aaakkkkk!!" Wenda memekik dengan kencang ketika melihat dirinya ternyata telah bertelanjang bulat di balik selimut itu. David yang mendengar Wenda berteriak lantas bangun dari tidurnya dengan wajah linglung.
Baca selengkapnya

Bab 52 Mengulur Hati

"Ya ampun, sayang!" seru Bu Tina sedih ketika melihat menantunya pulang dari liburannya dengan kaki dan tangan terbungkus perban. "Kenapa bisa kayak gini sih, Nak?""Wenda terpeleset di kamar mandi, Ma." jawab Wenda mencoba untuk tersenyum di depan mertuanya. "Ya ampun. Selain kaki dan tangan ada luka lainnya nggak?" tanya Bu Tina kembali mengecek seluruh bagian tubuh Wenda satu per satu. Membuat Wenda merasa kikuk dan risih. "Ma, udah nggak ada yang lain, Ma." sahut Wenda mencoba menghentikan pergerakan Bu Tina. "Mama tenang aja, Wenda baik-baik aja kok." ucap David berusaha menenangkan ibunya yang nampak sangat khawatir. "Lagian kalian itu ada-ada aja, pakai acara kepeleset segala. Emang kalian ngapain di kamar mandi? Apa nggak enak di tempat tidur aja?" Bu Tina terus memberi pertanyaan di luar prediksi David dan Wenda. Membuat mereka kelabakan untuk menjawabnya. "Ma, bukan kayak gitu,""Iya, Ma nggak kayak gitu,
Baca selengkapnya

Bab 53 Affair

Pesawat David landing tepat pukul 11 malam Waktu Indonesia Tengah. Rasa lelah sudah menghantui tubuhnya hingga tanpa sadar ia salah mengambil koper saat bagasi pesawat mulai dibuka. Warna koper itu sama-sama hitam dan besarnya juga tak jauh berbeda. Namun perbedaan itu terletak pada motifnya. "Maaf, Mas. Itu koper saya." ucap seorang wanita tinggi semampai dan berambut panjang dengan model highlight. Jika wanita itu tak memperingatkan David sudah bisa dipastikan koper itu akan terbawa sampai ke hotel. "Oh iyakah?" David pun mengecek koper itu sekilas dan benar saja seperti apa yang diucap wanita cantik itu. "Maaf, Mbak, kopernya mirip. Ini saya kembalikan." David memberikan koper itu dengan perasaan malu dan canggung. Setelah mengucapkan terima kasih wanita itu pun berlalu pergi. Sedangkan David masih menunggu kedatangan koper miliknya. David menaiki taksi yang sudah tersedia di bandara. Untuk kali ini tidak ada supir pribadi utusan dari perus
Baca selengkapnya

Bab 54 Warning Alert

Nicho membuka pintu kamar hotel tempat di mana awalnya ia akan bermalam dengan wanita koper itu. Namun, tak jadi ia lakukan karena sudah tertangkap basah oleh kakak iparnya sendiri. Wanita itu sangat terkejut saat melihat wajah Nicho sudah lebam dan bibir berdarah. Sedangkan David hanya menyeringai kecut melihat drama yang ditampilkan oleh wanita itu. "Mas, wajahmu kenapa?" tanya Wanita Koper yang akan menyentuh wajahnya tetapi di tepis oleh Nicho. Nicho pun lanjut berjalan dengan langkah gontai dan masuk ke dalam kamar. Wanita itu bergantian menatap David yang hanya berdiri di ambang pintu. "Mbak, mau tau jawabannya nggak?" cibir David sambil bersandar di tembok. "Mas tau siapa yang mukul suami saya?" tanya Wanita Koper penasaran. "Saya yang mukul." jawab David enteng saja tanpa beban apalagi merasa bersalah. "Loh, Mas ini siapa ya kok berani-beraninya mukul suami saya? Ada masalah apa sama suami saya, ha?" Wanita itu naik pitam dan memelototi David."Ck! Ini suaminya siapa, tapi
Baca selengkapnya

Bab 55 Santi

"Habisnya nggak sembuh-sembuh. Kan kasian istriku ini.. Mau ya sayang?" David mencoba merayunya dengan panggilan itu lagi. Membuat bulu kuduk Wenda merinding. "Diih, ogah!" sahut Wenda singkat lalu reflek mematikan panggilan telepon itu dan melempar ponsel untuk menjauhi dari dirinya. Ia pun menenggelamkan wajahnya lagi ke atas bantalnya.Wenda begitu terkejut ketika Tuan Muda itu tiba-tiba meneleponnya. Tepat di saat Wenda sedang memikirkan David di dalam otaknya bersama dengan kenangan yang terjadi kemarin malam di hotel Lombok. Bagaimana David bisa tahu bahwa ia sedang memikirkannya? Bahkan David menjawab apa yang sedang ia tanyakan di dalam otaknya. Wenda hanya ingin tahu apakah David sudah sampai di Bali atau belum. Memikirkan hal ini membuat Wenda merasa malu. Ia pun memukul-mukul ranjangnya perlahan untuk pelampiasan emosinya itu. Tak lama, Wenda pun segera beranjak dan duduk di atas ranjang dengan sangat cepat. Ia seperti teringat akan
Baca selengkapnya

Bab 56 AB+

Mobil hitam itu melaju dengan tangkas memasuki area parkir di sebuah rumah sakit. Gilang, sang pengemudi handal sudah sangat terlatih untuk mencari slot kosong di area parkir dengan cepat. Hal inilah yang memberi kelegaan di dalam hati Wenda. Batinnya kini tengah terkoyak karena kabar buruk sedang menimpa adik bungsunya itu. Wenda melangkah keluar mobil dengan cepat sambil menggandeng Monic. Tak lama Bu Tina dan Gilang menyusul kemudian. Dengan setengah berlari Wenda memasuki gedung rumah sakit itu dan bertanya kepada salah seorang petugas security."Siang, Pak. Mau tanya ruangan Dahlia di mana ya, Pak?" tanya Wenda menyebutkan nama ruangan berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari Monic. Meskipun informasi itu belum terlalu detail di kamar nomer berapa adiknya, Santi, tengah dirawat. "Ibu silakan jalan ke arah sini, nanti ruangannya ada di sebelah kanan Ibu." ucap pria security tersebut dengan ramah sambil menunjukkan arah dengan tangan kanannya.
Baca selengkapnya

Bab 57 Curhat Colongan

Sejak mendapat kabar buruk mengenai kondisi adik iparnya, David langsung terbang kembali ke Jakarta malam itu juga. Hampir saja David kehabisan tiket, karena hari ini hari Minggu, jadwal penerbangan di Bali saat itu padat sekali. David pun terbang dengan jadwal penerbangan terakhir di malam itu. Sesampainya di Jakarta, David juga langsung menuju ke rumah sakit tempat Santi dirawat. Namun karena ia datang disaat hampir tengah malam dan bukan di waktu jam besuk pasien, ia pun tak diperbolehkan masuk oleh petugas security. David pun hanya bisa mengalah setelah berbagai kalimat negosiasi ditolak mentah-mentah oleh mereka. David sadar, ini memang bukan saat yang tepat untuk menjenguk Santi, tetapi ia juga merasa khawatir dengan kondisi kaki Wenda yang tengah sakit. Bu Tina memberi tahunya bahwa Wenda malam ini tidur di rumah sakit ini untuk menjaga adiknya. Itulah mengapa ia hanya ingin memastikan bahwa Wenda baik-baik saja. Itu saja! David hanya bisa duduk
Baca selengkapnya

Bab 58 I Miss You

"David itu bener-bener keterlaluan! Nggak ada rasa empatinya sama sekali. Lagi kondisi kayak gini bisa-bisanya dia berlagak jadi bos, yang tinggal perintah sana perintah sini! Emang dia pikir Santi itu barang yang bisa asal dipindah tempat apa!"Wenda terus saja menggerutu di sepanjang perjalanannya menuju ruang rawat Santi. Ia meluapkan semua rasa kekesalannya atas ucapan David tadi. Ia masih tak habis pikir dengan kelakuan David yang seenak jidat itu. "Mending dia pergi aja jauh-jauh daripada harus repot-repot dateng ke sini tengah malem, kalo cuma mau ngajak ribut. Huh!"Wenda menghela napas kesalnya sekali lagi. Ia menghentikan gerutuannya usai lift yang ia naiki sudah sampai di lantai yang ia tuju. Ia terlalu malu untuk menggerutu sendiri di sepanjang lorong ruangan, di mana perawat terkadang masih lalu-lalang untuk mengecek kondisi pasien di kamar masing-masing. Saat ini, Santi tengah menjalani terapi penambahan trombosit dari para donor s
Baca selengkapnya

Bab 59 Belenggu Rindu

"Wen.. Bangun...!"Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Bu Tina menepuk perlahan lengan Wenda dan ia masih saja tertidur pulas di sofa samping ranjang Santi. "Mbak Wenda belum mau bangun ya, Tante?" tanya Santi dengan kondisi yang masih sangat lemah. Ia memiringkan tubuhnya perlahan untuk menatap Bu Tina dan Wenda. "Belum, Nak." jawab Bu Tina, "Wen, Wenda sayang.. Bangun.. ""Iya, Mas.. Bentar lagi, Wenda masih ngantuk.."Bu Tina tersenyum geli mendengar kata 'Mas' yang terucap di bibir Wenda. Pasti menantunya itu mengira dirinya adalah David, anaknya. Memang sebaiknya pengantin baru itu jangan berpisah terlalu lama. Akhinya akan jadi seperti ini 'kan? "Wenda.. Bangun..!" Bu Tina menepuk lengan Wenda lebih keras lagi. Namun ternyata hasilnya sama saja. Wenda malah sedikit menggeliat dan melipat kedua lengan ke depan tubuhnya. Seperti sedang memeluk sesuatu. "Iya, Mas.. Wenda juga kangen sama Mas... Hmmm..""W
Baca selengkapnya

Bab 60 Nasi Padang

Wenda sudah bersiap untuk menuju ke rumah sakit lagi walaupun pada akhirnya nanti ia akan berhadapan dengan omelan mertua karena sikap keras kepalanya. Tangan dan kaki yang beberapa hari kemarin sakit, badan yang sekarang lelah karena kurang tidur pun, seolah tak ia rasakan sama sekali. Ia pun bersikeras untuk tetap datang setiap hari ke rumah sakit demi adik bungsunya itu. Wenda merasa, apa yang dulu menjadi tanggung jawab ibunya, kini ia harus menggantikannya. Terlebih Santi masih terlalu kecil dan tak seharusnya ia kehilangan sosok ibu diusianya saat ini. "Sorry, Wen, nunggu lama. Tadi ada telpon dari David." ucap Gilang yang kini sudah masuk ke dalam mobil sambil membawa sebuah amplop besar berwarna cokelat. Wenda sudah menunggunya dengan masuk ke dalam mobil yang sudah menyala. "Kenapa sama David, Mas?" tanya Wenda penasaran. "Ini, dia, anu, apa.. berkas dia ada yang ketinggalan." jawab Gilang sedikit terbata. Gilang agak terkejut karena Wenda bert
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status