‘So beautiful. You are so beautiful,’ Adri membantin.
“Gue di sini mau ada perlu lah...”
OMG. Bagi Adri, Dessy saat ini sedang tersenyum seindah dan secantik yang ia bisa lakukan. Begitu terpana dirinya sampai-sampai salah satu pot di tangan terjatuh dari tangan. Dengan kegugupan luar biasa, Adri membungkuk dan coba menjangkau benda itu. Tangannya sudah menjulur ketika pot yang bentuknya memang asimetris yang mulanya menjauh, kini berbalik arah. Dengan satu tangan masih memegang beberapa pot kosong maka hanya dengan satu tanganlah Adri berusaha menjangkau pot bunga. Benda itu rupanya ‘nakal’ juga karena ketika berbalik arah ia kini melaju di antara kedua kaki Dessy dan Adri dengan lugunya ‘main comot’ benda itu.
Dan saat itulah muka Dessy memerah. Betapa tidak, ketika si bopung mencomot pot bunga, ia harus melewati dua betisnya sampai bersentuhan dengan tangannya! Awalnya Adri hanya ‘cengengesan’ ketika berhasil mendapat
“Sampai sejauh itu? Seperti itu perlakuannya?” “Ya. Ia melakukan itu tanpa Bapak minta.” Dessy tercekat. Tak seperti yang ia duga, Adri ternyata memiliki kebesaran hati yang besar dengan menolong kaum difabel. Dessy juga malu karena telah salah duga dengan mengiranya bodoh karena selalu turun di halte yang lebih jauh dari lokasi sekolah. “Anak itu pernah menolak?” “Tidak pernah, Dik. Gara-gara Adri jugalah bapak jadi punya kerjaan sesuai bidang bapak di farmasi dengan jadi pegawai di perusahaan di dekat halte tersebut. Biar pun hanya freelance, tapi lumayan lah." “Aku tak menyangka dia sebaik itu.” “Bapak juga tak menyangka. Selain itu Adri itu jugalah yang menyadarkan bahwa keterampilan Bapak yang dulu pernah jadi petani pun bisa diandalkan. Dia mengajarkan teknik pembuatan akuaponik,” Pak Waluyo menunjuk rangkaian pipa-pipa PVC yang tersambung ke sebuah kolam terpal berisi ikan mujair.
Tas atau sarung yang membalut kondisi gitar memang sudah tak enak dilihat mata. Namun yang lebih parah adalah isi di dalamnya. Sebuah gitar akustik yang Adri khawatirkan bisa membuat penampilannya tak akan optimal ketika nanti di atas panggung. Ponsel Adri mendadak bergetar. Ia mengeluarkan gadget tadi dari kantung celana dan melihat sesaat siapa penelponnya. “Wuih, sejak pake ponsel baru jadi sibuk terus nih,” Farel menggoda. Adri memberi isyarat agar Farel diam dahulu. “Selamat siang, oom.” “Kamu udah di foodcourt?” “Sudah, oom.” “Bagus lah. Kamu emang harus begitu. Gak boleh terlambat ya apalagi ini debut kamu.” “Iya, oom.” “Tapi kamu udah siap dong dengan penampilanmu. Jangan malu-maluin lho. Oom udah cerita kemana-mana, khususnya ke teman oom itu, bahwa kamu hebat bisa begini begitu biarpun faktanya oom sebetulnya belum pernah liat penampilan kamu secara langsung. Jadi akhirnya
Pak Minggus hadir di sana. Sang Direktur Utama perusahaan pengelola mall, rekan pak Aldo, ingin menyaksikan penampilan Adri. Ada sedikit rasa gentar dalam diri Adri ketika tadi sempat berkenalan dengan pria Ambon itu. Untunglah orang itu juga penikmat musik dan sangat ramah. Saat waktunya tiba, orang yang sangat tepat waktu itu meminta Adri untuk segera naik ke atas panggung. Dessy benar-benar jadi malaikat penolong. Adri udah mulai jalan ke arah panggung di tengah padatnya pengunjung Foodcourt ketika sebuah panggilan dengan suara seseorang yang sangat ia kenal membuatnya menoleh. Rasa ingin tahu dan kaget seketika muncul ketika ia melihat dari balik bahu akan kehadiran Dessy. Gadis itu berlari-lari kecil sambil menenteng gitar akustik yang sudah pasti miliknya. “Dessy?” Adri membalik badan. “Kamu di sini?” “Iya, gue bawain gitar gue.” “Untuk aku?” Adri terpana. “Iye!” Dessy pura-pura galak. “Nyokap, bokap, sama g
Wajah Dessy memerah. Jantung berdetak lebih cepat dari biasa. Bulu kuduknya meremang saat melihat garis mulut Adri membentuk sudut menyungging senyum kecil. Dentang-denting senar pertama mulai terdengar. Suaranya yang jernih tertangkap mike, masuk ke dalam perangkat ampli dan beresonansi ke seluruh ruang. Adri masuk ke dalam intro. Here I am. Broken wings, quiet thoughts, unspoken dreams. Here I am. Alone again and I need her now to hold my hand. [Ini aku, sang sayap patah, berhenti berpikir dalam mimpi tak terkatakan. Ini aku, sendiri lagi dan kuingin ia tahu betapa ku ingin memegang tangannya]. Entah hanya Dessy saja yang merasa, tapi intro vokal yang dimainkan Adri terasa begitu menyentuh. Kesan romansa yang kuat amat terasa. Vokal lembut tapi bertenaga itu secara spontan membuat hampir semua pengunjung dewasa lagi-lagi terusik makannya. Serentak mereka menolehkan kepala ke arah panggung.
Waluyo menggeleng kepala. Sebuah bentuk kekaguman karena melihat apa yang Adri pagi itu lakukan: mencuci mobil. Jam menunjukkan sekitar pukul 9 pagi dan matahari di atas langit Jakarta sudah buas memancarkan radiasi panasnya. Mengantar suhu 33 derajat merambah seluruh permukaan bumi dimana Adri dan Waluyo berada. “Rajin banget kamu.” “Pak Syukur tadi minta tolong cuciin mobilnya.” “O,” Waluyo mengangguk. Orang itu memang baru pulang dari kampungnya di Sumatera Selatan. Saat tiba di rumah kemarin malam kondisinya memang sangat kotor di sana-sini. Pak Syukur rupanya meminta tolong pada anak muda itu untuk membersihkan mobil dan itu dipenuhi Adri. Tentu ada biaya jasa untuk itu dan Waluyo selama ini mengizinkan Adri untuk sedikit mendapat tip atas jasa mencuci mobil para penghuni kost. Kebetulan hari itu adalah hari Minggu dan tentu saja Adri jadi punya waktu untuk melakukan apa yang pak Syukur minta.
“Aku jadi kurang enak. Bagaimana kalau aku pinjam saja? Kalau penampilan di panggung bisa menambah uang saku yang cukup untuk membeli gitar baru, barulah aku kembalikan gitarmu. Bagaimana, setuju?” Dessy tak keberatan. “No problem. Jadi, gitarku yang ada di kamu itu jangan kamu kembaliin tiap kali habis mentas. Kamu simpan aja untuk setiap kali kamu tampil di panggung. Paham?” Dan lagi-lagi Adri terharu. “Kalian berbuat terlalu banyak untuk aku. Apa yang harus aku lakukan untuk membalas semua kebaikan ini?” Dessy mengebas rambut. Sebuah tindakan kecil yang entah mengapa menurut Adri menjadikan Dessy jadi semakin nyata dalam kecantikannya. “Kamu udah nolong aku di kolam renang.” “Kenapa itu terus yang kamu ulang?” “Emangnya gak boleh, sayangku?” Sementara Adri terdiam, Dessy lebih terdiam lagi. ‘Damned! Kenapa gue bilang ‘sayangku’ segala? Dasar najong! Ini kan artinya ketahua
“Hush! Jangan.” “Kenapa emangnya?” “Itu soal basic. Tanpa kamu perlu damprat pun dia akan sadar sendiri.” “Ah.” “Saat Arjun begitu, pasti moodnya lagi nggak bagus. Betul?” “Mmm.... emang dia lagi ada masalah sama orangtua dan pihak sekolah sih.” “Dengan kondisi batin Arjun yang lagi nggak bagus, seharusnya kamu memaklumi tindakan atau ucapan Arjun. Karena itu jangan terlalu reaktif dan emosional. Tidak lama lagi Arjun akan menyadari kesalahannya dan dia akan meminta maaf padamu. Dia akan sadar sendiri.” Dessy menaikkan alis. Tidak salah dengarkah dirinya? Bagaimana mungkin, ketika pria lain dengan senang hati siap mendengar curahan hatinya dan menyediakan diri sebagai a shoulder to cry on, Adri malah memintanya tetap setia dengan pacarnya! Naif atau bodoh? Hal itu baru mau disampaikan ketika ponselnya mendadak bergetar. Nama Arjun dengan status ‘menghubungi’ terpampang di layar ponsel.
Lagu itu adalah tembang Right Here Waiting yang dinyanyikan Adri dengan vokal lembut namun bertenaga serta menjadikannya lebih indah dari penyanyi aslinya, Richard Marx. Lagu itu memiliki arti bagi kedua orangtua Dessy karena hampir 20 tahun lalu dengan diiringi lagu itu yang dilantunkan dari sebuah music box di sebuah café – mereka saling mencurahkan isi hati dan menyatakan cinta. Lagu itu juga selalu jadi pengiring tiap kali mereka merayakan anniversary alias ulang tahun pernikahan dan Dessy rupanya telah membocorkan info itu pada Adri. Dan hari itu adalah anniversary ke-sekian. Mereka tak tahan dan menangis ketika dari atas panggung Adri mengumumkan hari bahagia itu kepada semua pengunjung yang memadati foodcourt. Dessy yang melihat momen itu hanya bisa ikut terharu dan merasakan kebahagiaan yang sama. Bersama dengan kedua orangtuanya, ketiganya berpegangan dan saling berpelukan. Larut dalam bahagia yang dengan sukses diramu oleh Adrianus. &nb