หน้าหลัก / Fiksi Remaja / OGAH MARRIED! / บทที่ 31 - บทที่ 40

บททั้งหมดของ OGAH MARRIED!: บทที่ 31 - บทที่ 40

138

Beli Ponsel (1)

“Mamah Tanti!” panggilnya dengan bertepuk-tepuk tangan, “Dessy ikut pulang pake mobil anter jemput!”Arjun masih berusaha menahan gadis itu. Tapi Dessy yang sudah terlanjur sebal mengabaikannya. Ia tetap mengambil keputusan untuk masuk ke dalam mobil jemputan. * Penolakan Dessy untuk tawaran antar, jemput, menonton, atau apapun dengan kendaraannya sendiri membuat kemarahan Arjun naik ke ubun-ubun. Sudah berkali-kali Dessy seperti enggan menemuinya. Mengobrol di sekolah makin jarang, menerima panggilan telpon pun sepertinya ia malas. Ia langsung menduga bahwa ini ada kaitannya dengan Adri. Kisah heroik yang Adri lakukan saat menolong Dessy, dan perangainya yang makin nyaman diajak bergaul benar-benar menjadi tak ubahnya sebuah kombinasi pukulan jab dan upper-cut yang menohok langsung ke ulu hati dan membuat Arjun terjengkang tak berdaya hingga Knock Out.
อ่านเพิ่มเติม

Beli Ponsel (2)

Adri? Alis Dessy naik satu sentimeter. Saat masih menimbang-nimbang, tiba-tiba saja ibunya di ujung sana sudah mengaktifkan pengeras suara. Sayup-sayup terdengar suara orang berlalu-lalang. Namun ponsel kualitas prima yang digunakan membuat Dessy bisa mendengar sangat jelas ketika Adri mulai berbicara.   “Halo Dessy. Selamat malam. Pada saat pesan ini sampai ke kamu. Aku hanya berharap semoga keadaanmu baik-baik dan sehat-sehat tak kurang suatu apap...” “Ahhhh intronya kebanyakan,” tanya Dessy heran. "Eh katro' elo ngapain di sono?" "Kita dengar di sini adalah sentra ponsel terbesar pun. Karena kebetulan lewat, kita menyempatin kemari."   Tak sadar, Dessy memijit kening demi mendengar kosakata amburadul khas temannya itu. "Syukurlah kalo elo sudah kembali ke jalan yang benar. Alhamdullillah elo akhirnya ngerti juga kalo ponsel elo emang udah saatnya harus di-uleg sampe halus. Tinggal tambah cabe, garam, sama kemiri, jadi deh
อ่านเพิ่มเติม

Beli Ponsel (3)

Dessy yakin bahwa setelah apa yang Adri lakukan, ibunya pasti sangat bersedia untuk memberikan ponsel baru sebagai gantinya. Berapa pun harganya. “Gimana kalau dibelikan saj…” ucapan Ibu Dessy itu terhenti ketika sadar bahwa ucapan demikian bisa menyinggung perasaan Adri. “Ponsel lama ini mau kujual. Kalian tahukah berapa kira-kira harganya?” Dessy mendengar suara Mamanya terkekeh di ujung sana. “Ya ampun. Ponsel kamu tuh kalo dijual pun nggak bakal laku, Nak. Ponsel Cina, bodinya baret-baret, mereknya udah nggak pernah kedengeran lagi, tulisan di tombol banyak tak terbaca, casing pecah dan disambung lakban. Dengan kondisinya udah kaya’ gitu, pemulung pun ogah. Serius!”   Di lokasi kejadian Adri terdiam. Menatap dengan kosong dan haru pada sang ponsel yang selama ini setia menemaninya ke mana-mana. Ponsel pertama yang dimiliki sejak tiga tahun lalu ketika dibarter dengan lima ekor paniki alias kelelawar tangkapannya di hutan deka
อ่านเพิ่มเติม

Beli Ponsel (4)

“Yang itu saja?” ulang si penjual. "Itu ponsel 2G lho. Yakin mau yang itu?" Sementara Ibu Dessy terlihat heran, si pemilik toko langsung lemas melihat ponsel yang diminati Adri adalah salah satu ponsel paling murah yang ia jual.   “Kita hanya butuh ponsel untuk bisa telpon dan SMS saja. Nyanda perlu fitur lain seperti medsos, kamera, MP3 player." “Ponsel 2G begitu sih ketinggalan jaman,” pemilik toko berdalih. “Sebentar lagi nggak diproduksi ulang sama pabriknya. Susah lho cari komponennya. Sekarang jamannya ponsel 3G.”   Si penjual toko boleh saja gigih membujuk agar ponsel yang dibeli adalah yang paling prima. Begitu pun Ibu Dessy, tapi Adri tetap dengan keputusannya. Dan Dessy di ujung telpon sana, di rumahnya, tahu persis alasan mengapa Adri begitu ngotot hanya mau dibelikan ponsel dengan fitur sesederhana itu.   Dessy sudah cukup mengenal anak itu. Adri khawatir dengan derasnya informasi via
อ่านเพิ่มเติม

Tawaran Manggung

“Lanjutkan.”   “Aku tadi sekilas ngelihat tengkuknya. Aku juga lihat pergelangan tangan kanan dan kiri. Terakhir aku lihat mata kaki kanan dan kiri. Semuanya sama yaitu: belang-belang. Ada bagian yang terbakar matahari, ada yang nyanda. Itu bukti kuat bahwa dia itu orang lapangan. Bukan orang yang biasa bekerja di dalam kantor seperti mengawasi layar komputer terus-terusan. Jadi, orang itu sepertinya menyembunyikan sebuah fakta dan kita bisa menilai kira-kira fakta apa yang dia sembunyikan. Tapi, itu hanya masukan. Keputusan sepenuhnya tentu saja ada di tangan oom sendiri.”   Pak Aldo terperangah. Analisa yang dilakukan Adri benar-benar diluar dugaannya sama sekali. Ia hampir dikerjai teman lama hanya karena ia terlalu mudah percaya informasi yang disampaikan. Dengan klaim orang itu bahwa ia telah melakukan bisnis bertahun-tahun, nyata jelas bahwa ia telah berbohong. Ini hanya flexing atau pamer keberhasilan dan kekayaan. D
อ่านเพิ่มเติม

Kegalauan Seorang Ayah

Saat bubar jam sekolah, Fitri yang sudah dalam rombongan siswa yang berbondong-bondong keluar kelas mendadak dihalangi jalannya oleh Arjun. Mulanya Fitri berpikir itu hanya perbuatan usil dan canda. Tapi melihat pria itu melihati dengan senyam-senyum Fitri jadi penasaran karena berarti ada sesuatu yang hendak pria itu sampaikan pada dirinya.   “Lu ngalangin jalan gue. Ada apa?” “Gue baru denger gosip terbaru tentang lu. Gosip itu benar?” Fitri terdiam dan balik menatap dengan canggung. Ada rona ketakutan dalam pancaran wajah seolah baru saja terciduk melakukan sesuatu. “Koq bengong?” Gadis itu melihat kiri-kanan sebelum kemudian ganti dirinya yang menarik tangan Arjun untuk menjauhi tempat itu. Saat berada di tempat yang agak lengang dengan orang-orang, barulah ia berucap.   “Arjun, gue minta tolong. Please.” “Please apa?” “Please jangan bocorin kabar soal gue itu.”   Arjun
อ่านเพิ่มเติม

Kalap

Pak Aldo kembali mengangguk-angguk. Waiter datang untuk membawakan pesanan minuman untuk mereka berdua. “Kembali ke soal puteri kami, menurutmu ada sikap dia yang kurang baik?”   Adri mengerenyit kening. Seperti tak percaya dengan pertanyaan tadi. “Kenapa harus fokus pada kekurangbaikan seseorang? Toh tidak ada orang yang sempurna.” Pak Aldo gelagapan. Bu Avril buru-buru berkata. “Maksudmu, semua sikap puteri kami masih dalam batas normal kan? Tidak ada yang aneh kan?” “Ya. Sangat normal,” Adri menjawab tandas. Namun sesaat kemudian ia teringat sesuatu. “Hanya akhir-akhir ini dia banyak mengeluh soal perutnya. Terkadang mengeluh nyeri, terkadang mengeluh diare. Nafsu makannya juga berkurang.” “Dessy emang suka kurang disiplin makan.”   “Maaf. Kenapa oom dan tante bertanya seperti tadi itu di awal?” “Menanyakan bagaimana?” “Ketika aku bilang Dessy itu baik, kenapa oom dan tante seperti mengejar?
อ่านเพิ่มเติม

Terpana

Kehadiran Adri pada mulanya hanya ia anggap sebagai pijakan, atau batu loncatan, untuk ia semakin berkilau – setidaknya menurut pendapatnya sendiri – di antara teman-teman satu sekolah. Adri itu benar-benar ia anggap sebagai mangsa empuk. Sifatnya yang lugu, bodoh, introvert, serta terlalu berpikir positif, membuat Adri menjadi bulan-bulanan keusilan dirinya. Menjadi pelampiasan gelora untuk nakal dan ajang penunjukan jati diri. Lebih dari tiga bulan ia menikmati kejumawaannya.   Sampai peristiwa creative event itu. Ajang dimana dirinya menjadi ketua panitia. Ajang untuk sebuah event yang ia harapkan akan menjadi legacy ketika ia tidak lagi bersekolah di sana. Ajang dimana banyak orang – khususnya guru – akan mengenai sampai sekian tahun ke depan akan prestasi yang ia kerjakan.   Namun secara tak terduga, ajang itu justeru mencemarkan namanya. Semua terjadi cepat dan tak terduga. Ia melihat kesempatan untuk mengerjai orang paling katrok satu
อ่านเพิ่มเติม

Kebenaran Kecil Yang Terkuak

‘So beautiful. You are so beautiful,’ Adri membantin. “Gue di sini mau ada perlu lah...”   OMG. Bagi Adri, Dessy saat ini sedang tersenyum seindah dan secantik yang ia bisa lakukan. Begitu terpana dirinya sampai-sampai salah satu pot di tangan terjatuh dari tangan. Dengan kegugupan luar biasa, Adri membungkuk dan coba menjangkau benda itu. Tangannya sudah menjulur ketika pot yang bentuknya memang asimetris yang mulanya menjauh, kini berbalik arah. Dengan satu tangan masih memegang beberapa pot kosong maka hanya dengan satu tanganlah Adri berusaha menjangkau pot bunga. Benda itu rupanya ‘nakal’ juga karena ketika berbalik arah ia kini melaju di antara kedua kaki Dessy dan Adri dengan lugunya ‘main comot’ benda itu.   Dan saat itulah muka Dessy memerah. Betapa tidak, ketika si bopung mencomot pot bunga, ia harus melewati dua betisnya sampai bersentuhan dengan tangannya! Awalnya Adri hanya ‘cengengesan’ ketika berhasil mendapat
อ่านเพิ่มเติม

Debut

“Sampai sejauh itu? Seperti itu perlakuannya?” “Ya. Ia melakukan itu tanpa Bapak minta.”   Dessy tercekat. Tak seperti yang ia duga, Adri ternyata memiliki kebesaran hati yang besar dengan menolong kaum difabel. Dessy juga malu karena telah salah duga dengan mengiranya bodoh karena selalu turun di halte yang lebih jauh dari lokasi sekolah. “Anak itu pernah menolak?”   “Tidak pernah, Dik. Gara-gara Adri jugalah bapak jadi punya kerjaan sesuai bidang bapak di farmasi dengan jadi pegawai di perusahaan di dekat halte tersebut. Biar pun hanya freelance, tapi lumayan lah."   “Aku tak menyangka dia sebaik itu.” “Bapak juga tak menyangka. Selain itu Adri itu jugalah yang menyadarkan bahwa keterampilan Bapak yang dulu pernah jadi petani pun bisa diandalkan. Dia mengajarkan teknik pembuatan akuaponik,” Pak Waluyo menunjuk rangkaian pipa-pipa PVC yang tersambung ke sebuah kolam terpal berisi ikan mujair.
อ่านเพิ่มเติม
ก่อนหน้า
123456
...
14
DMCA.com Protection Status