Semua Bab Aku Tidak Mandul, Mas!: Bab 1 - Bab 10

46 Bab

Awal Kecewa

"Maaf Sayang jika Mas harus pergi keluar kota, Mas janji akan cepat kembali," ucap Hanan sembari mengeratkan pelukannya pada Naya sang istri. Naya pun membalas pelukan Hanan dengan erat juga. Setelah puas memeluk istrinya perlahan Hanan melepas pelukannya dan mengecup kening Naya sebelum dia beranjak pergi.Naya dan juga Hanan pasangan suami istri yang sudah menikah selama sepuluh tahun, tetapi mereka belum juga dikaruniai keturunan.Segala macam pengobatan sudah mereka tempuh, tapi tak kunjung membuahkan hasil. Mungkin memang belum saatnya mereka mendapat keturunan.Sepuluh tahun berumah tangga, Hanan begitu mencintai Naya, tak pernah dipermasalahkan jika mereka belum mempunyai keturunan. Hanya Ratih, ibu Hanan yang selalu mendesak untuk diberikan cucu.Pernah Ratih mencaci Naya karena dia tak kunjung juga hamil.*** "Sampai kapan Ibu harus menunggu kau hamil, Nay? Ibu sudah ingin menimang cucu?" tanya Ratih dengan suara sedikit meningg
Baca selengkapnya

Pertemuan

Waktu sudah menunjukan pukul satu siang, Naya pun segera bersiap menuju cafe tempatnya bertemu dengan Melisa.Naya memasuki cafe dengan hati berdebar setelah sampai, kakinya melangkah menuju tempat duduk di dekat jendela. Naya duduk sambil bermain ponsel sembari menunggu Melisa datang.Naya jengah, Melisa belum juga datang. Netranya memandang suasana cafe yang nampak masih sepi. Untunglah suasana sepi, Naya tidak terlalu nyaman jika tempat tersebut ramai di saat hatinya sedang gundah.Selang sepuluh menit seorang wanita masuk dan berjalan menuju ke arah Naya. Dia tak yakin apakah yang berjalan ke arahnya adalah Melisa atau bukan, karena Naya belum pernah bertemu dengan Melisa."Maaf Mbak, membuat Mbak menunggu lama," ucap Melisa menggeser kursi yang berhadapan dengan Naya.Naya terdiam memandangi Melisa dari atas sampai bawah, Melisa mengenakan gamis senada dengan hijab panjangnya. Naya akui Melisa cantik dan terlihat anggun. Naya pun bertanya-tany
Baca selengkapnya

Penjelasan

Netra Naya seakan enggan sekali memejam, dilihatnya jam di atas nangkas sudah menunjukan pukul dua malam.Naya bangkit dari pembaringan, dilangkahkan kakinya menuju balkon. Dia duduk di kursi memandang gelapnya malam. Angin berhembus menerpa wajahnya, dingin terasa menusuk tulangnya.Naya termenung terngiang ucapan Melisa tentang ibu mertuanya. Tidak dia sangka mertuanya tega kepadanya, kurang apa Naya sebagai menantu. Tak pernah dia melawan apapun ucapan Ratih. Jika Ratih meminta sesuatu pun Naya akan selalu mengabulkannya tanpa mengeluh sedikit pun.Awal Naya menikah dengan Hanan, Ratih sangat baik padanya, tapi semua berubah setelah Naya tak kunjung juga hamil. Ratih berubah tidak menyukainya, bahkan Ratih sering sekali memaki ataupun menghina Naya.Udara dingin semakin menusuk, Naya memutuskan masuk kembali ke kamar. Dia berbaring di pembaringan, mencoba memejamkan matanya walaupun sulit.Adzan Subuh kembali membangunkan Naya, hanya satu jam di
Baca selengkapnya

Tanda Kehamilan

Naya terbangun dan berlari menuju kamar mandi, dia merasakan perutnya bergejolak, mual ingin mengeluarkan isi di dalam perutnya, akan tetapi tak ada yang keluar saat dimuntahkan.Badannya terasa lemas tak bertenaga, dia mengingat kemarin hanya sempat sarapan sebelum Hanan datang, setelahnya tak dapat dia menelan apapun.Naya melangkah dengan lemas ke dapur dan membuat teh untuk  menghangatkan perutnya. Setelah selesai dia menyesap teh hangat tersebut, dia sedikit lega mualnya berangsur berkurang.Malam semakin larut, ternyata dia tertidur setelah menangis sejak mengusir Hanan siang tadi. Matanya masih berat, ingin kembali memejam.Setelah mualnya mereda, Naya kembali ke kamar. Direbahkan kembali tubuhnya di ranjang, mungkin dengan beristirahat kembali mual yang dirasakannya akan menghilang dengan sendirinya.Namun menjelang Subuh mual yang dirasakannya semakin menjadi, bertambah lemas pula tubuhnya dan tak bertenaga. Naya pun memutuskan untuk
Baca selengkapnya

Menyesal

Hanan pulang dengan langkah gontai, setelah diusir oleh Naya. Hanan tahu kesalahannya tak bisa dimaafkan, tapi Hanan masih sangat mencintai Naya. Dia tidak mau kehilangan Naya apapun yang terjadi.Baktinya kepada Ratih sang Ibu membawa luka mendalam pada Naya, Hanan bingung harus bagaimana meminta maaf pada Naya.Hanan pun tahu semenjak dahulu Ibunya tak begitu suka pada istrinya itu, tapi Hanan tidak bisa meninggalkan Naya. Nayalah wanita pilihan Hanan, dia tidak ingin rumah tangganya dengan Naya berakhir.Dering ponsel Hanan menyadarkannya dari lamunan, dilihatnya ponsel tersebut. Lidahnya berdecak kala melihat siapa yang telah menelfonnya. Ternyata panggilan telfon tersebut dari Melisa. Hanan pun menjawab panggilan tersebut dengan malas."Assalamu'alaikum Melisa, ada apa?""Wa'alaikum salam Mas, kapan Mas pulang?" tanya Melisa dari ujung telfon."Aku belum tahu, aku sedang ingin sendiri," jawab Hanan sedikit jengah dengan pertanyaan Melis
Baca selengkapnya

Kecelakaan

Hanan terbangun setelah mendengar panggilan Ratih, dia beranjak turun dari pembaringan menuju pintu, dilihatnya sang ibu sedang resah di samping pintu."Ada apa, Bu?" tanya Hanan."Apakah Melisa ada di dalam kamar, Han?" Ratih balik bertanya tak menjawab pertanyaan Hanan."Tidak, Bu." Hanan mengernyitkan kening. Dia langsung tertidur begitu Melisa meninggalkannya. Tubuhnya yang lelah tidak memikirkan kepergian Melisa dari kamarnya."Kamu tahu Melisa pergi ke mana? Sudah larut malam dia belum juga pulang," tanya Ratih dengan gelisah."Aku tidak tahu, Bu. Aku baru saja tertidur tadi. Apakah Melisa tidak memberitahu Ibu dia pergi kemana?" jawab Hanan."Melisa tidak memberitahu Ibu akan pergi kemana, Ibu pikir dia hanya pergi ke supermarket sebentar, tapi hingga sekarang dia belum kembali. Cepat hubungi dia, Ibu takut Melisa kenapa-napa," desak Ratih mulai khawatir dengan Melisa."Baiklah, Bu." Hanan kembali masuk ke kamar mengambil ponselnya. Dicarinya nomer kontak Melisa, dan ditekannya
Baca selengkapnya

Menata Hidup

Semenjak mengetahui kehamilannya, Naya berusaha melupakan pengkhianatan Hanan padanya. Dia memutuskan harus kuat menghadapi masalah apapun demi calon bayinya.Naya kembali memulai aktivitasnya. Dia mencoba keluar dari keterpurukannya, bangkit dari rasa sakitnya, karena sekarang dia tidak hidup untuk dirinya sendiri ada calon bayi yang dikandungnya.Untungnya kehamilan Naya tidak banyak merepotkan, setelah pulang dari rumah sakit Naya tidak pernah mual lagi. Hanya porsi makannya saja yang semakin bertambah. Badannya pun menjadi semakin berisi sekarang.Naya selalu rutin cek kandungan untuk melihat perkembangan janinnya. Terkadang ada rasa sedih di hatinya saat melihat pasangan yang sedang mengantri memeriksakan kandungan istrinya. Ada sedikit rasa iri dihatinya melihat itu, dia juga sangat ingin memberitahu Hanan tentang kehamilannya.Dulu terbayang bagaimana bahagia harinya jika di kehamilannya yang pertama Naya akan selalu dimanja oleh Hanan. Dan setiap pergi untuk memeriksakan kandu
Baca selengkapnya

Bertemu Melisa

Tak terasa sudah hampir dua minggu sejak Naya mengusir Hanan, akan tapi Hanan tidak berusaha menemui Naya kembali. Naya berpikir mungkin Hanan sudah tidak ingin mempertahankannya lagi sekarang.Bukan Naya merindukan Hanan, tapi terkadang ada rasa ingin melihat sang suami, mungkin itu juga pengaruh dari kehamilannya. Naya tidak bisa mengontrol hatinya untuk tidak merindukan Hanan.Pesan masih sering dikirimkan oleh Hanan, tapi tak satu pun Naya membalasnya. Dia tak terlalu memikirkan kenapa sang suami tak kunjung menemuinya, dalam pikirannya entah hati Hanan sudah sepenuhnya dimiliki oleh Melisa atau belum.Cinta bisa datang karena terbiasa bersama, Naya tak mau menyalahkan Hanan jika memang dia sudah mencintai Melisa. Mungkin memang sudah takdir pernikahannya seperti ini.Naya mencoba ikhlas melepaskan beban di hatinya, dia cukup fokus pada kehamilannya saja sekarang.Hari cukup cerah saat Naya menunggu Dinda menjemputnya, karena sekarang Dinda yang selalu menjemput dan mengantarnya p
Baca selengkapnya

Terus Mengganggu

"Bu, ada yang ingin bertemu dengan Ibu." Dinda memasuki ruang kerja Naya setelah mengetuk pintu."Siapa, Din?" Naya mengernyitkan kening heran, siapa yang ingin bertemu dengannya."Seorang wanita yang tadi duduk di belakang Ibu," jawab Dinda."Melisa?" gumam Naya heran kenapa Melisa ingin bertemu dengannya. Apa lagi yang Melisa inginkan darinya, Naya benar-benar malas bertemu dengan Melisa lagi. Dari tadi Naya sudah menahan diri mendengar obrolan Melisa dan temannya. Kini Naya tak yakin bisa menahan dirinya jika bertemu dengan Melisa lagi."Bu, bagaimana? Apa Ibu ingin menemuinya atau tidak?" Pertanyaan Dinda menyadarkan Naya dari lamunannya."Bilang saja aku sedang sibuk dan tidak bisa digangu ya, Din. Aku capek ingin istirahat sebentar." Naya pun memutuskan untuk tidak menemui Melisa untuk sekarang."Baik, Bu." Dinda beranjak menuju pintu."Tunggu, Din! Kalau dia tetap ingin bertemu, sampaikan padanya jangan menggangguku." "Baik Bu, saya permisi." Dinda pun berlalu menemui Melisa.
Baca selengkapnya

Menjenguk Hanan

Mentari pagi telah menampakkan diri. Naya pun beranjak bangun dari tempat tidur. Setelah sholat Subuh tadi Naya kembali tertidur, dia sedikit merasa malas untuk bangun karena cuaca sedang dingin sekali.Jika tidak ingat dengan janjinya pada Melisa, tentu Naya lebih memilih bermalas-malasan di rumah. Sebelum memulai aktivitas Naya pun mandi terlebih dahulu. Selesai mandi dia bergegas untuk membuat sarapan, tenaganya harus terisi penuh jika harus bertemu dengan Hanan.Naya juga harus kuat untuk menghadapi Hanan, belum nanti jika ada ibu mertuanya di sana. Dia harus menyiapkan hati dengan ucapan Ratih yang menusuk hati.Selesai sarapan Naya mengambil ponsel, dicarinya kontak Dinda dan menelfonnya. Naya lupa belum memberitahu Dinda jika dia akan pergi untuk menjenguk Hanan."Assalamu'alaikum Bu," sapa Dinda begitu panggilan telfon tersambung."Wa'alaikum salam, Din. Maaf ganggu kamu pagi-pagi begini.""Tidak apa-apa, Bu. Kalau boleh tahu, ada apa Ibu menelfon saya pagi-pagi?" tanya Dind
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status