Home / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 84. Mata Bening Itu Berkaca-kaca

Share

Bab 84. Mata Bening Itu Berkaca-kaca

last update Last Updated: 2022-05-28 15:07:40
Rona wajah Adisti merona. Senyum malu-malu muncul di bibirnya.

"Kita pergi sekarang?" Adisti tidak menjawab pertanyaan Vernon.

"Oke. Kita pergi." Vernon mengulurkan tangan pada Felicia dan menggandeng gadis kecil itu menuju ke mobil.

"Aku di depan, ya?" pinta Felicia. Dia suka duduk di depan, bisa melihat jalanan lebih jelas.

"Baiklah. Ibu ga sedih, kan?" Vernon meirik Adisti yang berjalan di belakangnya.

"Sedih apa?" sahut Adisti.

"Ga bisa duduk di sebelahku," goda Vernon.

"Iisshh ...." Adisti mencibir.

Vernon tergelak. Mereka masuk ke dalam mobil dan segera kendaraan itu menyusuri jalanan yang belum begitu padat. Hari belum jam delapan, belum banyak kendaraan yang berlalu lalang.

Felicia terlihat sangat gembira. Dia bernyanyi-nyanyi kecil sambil menggoyang-goyangkan kepala dan menggerak-gerakkan tangannya mengikuti kata dan nada lagu yang dia nyanyikan.

"Naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali ...." Suara lucu dan manis terdengar mengalun dari bibir mungil Felicia.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 85. Aku Juga Punya Ayah

    Adisti tidak bisa menduga apa yang terjadi dengan Felicia. Aneh sekali tiba-tiba bocah ceria itu berubah seketika menjadi galau. "Nggak, Ibu ga akan marah. Katakan kenapa, Sayang?" Adisti mengusap pipi Felicia. Mata Felicia beralih ke arah pantai. Adisti dan Vernon mengikuti ke mana pandangan Felicia tertuju. "Itu ...." Tangan mungil Felicia terulur ke depan. "Mereka main sama ayahnya." Deg. Jantung Adisti berdegup. Adisti baru paham apa yang ada di kepala putrinya. Felicia iri melihat anak-anak yang gembira bermain bersama ayah mereka. Mata Felicia kembali memandang Adisti. "Maaf, Bu .... Aku juga pingin main sama ayah," kata Felicia dengan suara sedih, dan butiran bening menitik di ujung mata bulat gadis kecil itu. Adisti menarik napas dalam. Hatinya pun ikut pilu. Jika diingat, saat Adisti seusia Felicia, adalah masa-masa paling menyenangkan. Dia sering pergi jalan-jalan dengan ayah dan ibunya. Hampir setiap akhir minggu. Sedang Felicia .... "Sayang, sini ...." Vernon meraih

    Last Updated : 2022-05-29
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 86. Terima Kasih Untuk Semuanya

    Adisti menegakkan punggung dengan cepat begitu mendengar suara Kiki yang panik. "Kenapa, Ki? Ibu kenapa?" tanya Adisti. Rasa cemas cepat menyusup di dadanya. "Ibu pingsan. Tadi badannya panas, menggigil. Ibu kesakitan. Aku mau bawa ke dokter tapi ga mau. Ini pingsan sekarang, Mbak." Kiki mengabarkan kondisi Meity. "Ya, Tuhan ...." Adisti menoleh pada Vernon. "Kenapa?" tanya Vernon. "Bawa saja ke rumah sakit, Ki. Aku langsung menyusul ke sana. Masih lumayan macet di jalan, mudah-mudahan aku ga terlalu lambat," kata Adisti. "Iya, Mbak. Iya," jawab Kiki. Adisti mengatakan beberapa hal untuk memastikan Meity pasti dibawa ke rumah sakit. Hati Adisti tidak karuan. Baru saja dia merasakan kegembiraan, belum juga sampai di rumah, suasana berganti begitu mencemaskan. "Sayang, tetap tenang, ya? Kiki dan yang lain pasti tahu harus bagaimana." Vernon berusaha menenangkan hati Adisti. "Iya, iya. Bisakah kita lebih cepat? Aku cemas sekali." Adisti tidak mudah meredakan ketegangan yang melon

    Last Updated : 2022-05-29
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 87. Antara Hanny dan Kantor Pak Bos

    Meity memaksa senyumnya kembali terlihat. Dia mengulurkan tangan ingin memegang tangan Adisti. Adisti maju selangkah lagi dan menyambut tangan Meity. "Anakku, putriku ...," ucap Meity dengan mata berkaca-kaca. "Ibu, aku panggil perawat supaya mereka lihat kondisi Ibu," kata Adisti. "Ver-non ... sama Cia ...." Meity mau Adisti memanggil Vernon dan Felicia. Adisti menoleh ke belakang. "Cia ... Sayang ...." Felicia yang duduk berlutut di kursi mengangkat wajahnya. "Sini, Sayang," panggil Adisti. "Panggil Om juga." Felicia manut. Dia turun dari kursi, dia mengguncang-guncang bahu Vernon hingga pria itu terbangun. "Itu, Ayah." Felicia menunjuk ke arah ranjang. Dengan cepat Vernon bangun dan berdiri di sisi Adisti. "Berikan tangan-mu ...." Meity meminta Vernon mengulurkan tangannya. Vernon mengikuti permintaan Meity. Meity menumpangkan tangan Vernon di atas tangan Adisti, menyatukan tangan mereka. Felicia yang berdiri di sebelah Vernon melihat pada Meity. "Nenek bangun," ujar gad

    Last Updated : 2022-05-30
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 88. Senyum Hanny Berbeda

    Mata Hanny melirik Adisti. Dia tidak segera menjawab, tapi tangannya menyalakan komputer lalu dia duduk di kursinya. Adisti memperhatikan dan menunggu. Setelah beberapa menit, Adisti jadi tidak sabar. "Kak, dengar yang aku tanya?" "Hmm?" Hanny pura-pura tidak mendengar. "Kok aku dicuekin, ya?" Adisti jadi gemes juga dengan tingkah Hanny. "Apa, sih? Aku udah serius, Dis." Hanny mencoba mengelak. "Oke. Aku telpon Ernita. Aku yakin jam segini dia masih molor. Mending aku bangunkan saja." Adisti mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Jangan, Dis! Dia lelah. Kemarin sampai lewat jam sepuluh aku antar dia pulang." Dengan cepat Hanny mencegah Adisti. "Ahh, manisnya." Senyum Adisti merekah. Dugaannya benar. Ada sesuatu di antara Hanny dan Ernita. Hanny tidak bereaksi. Adisti menatap lagi pada pria itu. "Kak, kalian ada pedekate, betul?" "Ayo, kerja. Jangan buang waktu." Hanny lagi-lagi tidak mau meneruskan percakapan mereka. "Kakak suka sama Erni?" tanya Adisti tidak lega dengan jawaba

    Last Updated : 2022-05-31
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 89. Ini Pilihanku, Dukung Aku

    Semua yang Ernita katakan, seolah-olah mewakili banyak pertanyaan, pernyataan, pikiran negatif, dan pandangan miring yang akan dia terima dengan memilih dekat dengan Hanny. Adisti tidak ingin menimpali apapun. Dia biarkan Ernita puas melepas semua yang berputar di kepalanya soal Hanny. Ernita diam setelah semua sudah dia tumpahkan. Adisti pun diam. Mereka hanya saling memandang dari layar kaca. "Kamu ga ingin ngomong sesuatu?" Akhirnya Ernita membuka mulut. "Apa kamu sudah selesai?" Adisti balik bertanya. Dalam hati dia harus menata kata yang paling cocok untuk mengungkapkan pikirannya tentang Hanny dan sahabatnya itu. "Ya ... Kurasa sudah." Ernita mengangguk. "Boleh aku jujur?" tanya Adisti. "Justru itu yang aku perlu. Apapun, katakan saja." Ernita menatap Adisti. "Pertama kali melihat Kak Hanny, memang terasa dia aneh. Dia berbeda dari orang lain. Sikapnya, tingkahnya, dan juga cara dia bicara, semua aneh." Adisti mulai menyuarakan yang dia tahu dan pikir tentang Hanny. Ernita

    Last Updated : 2022-05-31
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 90. Kisah Cinta Pak HRD

    Adisti memandang Vernon. Lagi-lagi ini bos bertingkah aneh. Sebelumnya dia melarang, lalu malah ditanya lagi. "Bukannya itu urusan di luar kantor?" Adisti balik bertanya. Vernon kembali tersenyum. Lebih lebar kali ini. "Setelah kupikir-pikir, ini bisa jadi urusan kantor. Sebab ... Cahyo stress dan hampir bunuh diri karena kehilangan pekerjaannya." "Apa?!" Adisti bicara dengam keras karena sangat terkejut mendengar itu. "Bu Yati memberitahu kondisi terakhir Cahyo. Dia merasa semua di hidupnya sia-sia. Dia sudah gagal dan lebih baik mengakhiri hidupnya. Bu Yati setia datang mengunjungi Cahyo. Dan tepat saat Cahyo menenggak racun dari minuman yang dia buat." Vernon menjelaskan. "Ya Tuhan ...." Adisti merasa debaran di dadanya kembali menjadi cepat. Bukan karena Vernon, tapi karena kaget dengan apa yang Vernon ceritakan. "Bu Yati menolong Cahyo, berhasil membawa Cahyo ke rumah sakit. Dia selamat tetapi menjadi linglung dan menutup diri." Vernon meneruskan kisah yang dia tahu soal Cah

    Last Updated : 2022-06-01
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 91. Kesepakatan

    Vernon batal melangkah meninggalkan meja. Dia kembali duduk dan memandang pada Cahyo. "Silakan," kata Vernon. "Kenapa Pak Vernon masih mau peduli padaku?" tanya Cahyo dengan pandangan yang susah digambarkan. Entah dia marah, atau kecewa, mungkin juga rasa tidak nyaman. "Kita sudah lama bekerja bersama. Pak Cahyo bahkan lebih lama bekerja sebelum aku pegang perusahaan yang Papa serahkan. Pak Cahyo berjasa sangat banyak untuk perusahaan dan juga untuk banyak kehidupan. Itu ga mungkin aku pungkiri. Kesalahan yang terjadi, aku ga mau mengungkitnya. Masalahnya, hidup masih berjalan, Pak. "Apa Pak Cahyo ingin mengakhiri semua dengan situasi ini? Bapak siap menghadap Tuhan dengan kondisi kayak gini? Jawaban apa yang Pak Cahyo berikan saat Dia bertanya tentang apa yang Pak Cahyo buat dalam hidup? Bukan bagaimana mengawalinya, tetapi seperti apa mengakhirinya. Maaf, bukan aku mau menghakimi atau apa, tapi ...." "Oke, aku terima. Aku akan ke Bali. Apa yang harus aku siapkan?" Cahyo makin ta

    Last Updated : 2022-06-02
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 92. Aku Berhasil!

    Arloji di tangan Adisti menunjukkan pukul sembilan pagi. Satu jam lagi. Ya, satu jam lagi Adisti akan mempertanggungjawabkan penelitian dari karya tulisnya di depan dewan penguji. Ini puncak dari semua usaha akademiknya selama hampir empat tahun. Rasanya begitu menegangkan. Hampir setiap sekian menit Adisti akan melirik ke arah tangan kirinya, sudah berjalan berapa menit waktu berlalu. "Minum kopi dulu, makan gorengan biar tenang. Wajah kayak orang lagi sembunyi dari kejaran tentara di medan perang." Ernita yang ada di sebelah Adisti menyenggol lengan temannya itu. "Aduh, sakit tahu," sahut Adisti. Dia mengusuk lengan kanannya. "Kayaknya kalau ada penyemangat, bagus ini. Gimana caranya, ya?" Ernita mengernyit dan memicingkan mata. Dia mencari ide agar membuat ketegangan Adisti berkurang. Ting! Suara notif masuk di ponsel Adisti. Adisti tidak memperhatikan karena fokus dengan catatan yang ada di tangannya. Ernita yang menengok ke ponsel tak jauh darinya. Dan matanya melebar, wajahn

    Last Updated : 2022-06-02

Latest chapter

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status