Semua Bab Bukan Istri Sah: Bab 61 - Bab 70

116 Bab

Jangan Ikut Campur

“Tyo, keluar!”Bumi langsung memasuki ruang kerja Banyu, karena tidak melihat asisten pria itu ada di mejanya. Di dalam ruangan, Bumi mendapati asisten Banyu tengah berbincang dengan pria itu. Untuk itulah, Bumi segera meminta Tyo keluar agar ia bisa bicara empat mata dengan Banyu.Tyo memandang Banyu terlebih dahulu, untuk meminta persetujuan. Setelah Banyu mengangguk, barulah Tyo keluar dari ruangan dan menutup rapat pintunya.“Ada perlu apa?” Firasat Banyu mengatakan, kedatangan Bumi ke kantornya berhubungan dengan Damay. Atau, dengan kata lain Bumi telah bertemu dengan Damay sebelum pria itu datang ke kantornya.Bumi menarik kursi yang berseberangan dengan Banyu, lalu duduk di sana. “Aku nggak mau ribut, Mas. Aku cuma mau tanya baik-baik. Kamu sama Damay, sudah ngapain aja?”Banyu menutup laptopnya perlahan. Bersandar santai pada punggung kursi hitam kebesarannya. Ia tidak ingin gegabah, dan harus mengetahui asal muasal pertanyaan tersebut lebih dulu.“Maksudmu?” Satu alis Banyu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-13
Baca selengkapnya

Menuntut Keadilan

Damay segera bangkit dari tidurnya, ketika mendengar suara ketukan di pintu. Sejurus kemudian, pintu kamar yang ditempatinya terbuka dan terlihat Airin masuk sembari membawa satu buah paper bag. Wanita paruh baya itu lalu duduk di tepi ranjang, dan meletakkan paper bag cokelat itu di samping Damay. “Barusan ada kurir yang ngantar, buat kamu.” “Makasih, Bu.” Meskipun sedikit bingung, tapi Damay segera meraih paper bag tersebut dan melihat isinya. Untuk lebih memastikan, Damay akhirnya mengeluarkan isinya satu per satu. “Baju … saya.” “Dari Banyu,” ujar Airin menjawab kebingungan Damay. Damay menelan ludah. Meletakkan kembali semua baju yang baru saja ia keluarkan ke paper bag. Itu berarti, Banyu sudah tahu jika Damay berada di rumah Bumi. “Maaf, kalau saya sudah merepotkan,” Damay tertunduk meratapi nasib dan masih belum bisa berpikir dengan jernih. “Saya, minta izin nginap di sini semalam aja, Bu, untuk istirahat. Saya janji bakal pergi dari sini besok pagi.” Damay tahu benar Ai
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-14
Baca selengkapnya

Pergi

Langkah Banyu berhenti, ketika memasuki ruang tengah keluarga Wiratama. Dari dulu, Adam tidak pernah meminta Banyu untuk pulang ke rumah secara mendadak seperti ini. Untuk itu, Banyu melajukan mobilnya dengan semaksimal mungkin untuk menembus kemacetan ibukota. Yang membuat Banyu semakin bingung, Adam tidak menjelaskan mengapa ia harus pulang saat itu juga. Karena itulah Banyu khawatir, jika telah terjadi sesuatu dengan sang mama. Namun, yang menambah keterkejutan Banyu adalah, sudah ada Airin yang duduk pada salah satu sofa di ruang tengah. Ibunda dari Bumi itu, menatap Banyu dengan tegas dan tajam. Airin pasti sudah menceritakan masalah Damay kepada Adam. “Duduk!” titah Adam pada Banyu yang masih berdiri terpaku menatap ketiga orang yang berada di ruang tengah. Banyu beranjak, lalu duduk berseberangan dengan Airin. Menunggu, dan tidak ingin gegabah dalam berucap ataupun bertindak. Ia ingin tahu terlebih dahulu, apa saja yang telah dikatakan Airin kepada Adam. “Damay selama ini t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-14
Baca selengkapnya

Sebuah Jalan

Menuntut keadilan? Damay semakin dibuat pusing saja dengan ulah Airin. Memangnya, apa yang mau dituntut dari pria seperti Banyu. Juga, keadilan seperti apa, yang bisa diberikan oleh keluarga Bumi sampai-sampai Damay harus bertahan dan tidak boleh kembali pulang ke Kalimantan. Tidak kehabisan akal, Damay pun pergi diam-diam dari rumah Bumi setelah mengganti pakaiannya. Ternyata, berada di rumah pria itu hanya semakin membuat rumit masalahnya. Damay berjalan keluar kompleks yang lumayan jauh, lalu mampir sebentar pada sebuah minimarket yang berada di samping komplek. Dengan wajah memelas, Damay menghampiri meja kasir dan berbicara pada salah satu pegawai yang berada di sana. “Maaf, Mbak. Bisa minta tolong nggak?” ujar Damay menarik napas sejenak karena kelelahan. “Barusan tas saya dijambret, terus hape saya juga ada di dalam tas.” Wanita yang berada tepat di depan Damay menatap iba, sekaligus curiga. Banyaknya modus penipuan saat ini, membuat mereka semua yang ada toko haruslah was
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-15
Baca selengkapnya

Tanggung Jawab

“Kak!” Tangan Damay terulur cepat, mencengkram tangan kiri Bumi yang masih berada di balik kemudi. “Itu, mobilnya pak Banyu!”“Halu—” Tadinya, Bumi menganggap Damay tengah berhalusinasi. Namun, saat ia melihat Banyu berjalan keluar melewati pagar rumahnya, seketika itu juga Bumi langsung menginjak pedal remnya.Akan tetapi, jika dipikirkan lagi, kenapa juga Bumi harus berhenti dan menghindari Banyu seperti sekarang. Jarak mereka tinggal 10 meter lagi dan Bumi kembali menjalankan mobilnya seperti semula.“Kak—”“Diam, lo!”Sudah saatnya mereka bertemu dan membicarakan semuanya. Bumi langsung membunyikan klaksonnya saat Banyu baru saja membuka pintu mobil. Pria itu menoleh, dan menatap kedua orang yang berada di dalam sana.Banyu langsung menutup pintu. Berdiam di tempat untuk menunggu Bumi memarkir mobilnya. Banyu menatap Damay yang berjalan keluar dengan ragu. Wajah gadis itu terlihat kusut dengan bibir yang mengerucut tajam dan enggan menatap Banyu.“Masuk dulu, Mas,” ajak Bumi berhe
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-15
Baca selengkapnya

Keputusan Damay

“Whooo … no! Damay nggak bisa dan nggak boleh nikah sama Mas Banyu.” Kalimat tersebut tiba-tiba saja terucap dari mulut Bumi. Bahkan, Bumi berbalik sebentar untuk meraih pergelangan tangan Damay, lalu membawa gadis itu berdiri sejajar dengannya. “Damay tetap di sini, dan nggak boleh pergi ke mana pun, kecuali dia pulang ke Kalimantan.” “Bumi!” hardik Airin mendadak tidak mengerti arah pikiran putranya. “Banyu itu—” “Nggak bisa, Bun,” sergah Bumi. “Mas Banyu nggak boleh nikah sama Damay.” “Hubungan mereka itu sudah terlalu jauh—” “Bunda.” Dengan terpaksa, Bumi kembali memotong ucapan sang bunda. “Coba lihat Mas Banyu. Dia nggak mungkin bisa bahagiain Damay kalau mereka menikah nanti. Menikah itu ibadah, dan tujuan akhirnya untuk bahagia. Ngapain Damay harus nikah, kalau ujung-ujungnya harus menderita di tangan Mas Banyu.” “Siapa yang bilang, aku nggak bisa membahagiakan Damay?” Ucapan Bumi sungguh terkesan meremehkan Banyu. “Dia juga nggak akan menderita kalau nanti menikah denga
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya

Pulang

Seperti biasa, suasana di dalam mobil akan selalu sunyi senyap jika berada bersama Banyu. Damay diam, pun dengan Banyu yang memang memiliki kebiasaan mengheningkan cipta jika tengah berkendara. Meskipun debaran jantung Damay kini berdetak guguk, tapi ia harus percaya dengan ucapan Banyu. Setelah ini, pria itu akan mengembalikan semua berkas, serta barang-barang Damay. Jika semua sudah berada di tangan, maka Damay akan segera membeli tiket dan kembali ke Kalimantan seorang diri. Tidak berapa lama kemudian, Banyu membelokkan mobilnya ke sebuah restoran. “Pak Banyu mau makan?” tanya Damay akhirnya membuka suara setelah sekian lama diam dalam perjalanan. “Ikut saya.” Damay menghempas kepalanya ke belakang dan membenturkannya pelan pada sandaran kepala. Kenapa pria itu terkadang tidak memberikan jawaban atas pertanyaan Damay. Tidak ingin mood Banyu berubah, Damay segera keluar dan menyusul pria itu. Damay tampak tercengang ketika berada sudah berada di dalam ruangan. Ternyata, tempat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya

Sepuluh Menit

“Tiket Jakarta Samarinda buat besok sudah habis.” Damay yang tengah duduk pada sofa di depan teve menoleh. Belum sempat ia berujar, Banyu kembali melanjutkan kalimatnya. “Yang ke Balikpapan juga habis.” “Bohong, kan!” Banyu menghempas tubuhnya di samping Damay, lalu menyerahkan ponselnya di pangkuan gadis itu. “Kamu bisa telpon Tyo kalau nggak percaya.” Damay mengerjab hingga berkali-kali melihat ponsel yang ada di pangkuannya. Sejak kejadian di luar restoran pastry, Damay bisa merasakan ada sedikit perubahan pada sikap Banyu padanya. Damay pun mengambil benda pipih tersebut, lalu meletakkannya di pangkuan Banyu. Ia menggeleng dan berkata, “Kalau besok lusa?” “Lagi dicari.” Banyu meraih ponselnya, lalu meletakkan benda tersebut di lengan sofa. “Kenapa nggak sekalian?” rungut Damay kemudian bersedekap dan bersandar pada punggung sofa. “Mas Tyo itu harusnya bisa kerja lebih efisien lagi, biar nggak bolak balik. Terus, kalau cuma ngecek tiket buat besok lusa, saya juga bisa.” Ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-17
Baca selengkapnya

APA?

“Kamu telat.”Damay berlari kecil melewati Banyu yang berdiri di ujung tangga lantai satu. Tidak menanggapi pria itu, dan terus berlari keluar rumah sambil mencepol rambut panjangnya. Padahal, Damay sudah memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin untuk mempersiapkan diri. Namun, waktu sepuluh menit yang diberikan oleh Banyu masihlah belum cukup untuknya.Setelah sampai di pekarangan rumah, Damay lebih dulu berdiri di samping pintu mobil. Tinggal menunggu Banyu datang dan membuka kuncinya.Banyu berhenti sebentar, dan menatap penampilan gadis itu dari ujung rambut, hingga kaki. Damay memakai dress yang sama, ketika mereka pertama kali bertemu di pernikahan Tari. Hanya saja, ada yang sedikit berbeda dari gadis itu jika ditelisik lebih lanjut.“Lipstikmu, warnanya seperti tante-tante,” komentar Banyu, lalu berlanjut melihat rambut yang dicepol tinggi, dan menampilkan leher jenjang yang selama ini jarang ia lihat secara menyeluruh. “Dan kenapa rambutmu harus diikat seperti orang mau mandi?
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-17
Baca selengkapnya

Kerasukan

“Nggak mau.” Damay menggeleng kecil hingga berkali-kali, dengan kedua mata melebar. Ia menatap Banyu, dengan perasaan yang bercampur aduk dan tidak bisa dimengerti. Kenapa pria itu mendadak mengajak dirinya menikah? Apa motif Banyu sebenarnya?“Nggak mau nolak.”“Nggak mau nikah sama Bapaklah.” Pasti ada sesuatu dibalik ajakan Banyu tersebut. “Pak Banyu mau jadiin saya mainan? Mau balas dendam karena ibu saya? Iya, kan?”“Bodoh, jangan dipelihara.” Banyu kembali menjalankan mobilnya, lalu mengambil sisi kiri jalan untuk berbelok daripada terjebak macet berkepanjangan. “Saya nggak perlu nikahin kamu, kalau cuma untuk dijadikan mainan.”“IH!” Damay sedikit bergidik mengingat semua sikap kasar Banyu padanya selama ini. “Nggak mau! Nikah itu nggak main-main. Saya sudah jadi janda nggak jelas satu kali, karena terpaksa nikah sama kak Bumi. Dan saya nggak mau jadi janda lagi.”“Kita belum nikah, tapi kamu sudah mikir mau jadi janda lagi?”“Siapa yang mau nikah sama PAK BANYU!”“Kamu,” jawab
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-18
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status