Semua Bab Pendekar Kembara Semesta Seri 2: Bab 11 - Bab 20

119 Bab

Menghindari Serangan Prajurit Karangtirta

Janurwasis tidak langsung menjawab pertanyaan Wening Kusuma. Dia malah membayangkan kalau dalam waktu dekat nanti bisa bermesraan lebih mendalam dengan gadis cantik itu. Tangan Janurwasis sudah gatal untuk meraba-raba lekuk liku tubuh si gadis. “Janurwasis!” panggil Wening Kusuma dengan nada agak keras. Dia amati kekasihnya itu memandang ke kejauhandengan pandangan kosong. Seperti melamunkan sesuatu. “E…, i-iya…, ya, ya…, ada apa?” Janurwasis gelagapan. “Ada apa, Wening?” “Lho…, kamu ini bagaimana? Lha wong ditanya saja belum menjawab, malah balik bertanya!” “Eh, iya, kamu tadi tanya apa?” “Aku tadi tanya, kabarmu bagaimana setelah kita lama tak jumpa?” ”Baik. Aku baik-baik saja,” jawab Janur singkat. “Selama berpisah denganmu, aku baik-baik saja. Tidak ada sesuatu pun yang buruk terjadi padaku.” Wening Kusuma tersenyum. Lalu senyum-senyum. Wening Kusuma memandangi wajah tampan di depannya dengan senyum-senyum. Senyum W
Baca selengkapnya

Siap Bangkit untuk Melawan Pemberontak

Janurwasis dan Wening Kusuma mundur beberapa langkah. Mereka menjauhi dua prajurit Karangtirta yang dengan semangatnya menyerang dengan tangan kosong. Dalam pemikiran mereka, tidak ada gunanya bertarung dengan dua prajurit itu. juga tidak ada gunanya melakukan pertarungan melawan Ganggayuda. Ada urusan lebih penting yang mesti didahulukan.“Kita kabur sekarang,” bisik Janurwasis dekat telinga sang kekasih.“Ya, aku sudah siap sekarang,” sahut Wening Kusuma juga dengan berbisik.Ganggayuda pasang kuda-kuda karena melihat gelagat mencurigakan pada Janurwasis dan Wening Kusuma. Ganggayuda curiga kedua orang itu akan meninggalkan arena pertarungan.“Hei, kalian bisik-bisik ada apa?” tanya Ganggayuda dengan nada tinggi. “Kalian mau membuat kerusuhan di Karangtirta?””Maaf, Patih Ganggayuda..., bukan bakat kami membuat kerusuhan,” kata Janurwasis tenang. “Kami ini orang baik-baik yang kebe
Baca selengkapnya

Ancaman Maut dari Para Pengacau di Karangtirta

Tunggulsaka tersenyum sambil berkata, “Kamu berhak mewarisi tahta Kerajaan Krendobumi karena kamu putra mahkota, tetapi kamu secara halus menolak tahta itu. Dengan kata lain kamu tidak ingin menjadi raja di Kerajaan Krendobumi, padahal sebagai putra mahkota, kamu sudah sepantasnya kelak menjadi raja di Krendobumi.”“Sebaliknya,” lanjut Tunggulsaka, “Patih Ganggayuda, yang tidak berhak jadi raja di Kerajaan Karangtirta, tetapi sangat berkeinginan menjadi raja. Patih Ganggayuda sangat berambisi menjadi raja di Karangtirta. Saking nekatnya, dia ingin melakukan pemberontakan.”Suro Joyo tersenyum setelah mendengar sanjungan Tunggulsaka. Sebagai orang yang biasa memposisikan diri sebagai rakyat jelata, bukan pangeran atau putra mahkota, Suro Joyo kurang nyaman kalau disanjung. Kenapa? Karena yang dia jalani atau lakukan dia anggap sebagai sesuatu yang biasa saja. Bukan istimewa. Bukan sesuatu yang perlu disanjung.”Tunggulsak
Baca selengkapnya

Menggali Uang Emas

Tunggulsaka merasa tidak enak hati terhadap Suro Joyo.  Dia merasa terlalu merepotkan orang lain. Bahkan Tunggulsaka merasa dirinya menjadi beban karena keadaan tubuhnya yang belum sembuh aibat luka dalam yang dideritanya.Namun dalam situasi sekarang, Tunggulsaka tidak perlu memikirkan hal yang sepele seperti itu. Ada bahaya yang mengancam mereka. Setidaknya, telah ada percobaan dari orang-orang misterius yang ingin membunuh mereka bertiga.Tunggulsaka menduga bahwa yang ingin membunuh tadi adalah anak buah Olengpati. Olengpati tentunya tidak senang kalau ada orang atau orang-orang yang ingin membantu Tunggulsaka dan Kerajaan Karangtirta dari serangan pemberontak. Olengpati yang berada di barisan pemberontak bisa dipastikan akan menghabisi orang-orang yang dianggapnya sebagai  musuh.Suro Joyo telah mengungkapkan rasa khawatirnya, dia yang mempunyai keinginan menuju Goa Setan. Tanpa berkata-kata lagi, Suro segera memanggul Tunggulsaka untuk dibawa kab
Baca selengkapnya

Bertempur Melawan Gerombolan Jegonglopo

 ”Eit! Tunggu!” Wening Kusuma tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Tangan kanannya telah digandeng Janurwasis.“Ada apa?” Janurwasis merasa heran.“Uang emasnya mau ditinggal di sini?”“Oh iya ya…. Saking senangnya aku dapat gadis cantik macam kamu, sampai melupakan uang emas itu. Secantik apa pun uang emas, masih cantik kamu, Wening.”“Ah…, merayu terus sukanya.”“Tidak. Aku tidak merayu kok. Dirimu benar-benar cantik tiada duanya di dunia ini. Soal kabar miring yang menyatakan bahwa aku menjalin hubungan dengan gadis lain, itu bohong semua.”Wening Kusuma tersenyum senang mendengar kata-kata manis dari Janurwasis.Laki-laki itu segera memanggul peti kecil berisi uang emas yang terbuat dari logam mulia. Siapa pun yang berhasil memiliki uang emas sepenuh peti baja kecil itu, keak akan menjadi orang yang kaya raya.Janurwasis ber
Baca selengkapnya

Terlempar ke Dasar Jurang

“Aku harus menggunakan pedangku untuk menandingi golok mereka,” gumam Wening Kusuma lirih, yang hanya bisa didengar diri sendiri. “Janurwasis yang tangan kirinya memanggul peti baja kecil masih bisa menandingi keroyokan lawan. Hanya dengan tangan kanannya, mampu memukul dan menendang para pengeroyok. Aku tak sehebat Janurwasis dalam menghadapi anak buah Jegonglopo.”Kenyataannya memang begitu. Janurwasis lebih hebat dibandingkan Wening Kusuma dalam ilmu silat, penggunaan senjata, dan ajian. Kali ini Wening Kusuma memang harus mengakui bahwa laki-laki yang sangat dia cintai itu bisa diandalkan untuk menghadapi lawan. Berapa pun jumlah lawan, Janurwasis masih mampu mengatasi. Sehebat apa pun para pengeroyok itu, Janurwasis bisa mencederai beberapa orang di antara mereka.Wening Kusuma merasa bangga memiliki kekasih sehebat Janurwasis. Selama berada di sampingnya, Wening Kusuma merasa sangat bangga. Dirinya merasa aman dan terlindung ketika berada
Baca selengkapnya

Pengakuan Dalang Kekacauan

Nilawangi tidak menjawab, tapi malah mempererat pelukannya. Dia sangat kangen pada kekasih tercinta. Nilawangi angat rindu pada Janurwasis. Memeluk sebentar belum menghilangkan rasa rindunya. Memeluk dalam waktu sekejap, rindu belum lenyap. Janurwasis merasa senang mendapatkan sambutan yang hangat dari gadis cantik yang dirindukan. Janurwasis pun juga sangat rindu pada Nilawangi. Dibandingkan gadis lain, Nilawangi yang paling cantik, paling muda, dan paling hangat sambutannya kalau bertemu Janurwasis.Ketika sedang memeluk tubuh sintal Nilawangi, maka sosok Wening Kusuma dengan segala kenangannya, lenyap dari pikiran Janurwasis. Janurwasis benar-benar sudah melupakan Wening Kusuma. Bahkan, Janurwasis merasa dirinya tidak melakukan kekejaman terhadap Wening Kusuma.Sebenarnya aku ingin berpisah secara baik-baik dengan Wening Kusuma. Kata Janurwasis di dalam hati. Sebenarnya aku ingin berbagi uang emas itu dengan Wening Kusuma. Namun rencana ber
Baca selengkapnya

Siap Menghadapi Pemberontak

”Jangan sok menasehati, Tiyasa!” lantang suara Ganggayuda.“Hei! Ganggayuda! Kamu sudah berani nranyak! Kamu telah ngelunjak! Berani merendahkan martabat raja di Karangtirta!” potong Banaswarih dengan suara meninggi. “Raja Tiyasa memberimu nasehat, itu wajar. Kamu manusia yang sudah keluar dari kebenaran. Kamu manusia yang sudah bengkok pemikirannya. Sebagai seorang pimpinan sebuah kerajaan, Raja Tiyasa berhak memberimu nasehat. Soal nasehat itu kamu pakai atau tidak, itu urusan lain.”“Anak ingusan! Apa hakmu memotong omonganku? Kamu juga ngelunjak padaku. Aku ini masih patih di Karangtirta. Kamu bukan raja di Karangtirta! Kamu tidak berhak memanggilku tanpa panggilan ‘patih’!”“Benar…, aku bukan raja, tapi lihat yang kubawa ini!” kata Banaswarih sambil menunjukkan Soka Pratanda kepada Ganggayuda.Ganggayuda, para punggawa, dan beberapa prajurit terbeliak mel
Baca selengkapnya

Penyerbuan Istana Karangtirta

Banaswarih tidak langsung menjawab pertanyaan Bandem. Diam-diam Banaswarih memikirkan Lunjak dan Bandem yang selama ini sangat setia pada dirinya selaku anak raja. Lunjak dan Bandem juga selalu bersemangat untuk menjaga Kerajaan Karangtirta dari gangguan apa pun.Ketika ada sosok Ganggayuda yang secara terang-terangan ingin merebut tahta dari tangan Raja Tiyasa, Lojitengara dan Bandem sangat kesal, sangat gemas, dan paling gusar. Mereka maunya saat Ganggayuda menyatakan keinginannya untuk merebut tahta Kerajaan Karangtirta, ditangkap. Kalau perlu dibunuh!Walau saat itu aku bisa membunuh Ganggayuda dengan menggunakan senjata saktiku, tapi itu tak mungkin kulakukan. Kata hati Banaswarih. Aku ini kesatria, bukan pengecut dan bukan manusia licik. Ganggayuda berani menyatakan diri untuk memberontak, maka dia harus siap mati kalau pemberontakannya gagal.”Manusia yang mengagungkan keakuannya, sering terjebak pola pikir bahwa dia adalah segala-
Baca selengkapnya

Pertempuran Semakin Ganas

”Para Pengawal!” panggil Raja Tiyasa dengan suara keras.“Daulat, Paduka Raja!” jawab para prajurit berbadan tegap dengan suara tegas.“Para pemberontak sudah mata gelap. Mereka semua sudah seperti binatang yang haus darah. Mereka bersemangat untuk menumpahkan darah sesama saudaranya. Maka dari itu, kalian jangan ragu-ragu dalam bertindak!”“Apa yang harus hamba lakukan sekarang?”“Mengawalku dan permaisuri dengan segenap hati dan jiwa.”“Itu sudah kewajiban kami selaku pengawal raja. Kami siap mengorbankan jiwa kami demi raja dan Karangtirta.”“Bagus!” puji Raja Tiyasa penuh rasa bangga. Dirinya merasa percaya diri bahwa apa pun yang sedang terjadi, Kerajaan Karangtirta akan selamat karena dirinya mempunyai prajurit-prajurit hebat. Bukan sekadar hebat dalam oleh kanuragan dan menggunakan berbagai macam senjata. Namun juga hebat dalam kesetiaannya memegang su
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status