Home / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Ibu, Aku Mau Ayah: Chapter 81 - Chapter 90

140 Chapters

Bab 81. Let Me Hold You

Dua pasang mata Vernon dan Adisti bertatapan. Detak jantung mereka berpadu. Vernon merasakan hatinya bergemuruh begitu kuat. Ini belum pernah dia rasakan. Bukan, dia pernah merasakan ini saat dengan Rima, tetapi sukacita di hatinya, sangat berbeda. Luapan itu, bukan karena nafsu dan hasratnya sebagai pria, tapi karena rasa sayang yang dalam, rasa ingin menjaga wanita yang ada di depannya. Tangan Vernon dan Adisti masih menyatu. Dada Adisti pun berdetak cepat, melaju, seperti mobil di jalan tol, tanpa hambatan menerjang aspal dengan kencang. Dia menatap manik tajam milik Vernon dan tidak ingin mengalihkan pandangan ke tempat lain. Adisti ingin menikmati tatapan penuh cinta yang dia sadar muncul di mata Vernon. "Aku sayang sama kamu, Adisti. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Tapi cinta di hatiku makin kuat, dan aku bersyukur memiliki cinta buat kamu." Kembali suara lembut Vernon terdengar. Adisti tidak menjawab, dia terpana. Seolah-olah dia masuk dalam sebuah film romantis yang
last updateLast Updated : 2022-05-26
Read more

Bab 82. Panggilan Sayang

Sepanjang hari itu, Adisti sulit berkonsentrasi dengan pekerjaan. Pikirannya terus terbawa pada kejadian manis di kantor Vernon. Setiap kata yang Vernon ucapkan, pegangan tangan, dan juga pelukan, semua membayangi Adisti. Apalagi kecupan lembut dan penuh cinta Pak Bos. Adisti merasa berulang kali jantungnya terus bergemuruh. Adisti tidak bisa mencapai target yang dia kejar, hanya separuh jalan. Jujur saja, ada rasa kesal, sebab dia harus menata ulang jadwal di minggu berikutnya, dan perlu mengejar daftar yang belum tersentuh. "Ah, aku harus menenangkan diriku." Adisti memutuskan. Ernita. Dia ingat sahabatnya itu dan segera menghubungi ke kontak Ernita. "Ga diangkat? Sabtu gini sibuk apa? Keasyikan nonton kali dia, ihhh ...." gerutu Adisti. Sekali lagi, Adisti mencoba menelpon. Sampai yang ketiga kali berikutnya barulah ada jawaban. "Hai! Sorry, Dis! Aku di luar! Lagi seru, nih!!" Ernita berkata dengan keras, seperti mau mengalahkan suara riuh di sekitarnya. Adisti bisa menduga Er
last updateLast Updated : 2022-05-27
Read more

Bab 83. Kejutan yang Benar-benar Mengejutkan

Makan siang berlanjut, tidak sampai sepuluh menit mereka tuntaskan. "Aku jadi ga pengin lanjut kerja. Gimana kalau kita pulang aja?" usul Vernon. Adisti kembali tersenyum, tipis tapi menawan. Ternyata Pak Bos sama juga, tidak bisa konsentrasi pada pekerjaan. "Iya, baiklah. Lebih baik pulang. Aku memang ga rencana sampai sore, biar bisa main sama Cia. Bu Meity juga harus aku pastikan dia baik-baik saja." Adisti sepakat. "Oke, aku balik ruanganku bentar. Lalu kita pulang," kata Vernon sambil bangun dari duduk. "Ya, oke." Adisti mengangguk. Segera mereka pun bersiap pulang. Vernon sudah menyiapkan rencana di kepalanya. Dia akan memberi kejutan lagi pada Adisti. Mereka turun dari lantai lima, menuju ke tempat parkir. Vernon berjalan ke arah mobilnya, Adisti menuju si roda dua. Vernon menoleh pada Adisti yang ada di belakangnya, berjarak lima langkah. "Adisti, ini sudah di luar kantor." Adisti memandang Vernon. "Aku mau dengar panggilan spesial lagi, nih." Vernon memasang wajah ser
last updateLast Updated : 2022-05-27
Read more

Bab 84. Mata Bening Itu Berkaca-kaca

Rona wajah Adisti merona. Senyum malu-malu muncul di bibirnya. "Kita pergi sekarang?" Adisti tidak menjawab pertanyaan Vernon. "Oke. Kita pergi." Vernon mengulurkan tangan pada Felicia dan menggandeng gadis kecil itu menuju ke mobil. "Aku di depan, ya?" pinta Felicia. Dia suka duduk di depan, bisa melihat jalanan lebih jelas. "Baiklah. Ibu ga sedih, kan?" Vernon meirik Adisti yang berjalan di belakangnya. "Sedih apa?" sahut Adisti. "Ga bisa duduk di sebelahku," goda Vernon. "Iisshh ...." Adisti mencibir. Vernon tergelak. Mereka masuk ke dalam mobil dan segera kendaraan itu menyusuri jalanan yang belum begitu padat. Hari belum jam delapan, belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Felicia terlihat sangat gembira. Dia bernyanyi-nyanyi kecil sambil menggoyang-goyangkan kepala dan menggerak-gerakkan tangannya mengikuti kata dan nada lagu yang dia nyanyikan. "Naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali ...." Suara lucu dan manis terdengar mengalun dari bibir mungil Felicia.
last updateLast Updated : 2022-05-28
Read more

Bab 85. Aku Juga Punya Ayah

Adisti tidak bisa menduga apa yang terjadi dengan Felicia. Aneh sekali tiba-tiba bocah ceria itu berubah seketika menjadi galau. "Nggak, Ibu ga akan marah. Katakan kenapa, Sayang?" Adisti mengusap pipi Felicia. Mata Felicia beralih ke arah pantai. Adisti dan Vernon mengikuti ke mana pandangan Felicia tertuju. "Itu ...." Tangan mungil Felicia terulur ke depan. "Mereka main sama ayahnya." Deg. Jantung Adisti berdegup. Adisti baru paham apa yang ada di kepala putrinya. Felicia iri melihat anak-anak yang gembira bermain bersama ayah mereka. Mata Felicia kembali memandang Adisti. "Maaf, Bu .... Aku juga pingin main sama ayah," kata Felicia dengan suara sedih, dan butiran bening menitik di ujung mata bulat gadis kecil itu. Adisti menarik napas dalam. Hatinya pun ikut pilu. Jika diingat, saat Adisti seusia Felicia, adalah masa-masa paling menyenangkan. Dia sering pergi jalan-jalan dengan ayah dan ibunya. Hampir setiap akhir minggu. Sedang Felicia .... "Sayang, sini ...." Vernon meraih
last updateLast Updated : 2022-05-29
Read more

Bab 86. Terima Kasih Untuk Semuanya

Adisti menegakkan punggung dengan cepat begitu mendengar suara Kiki yang panik. "Kenapa, Ki? Ibu kenapa?" tanya Adisti. Rasa cemas cepat menyusup di dadanya. "Ibu pingsan. Tadi badannya panas, menggigil. Ibu kesakitan. Aku mau bawa ke dokter tapi ga mau. Ini pingsan sekarang, Mbak." Kiki mengabarkan kondisi Meity. "Ya, Tuhan ...." Adisti menoleh pada Vernon. "Kenapa?" tanya Vernon. "Bawa saja ke rumah sakit, Ki. Aku langsung menyusul ke sana. Masih lumayan macet di jalan, mudah-mudahan aku ga terlalu lambat," kata Adisti. "Iya, Mbak. Iya," jawab Kiki. Adisti mengatakan beberapa hal untuk memastikan Meity pasti dibawa ke rumah sakit. Hati Adisti tidak karuan. Baru saja dia merasakan kegembiraan, belum juga sampai di rumah, suasana berganti begitu mencemaskan. "Sayang, tetap tenang, ya? Kiki dan yang lain pasti tahu harus bagaimana." Vernon berusaha menenangkan hati Adisti. "Iya, iya. Bisakah kita lebih cepat? Aku cemas sekali." Adisti tidak mudah meredakan ketegangan yang melon
last updateLast Updated : 2022-05-29
Read more

Bab 87. Antara Hanny dan Kantor Pak Bos

Meity memaksa senyumnya kembali terlihat. Dia mengulurkan tangan ingin memegang tangan Adisti. Adisti maju selangkah lagi dan menyambut tangan Meity. "Anakku, putriku ...," ucap Meity dengan mata berkaca-kaca. "Ibu, aku panggil perawat supaya mereka lihat kondisi Ibu," kata Adisti. "Ver-non ... sama Cia ...." Meity mau Adisti memanggil Vernon dan Felicia. Adisti menoleh ke belakang. "Cia ... Sayang ...." Felicia yang duduk berlutut di kursi mengangkat wajahnya. "Sini, Sayang," panggil Adisti. "Panggil Om juga." Felicia manut. Dia turun dari kursi, dia mengguncang-guncang bahu Vernon hingga pria itu terbangun. "Itu, Ayah." Felicia menunjuk ke arah ranjang. Dengan cepat Vernon bangun dan berdiri di sisi Adisti. "Berikan tangan-mu ...." Meity meminta Vernon mengulurkan tangannya. Vernon mengikuti permintaan Meity. Meity menumpangkan tangan Vernon di atas tangan Adisti, menyatukan tangan mereka. Felicia yang berdiri di sebelah Vernon melihat pada Meity. "Nenek bangun," ujar gad
last updateLast Updated : 2022-05-30
Read more

Bab 88. Senyum Hanny Berbeda

Mata Hanny melirik Adisti. Dia tidak segera menjawab, tapi tangannya menyalakan komputer lalu dia duduk di kursinya. Adisti memperhatikan dan menunggu. Setelah beberapa menit, Adisti jadi tidak sabar. "Kak, dengar yang aku tanya?" "Hmm?" Hanny pura-pura tidak mendengar. "Kok aku dicuekin, ya?" Adisti jadi gemes juga dengan tingkah Hanny. "Apa, sih? Aku udah serius, Dis." Hanny mencoba mengelak. "Oke. Aku telpon Ernita. Aku yakin jam segini dia masih molor. Mending aku bangunkan saja." Adisti mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Jangan, Dis! Dia lelah. Kemarin sampai lewat jam sepuluh aku antar dia pulang." Dengan cepat Hanny mencegah Adisti. "Ahh, manisnya." Senyum Adisti merekah. Dugaannya benar. Ada sesuatu di antara Hanny dan Ernita. Hanny tidak bereaksi. Adisti menatap lagi pada pria itu. "Kak, kalian ada pedekate, betul?" "Ayo, kerja. Jangan buang waktu." Hanny lagi-lagi tidak mau meneruskan percakapan mereka. "Kakak suka sama Erni?" tanya Adisti tidak lega dengan jawaba
last updateLast Updated : 2022-05-31
Read more

Bab 89. Ini Pilihanku, Dukung Aku

Semua yang Ernita katakan, seolah-olah mewakili banyak pertanyaan, pernyataan, pikiran negatif, dan pandangan miring yang akan dia terima dengan memilih dekat dengan Hanny. Adisti tidak ingin menimpali apapun. Dia biarkan Ernita puas melepas semua yang berputar di kepalanya soal Hanny. Ernita diam setelah semua sudah dia tumpahkan. Adisti pun diam. Mereka hanya saling memandang dari layar kaca. "Kamu ga ingin ngomong sesuatu?" Akhirnya Ernita membuka mulut. "Apa kamu sudah selesai?" Adisti balik bertanya. Dalam hati dia harus menata kata yang paling cocok untuk mengungkapkan pikirannya tentang Hanny dan sahabatnya itu. "Ya ... Kurasa sudah." Ernita mengangguk. "Boleh aku jujur?" tanya Adisti. "Justru itu yang aku perlu. Apapun, katakan saja." Ernita menatap Adisti. "Pertama kali melihat Kak Hanny, memang terasa dia aneh. Dia berbeda dari orang lain. Sikapnya, tingkahnya, dan juga cara dia bicara, semua aneh." Adisti mulai menyuarakan yang dia tahu dan pikir tentang Hanny. Ernita
last updateLast Updated : 2022-05-31
Read more

Bab 90. Kisah Cinta Pak HRD

Adisti memandang Vernon. Lagi-lagi ini bos bertingkah aneh. Sebelumnya dia melarang, lalu malah ditanya lagi. "Bukannya itu urusan di luar kantor?" Adisti balik bertanya. Vernon kembali tersenyum. Lebih lebar kali ini. "Setelah kupikir-pikir, ini bisa jadi urusan kantor. Sebab ... Cahyo stress dan hampir bunuh diri karena kehilangan pekerjaannya." "Apa?!" Adisti bicara dengam keras karena sangat terkejut mendengar itu. "Bu Yati memberitahu kondisi terakhir Cahyo. Dia merasa semua di hidupnya sia-sia. Dia sudah gagal dan lebih baik mengakhiri hidupnya. Bu Yati setia datang mengunjungi Cahyo. Dan tepat saat Cahyo menenggak racun dari minuman yang dia buat." Vernon menjelaskan. "Ya Tuhan ...." Adisti merasa debaran di dadanya kembali menjadi cepat. Bukan karena Vernon, tapi karena kaget dengan apa yang Vernon ceritakan. "Bu Yati menolong Cahyo, berhasil membawa Cahyo ke rumah sakit. Dia selamat tetapi menjadi linglung dan menutup diri." Vernon meneruskan kisah yang dia tahu soal Cah
last updateLast Updated : 2022-06-01
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status