All Chapters of Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan: Chapter 1 - Chapter 10

57 Chapters

Cibiran Tetangga

DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (1) Jangan lupa sertakan komentarnya ya, terima kasih dan selamat membaca! ____________________ "Eh, ada Mbak Endang, mau belanja apa nih? Pasti tempe sama tahu, ya?" celetuk Bu Andini, tetangga sebelah rumahku. Aku hanya tersenyum menanggapi cibirannya.  "Ya pasti tempe sama tahu lah, Bu Andin. Mana mampu mbak Endang beli ayam atau ikan," sahut Mbak Anggi dengan senyuman mengejek. "Iya ya, ngapain juga aku tanya, buang-buang suara aja," ujar Bu Andin dengan tawa khas-nya. Aku masih diam, enggan menanggapi ucapan para ibu-ibu julid di kampungku. Hanya karena aku tidak pernah membeli ikan atau ayam di tukang sayur, mereka se
Read more

Ada yang Tidak Beres

 DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (2)__________________________ Aku pulang dengan perasaan dongkol. Andai saja sejak awal Mas Danu sudah mengijinkan untuk memperkenalkan siapa kami sebenarnya, kupastikan mereka tidak mungkin berani menghinaku seperti tadi.  Gegas kusiapkan sarapan untuk Mas Danu karena pagi ini dia harus datang lebih awal. Lagipula nanti setelah Mas Danu berangkat, aku dan Mbak Hanin sudah sepakat untuk membuat kue-kue lagi seperti biasanya. Tanpa memperdulikan lagi cemoohan para tetangga tadi, aku mulai mengeksekusi bahan belanja di atas meja dapur. Udang asam manis menjadi pilihan pagi ini, menu favorit Mas Danu. Setelah kupastikan Mas Danu berangkat, aku menelpon Mbak Hani untuk segera datang ke rumah, agar tidak terlalu siang kami menutup kue-kue itu di warung-warung terdekat. "Hari ini kita
Read more

Keterlaluan

DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (3)_________________________ "Menangislah, jika bisa membuat Mbak Hanin tenang." Aku mengusap punggungnya yang sedikit bergetar. "Belum lagi ibu mertua yang sering sakit-sakitan, membuat suami saya harus mendahulukan kepentingan ibunya daripada istri dan anaknya, saudara Mas Handoko lepas tangan untuk biaya berobat ibu mereka, jadilah Mas Handoko yang menanggung semuanya, meskipun ibu mertua tinggal dengan adik perempuannya." Mbak Hanin bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Mendengar kisah pilu Mbak Hanin, membuatku tersadar, jika aku harus lebih banyak bersyukur karena hidup berkecukupan dan dikelilingi keluarga yang baik. "Saya yakin semua masalah ada jalan keluarnya, jangan bersedih. Allah selalu bersama hamba-nya, Mbak! Semoga pabrik tempat suami Mbak Hanin bekerja segera
Read more

Kecelakaan Anak Anggi

DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (4)___________________________ Aku terbatuk-batuk akibat debu kenalpot motor milik Bu Andin. Mereka benar-benar keterlaluan kali ini! Mbak Hanin menghampiriku dengan raut muka cemas. Ditatapnya para tetangga yang semakin menjauh mengendarai motor. "Kamu nggak papa, Mbak En?" tanya Mbak Hanin seraya menepuk-nepuk punggungku lembut. Aku menggelengkan kepala samar dan mencoba menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan.  "Benar-benar orang kaya yang sombong," celetuk Mbak Hanin gemas.  "Suatu saat mereka akan dapat balasannya," gumamku lirih dengan menatap punggung milik Bu Andin dari kejauhan. "Apa, Mbak? Maaf, saya nggak den
Read more

Dituduh Mencuri

DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (5)___________________________  Para pengendara banyak yang berhenti dan mulai mengerumuni tubuh Dea yang tergeletak di jalan. Beberapa pengendara lain, berusaha mengejar dua orang lelaki yang kuduga pelaku yang menyebabkan Dea terpelanting hingga ke tengah jalan. Aku memutar motor dan berhenti tepat di depan tubuh Dea, segera kutelepon ambulans dan membawa Dea ke rumah sakit terdekat. Kami berdua mengikuti laju ambulans yang terkesan berkejar-kejaran dengan pengendara lain. Suara sirine menggema di jalanan membuat para pengendara lain menyingkir dengan sigap. Sesampainya di Rumah Sakit, Dea segera dilarikan ke UGD, dan kami menunggu sambil menanti kedatangan Mbak Anggi kesini. Tangan Mbak
Read more

Bukti Rekaman CCTV

 "Assalamualaikum, Dek," ujar Mas Danu, setelah aku mengangkat telepon darinya.  "Waalaikumsalam, kenapa, Mas. Tumben belum pulang?" jawabku, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, tapi Mas Danu tak kunjung sampai di rumah.  "Mungkin Mas pulang terlambat, ada sedikit masalah di pabrik, Krisna dan aku sedang menyelidiki beberapa hal," kata Mas Danu membuatku seketika teringat dengan perkataan Mbak Hanin tadi.  "Ada masalah apa?" tanyaku penasaran.   "Ada banyak sekali dana pabrik yang 'missed', laporan penjualan kain setahun belakangan laku keras, bahkan laporannya sedang mas selidiki ini, tapi sayang, uang penjualan tidak masuk ke dalam laporan keuangan," jelas Mas Danu, membuatku memiliki pikiran
Read more

Kedatangan Krisna

  "Pak Krisna," sapa suami mbak Anggi pada adik lelakiku.  Aku menggigit bibir bawah, sepertinya harapan untuk menyembunyikan siapa sebenarnya diriku sebentar lagi terbongkar.  "Loh, Pak Adi kenapa di sini? Pantas saja dari tadi saya mencari anda tapi tidak ketemu," jawab Krisna.  "Maaf, Pak. Saya sudah meninggalkan pesan pada asisten HRD kalau sedang ada urusan mendadak," jawab pria yang bernama Adi pada Krisna.  "Kalau begitu, bisa Pak Adi ikut saya sebentar, ada urusan genting di pabrik yang harus kita selesaikan," ajak Krisna dengan menatap tajam ke arah suami mbak Anggi.  Sesaat lelaki itu menoleh ke arah istrinya, dan mendapat anggukan mantap, me
Read more

Kesombongan Anggi

  Mbak Anggi merebut paksa gawai milikku dari tangan polisi, dan melihat dengan seksama bukti yang sudah kukantongi.  "Ini pasti rekayasa, Pak. Saya yakin, dia yang telah mencuri kalung anak saya!" ucap mbak Anggi sinis.  "Untuk apa saya merekayasa bukti? Rekaman CCTV itu saya dapat dari penjaga sekolah Dea, kebetulan di dekat sekolah Dea terdapat CCTV yang memang diletakkan dekat tempat penyeberangan," jelasku pada mbak Anggi.   "Alasan! Pokoknya saya mau wanita ini dipenjara, Pak. Saya berani bayar mahal untuk itu," ujar mbak Anggi dengan tersenyum menyeringai.  "Maaf, Bu. Tapi kami harus bekerja sesuai prosedur. Karena bukti sudah kami kantongi, dan pelajaran sedang dalam pelacakan," s
Read more

Membungkam orang-orang sombong

 "Eh, si pencuri kok bisa bebas? Jangan-jangan punya orang dalam ya! Duh, kasihan banget Jeng Anggi, udah anaknya celaka, kalung 10 gram Dea hilang, eh pencurinya malah bebas berkeliaran," seloroh Bu Hajjah Aminah, ketika aku sedang berbelanja. Kalung seberat 10 gram? Apa benar kalung Dea yang di jambret sebesar 10 gram, tapi kenapa kemarin ketika Mas Danu mengejek dengan mengatakan kalung Dea hanya sekitar 3 gram saja, Mbak Anggi tidak menyangkalnya?  Aku masih diam, enggan menanggapi ocehan Bu Hajjah Aminah, selagi tidak menyebut namaku, kurasa aku tidak perlu menjawab cemoohannya.  "Iya ya, Bu Hajjah. Heran deh, Mbak Anggi kemarin bilang katanya ada yang memanipolusi bukti," sahut Bu Andin, hampir saja aku tertawa mendengar ucapan sok tahunya.  "Manipulasi kali, Bu! Mana ada manipolu
Read more

Pelaku Jambret

 "Katanya belanja, kok nggak bawa apa-apa?" tanya mas Danu, ketika melihatku masuk ke dalam rumah dengan tanpa membawa apa-apa.  "Bentar lagi dianterin sama tukang sayurnya," jawabku sedikit cuek.  "Kok tumben? Emang ada apa?" selidik mas Yoga.  "Mas! Bisa nggak sih kita nunjukin diri ke semua orang kalo sebenernya kita adalah pemilik pabrik itu! Aku kadang kesel banget sama para tetangga yang sombongnya minta ampun!" ujarku kesal. Mas Danu mengerutkan keningnya, mungkin merasa bingung mengapa tiba-tiba aku meminta untuk menunjukkan jati diri kami sebenarnya, padahal dulu, akulah yang kekeuh untuk menyembunyikan siapa kita sebenarnya, hanya karena ingin mencoba hidup seperti orang-orang pada umumnya, tanpa disanjung-sanjung hanya karena kami adalah orang kaya. 
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status