DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (3)_________________________"Menangislah, jika bisa membuat Mbak Hanin tenang." Aku mengusap punggungnya yang sedikit bergetar."Belum lagi ibu mertua yang sering sakit-sakitan, membuat suami saya harus mendahulukan kepentingan ibunya daripada istri dan anaknya, saudara Mas Handoko lepas tangan untuk biaya berobat ibu mereka, jadilah Mas Handoko yang menanggung semuanya, meskipun ibu mertua tinggal dengan adik perempuannya." Mbak Hanin bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Mendengar kisah pilu Mbak Hanin, membuatku tersadar, jika aku harus lebih banyak bersyukur karena hidup berkecukupan dan dikelilingi keluarga yang baik."Saya yakin semua masalah ada jalan keluarnya, jangan bersedih. Allah selalu bersama hamba-nya, Mbak! Semoga pabrik tempat suami Mbak Hanin bekerja segera
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (4)___________________________Aku terbatuk-batuk akibat debu kenalpot motor milik Bu Andin. Mereka benar-benar keterlaluan kali ini!Mbak Hanin menghampiriku dengan raut muka cemas. Ditatapnya para tetangga yang semakin menjauh mengendarai motor."Kamu nggak papa, Mbak En?" tanya Mbak Hanin seraya menepuk-nepuk punggungku lembut.Aku menggelengkan kepala samar dan mencoba menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan."Benar-benar orang kaya yang sombong," celetuk Mbak Hanin gemas."Suatu saat mereka akan dapat balasannya," gumamku lirih dengan menatap punggung milik Bu Andin dari kejauhan."Apa, Mbak? Maaf, saya nggak den
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (5)___________________________Para pengendara banyak yang berhenti dan mulai mengerumuni tubuh Dea yang tergeletak di jalan. Beberapa pengendara lain, berusaha mengejar dua orang lelaki yang kuduga pelaku yang menyebabkan Dea terpelanting hingga ke tengah jalan.Aku memutar motor dan berhenti tepat di depan tubuh Dea, segera kutelepon ambulans dan membawa Dea ke rumah sakit terdekat.Kami berdua mengikuti laju ambulans yang terkesan berkejar-kejaran dengan pengendara lain. Suara sirine menggema di jalanan membuat para pengendara lain menyingkir dengan sigap.Sesampainya di Rumah Sakit, Dea segera dilarikan ke UGD, dan kami menunggu sambil menanti kedatangan Mbak Anggi kesini.Tangan Mbak
"Assalamualaikum, Dek," ujar Mas Danu, setelah aku mengangkat telepon darinya."Waalaikumsalam, kenapa, Mas.Tumben belum pulang?" jawabku, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, tapi Mas Danu tak kunjung sampai di rumah."Mungkin Mas pulang terlambat, ada sedikit masalah di pabrik, Krisna dan aku sedang menyelidiki beberapa hal," kata Mas Danu membuatku seketika teringat dengan perkataan Mbak Hanin tadi."Ada masalah apa?" tanyaku penasaran."Ada banyak sekali dana pabrik yang 'missed', laporan penjualan kain setahun belakangan laku keras, bahkan laporannya sedang mas selidiki ini, tapi sayang, uang penjualan tidak masuk ke dalam laporan keuangan," jelas Mas Danu, membuatku memiliki pikiran
"Pak Krisna," sapa suami mbak Anggi pada adik lelakiku.Aku menggigit bibir bawah, sepertinya harapan untuk menyembunyikan siapa sebenarnya diriku sebentar lagi terbongkar."Loh, Pak Adi kenapa di sini? Pantas saja dari tadi saya mencari anda tapi tidak ketemu," jawab Krisna."Maaf, Pak. Saya sudah meninggalkan pesan pada asisten HRD kalau sedang ada urusan mendadak," jawab pria yang bernama Adi pada Krisna."Kalau begitu, bisa Pak Adi ikut saya sebentar, ada urusan genting di pabrik yang harus kita selesaikan," ajak Krisna dengan menatap tajam ke arah suami mbak Anggi.Sesaat lelaki itu menoleh ke arah istrinya, dan mendapat anggukan mantap, me
Mbak Anggi merebut paksa gawai milikku dari tangan polisi, dan melihat dengan seksama bukti yang sudah kukantongi."Ini pasti rekayasa, Pak. Saya yakin, dia yang telah mencuri kalung anak saya!" ucap mbak Anggi sinis."Untuk apa saya merekayasa bukti? Rekaman CCTV itu saya dapat dari penjaga sekolah Dea, kebetulan di dekat sekolah Dea terdapat CCTV yang memang diletakkan dekat tempat penyeberangan," jelasku pada mbak Anggi."Alasan! Pokoknya saya mau wanita ini dipenjara, Pak. Saya berani bayar mahal untuk itu," ujar mbak Anggi dengan tersenyum menyeringai."Maaf, Bu. Tapi kami harus bekerja sesuai prosedur. Karena bukti sudah kami kantongi, dan pelajaran sedang dalam pelacakan," s
"Eh, si pencuri kok bisa bebas? Jangan-jangan punya orang dalam ya! Duh, kasihan banget Jeng Anggi, udah anaknya celaka, kalung 10 gram Dea hilang, eh pencurinya malah bebas berkeliaran," seloroh Bu Hajjah Aminah, ketika aku sedang berbelanja. Kalung seberat 10 gram? Apa benar kalung Dea yang di jambret sebesar 10 gram, tapi kenapa kemarin ketika Mas Danu mengejek dengan mengatakan kalung Dea hanya sekitar 3 gram saja, Mbak Anggi tidak menyangkalnya?Aku masih diam, enggan menanggapi ocehan Bu Hajjah Aminah, selagi tidak menyebut namaku, kurasa aku tidak perlu menjawab cemoohannya."Iya ya, Bu Hajjah. Heran deh, Mbak Anggi kemarin bilang katanya ada yang memanipolusi bukti," sahut Bu Andin, hampir saja aku tertawa mendengar ucapan sok tahunya."Manipulasi kali, Bu! Mana ada manipolu
"Katanya belanja, kok nggak bawa apa-apa?" tanya mas Danu, ketika melihatku masuk ke dalam rumah dengan tanpa membawa apa-apa."Bentar lagi dianterin sama tukang sayurnya," jawabku sedikit cuek."Kok tumben? Emang ada apa?" selidik mas Yoga."Mas! Bisa nggak sih kita nunjukin diri ke semua orang kalo sebenernya kita adalah pemilik pabrik itu! Aku kadang kesel banget sama para tetangga yang sombongnya minta ampun!" ujarku kesal. Mas Danu mengerutkan keningnya, mungkin merasa bingung mengapa tiba-tiba aku meminta untuk menunjukkan jati diri kami sebenarnya, padahal dulu, akulah yang kekeuh untuk menyembunyikan siapa kita sebenarnya, hanya karena ingin mencoba hidup seperti orang-orang pada umumnya, tanpa disanjung-sanjung hanya karena kami adalah orang kaya.
PoV Endang *** Tidak terasa, waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, hari dimana Krisna akan melepas masa lajangnya bersama Hana. Kentara sekali raut bahagia Krisna, begitupun Ibu dan Ayah. Pihak keluarga Hana pun demikian. Aku menyesal sekali karena tidak mencegah kepergian Bu Andin waktu itu. Siapa yang menyangka jika Kenan, lelaki yang ambisius dengan Hana malah membunuh Bu Andin dengan menjatuhkannya ke dalam jurang. Sehari setelah proses pertunangan Krisna dan Hana, kami sekeluarga kelelahan dan menonton acara berita bersama. Bagai dihantam godam yang besar, saat aku mendengarkan sebuah siaran tentang seorang wanita yang dibuang di kawasan puncak. Penyiar televisi mengatakan nama Bu Andin karena kebetulan dompet korban memang masih berada di saku celana. Mataku membeliak lebar kala itu, benar saja, setelah tayangan pengangkutan jenazah, tidak lama, orang tua korban turut diwawancarai, tidak salah lagi. Itu orang tua Bu Andin. Aku berteriak memanggil Mas Danu yang kebetulan seda
PoV Author***Acara pertunangan Krisna dan Hana berjalan dengan lancar. Banyak sekali pose foto yang berhasil dibidik untuk mendokumentasikan hari bahagia mereka. Sengaja, beberapa tetangga dari kampung Endang, mereka undang, termasuk Hanin, Fifi, dan Bu Hajjah Halimah, juga Pak RT beserta istrinya. Dan masih banyak lagi.Memang, acara pertunangan ini dimeriahkan, mengingat Krisna adalah putra bungsu keluarga Bastian. Mereka sudah lama tidak mengadakan acara semewah ini setelah pernikahan Endang beberapa tahun yang lalu.Beruntung rumah Tini memiliki halaman yang luas. Sehingga nuansa alam menjadi pilihan utama mereka dalam menyelenggarakan acara penting ini. Tak lupa pula, Hartini datang anak-anaknya, Endang yang mengundang mereka."Masya Allah, ini baru acara lamaran udah meriah kayak gini ya," celetuk Hanin, menatap takjub pada dekorasi pertunangan Krisna dan Hana."Horang kaya mah bebas, Mbak Han!" sahut Fifi cekikikan. Endang menonjok pelan lengan Fifi, membuat wanita itu mering
PoV Author *** Para tetangga yang masih termasuk sanak saudara Fatma, membopong tubuh Halimah untuk dibaringkan di kamar. Kasak-kusuk tetangga mulai terdengar, mereka mengasihani nasib Halimah yang tragis. Menurut para tetangga, Halimah adalah sosok wanita pekerja keras. Siapa sangka, justru Halimah adalah perusak rumah tangga orang lain. Jika mereka tahu, mungkin mereka akan mengimani bahwa apa yang sudah Halimah terima kini adalah karma dari perbuatannya sendiri. Halimah merusak rumah tangga Hartini demi mendapatkan uang. Bukan kehidupan yang terjamin untuk Ibu dan anaknya, justru kematian putranya yang dia dapatkan. Suaminya bermain api dengan wanita lain. Sama persis dengan apa yang sudah Halimah perbuat. Rumah Fatma bahkan belum sempat di renovasi karena semua uang kiriman dari Halimah harus dikelola lagi oleh Rusdi-- suami sah Halimah. Rusdi sengaja membangun rumah di kampung sebelah, di atas tanah peninggalan orang tua Cantika, selingkuhannya. Mereka sengaja mengeruk uang ki
PoV Author***Halimah berjalan gontai menuju ke jalan raya. Dia merutuki kebodohannya yang belum sempat mengamankan semua aset Suryono selama ini. Memang, kebutuhan Halimah dan keluarganya di kampung terpenuhi dengan baik, tapi tetap saja, dia merasa rugi karena pergi meninggalkan rumah Suryono tanpa membawa satu pun harta. Hanya perhiasan yang masih melekat di tubuhnya."Sialan! An-jing! Bisa-bisanya Hartini dan Endang mempermalukan diriku seperti ini!" dengkus Halimah kesal. Meskipun secara sadar dia tahu jika Endang tidak ada hubungannya dengan pengusiran warga terhadap dirinya, tetap saja, nama Endang selalu terlihat buruk di mata Halimah."Lihat saja, aku akan kembali untuk menuntut harta gono-gini!" gumam Halimah dengan menggerakkan giginya.Beruntung dompetnya berada
***PoV HalimahDua hari lagi acara lamaran Krisna dan Hana akan dilangsungkan. Aku bersyukur, Hana mau menerima Krisna sebagai pendamping hidupnya, mengingat keluarga kami yang sudah menyebabkan Mang Kosim meninggal.Hana gadis yang baik, aku percaya dia bisa menjadi istri yang baik pula untuk Krisna. Apalagi adik manjaku itu selalu melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semoga Hana bisa membawa Krisna ke jalan yang Allah ridhoi.Kasus Pak Ferdinan berjalan dengan lancar. Dia dan para anak buahnya kini mendekam di penjara. Begitu juga dengan Reina, entah bagaimana nasibnya nanti ketika akan melahirkan. Membayangkan saja sudah bikin perutku mulas.Bu Hajjah Aminah sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya itulah yang aku tangkap dari perilakunya kepada keluargaku se
PoV Author***"Katakan, Ma. Apa kamu selama ini tidak mengirimkan uang pendidikan untuk anak-anakku?!" bentak Suryono sengit. Halimah meneguk ludahnya kasar, belum pernah Suryono berkata dengan nada tinggi sebelumnya.Halimah melirik ke arah para tetangganya yang sudah berkerumun di depan rumahnya. Sudah kepalang malu, sekalian saja dia tunjukkan dirinya yang sebenarnya."Memang kenapa? Anak kamu udah ada ibunya, jangan manjain mereka dengan mengirimkan uang. Bukannya dibuat biaya pendidikan, malah dibuat foya-foya sama Emaknya!" sindir Halimah, membuat Hartini semakin meradang. Pasalnya, sejak Suryono meninggalkan dirinya dan juga anak-anaknya, Hartini banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, karena memang biaya pendidikan ketiga anaknya sudah ditopang oleh Suryono selaku Ayah mereka."Gi-la nggak sih, udah merebut seorang Ayah dari anaknya, eh, uang untuk biaya pendidikan pun ikut diembat juga!" seloroh tetangga Halimah."Nggak nyangka banget deh, ternyata Bu Halimah
PoV Author***"Kamu dan Hana pergi saja, Kris. Cari seserahan sekalian cincin untuk pertunangan besok lusa." Endang melirik ke arah Krisna yang nampak malu-malu tapi mau. Sementara Hana hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi usulan dari Endang."Betul itu! Jangan apa-apa kamu serahin ke Mbak-mu! Bisa cepet tua dia nanti!" seloroh Mas Danu, Endang mendelik ke arah suaminya yang malah cekikikan.Hana ikut tertawa melihat Danu yang menggoda Endang, begitupun Tini dan Bastian, mereka merasa bahagia sebentar lagi anak bungsunya akan bertunangan."Ibu sudah membicarakan semuanya dengan Ibu Hana, Kris. Jadi persiapan sudah kami siapkan dengan matang. Tinggal kamu dan Hana aja, buruan cari cincin nikah. Atau kalau mau cari seserahan yang Hana mau, belikan! Jangan pelit sama calon mantu ibu!" hardik Tini pada Krisna, pipi Hana bersemu merah mendapat kasih sayang yang tulus dari keluarga Krisna. Apalagi Hana adalah anak dari lelaki yang sudah mengorbankan nyawanya demi keluarga Bastian.Kri
PoV Author***Jdor!Jdor!Jdor!"Halimah, keluar kamu!" teriak seorang wanita dengan menggedor pintu rumah Halimah."Dasar pelakor, keluar kamu dari rumah ini. Ini rumah suamiku!" Mendengar keributan, para tetangga bergegas keluar dan mencoba menenangkan seseibu yang sedang marah-marah di depan rumah Halimah. Pak RT dan istrinya mendekati wanita tersebut dan meminta untuk tenang."Bagaimana saya bisa sabar, Halimah itu pelakor! Dia sudah merebut suami saya!" ujar wanita itu lantang.Halimah tidak kunjung keluar, dia bersembunyi di dalam kamar karena takut kedoknya selama ini terbongkar."Tapi Bu Halimah sudah memiliki suami, mana mungkin dia merebut suami ibu," sela tetangga baik Halimah.Wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama Hartini itu melotot ke arah tetangga baik Halimah."Suami yang mana maksut kamu, hah?!"Hartini berkacak pinggang di hadapan para tetangga Halimah. Pasalnya, semua tetangga memang tidak tahu, jika suami Halimah yang tak lain adalah Suryono adalah suam
PoV Author.***"Maaf, Bu. Saya menemukan kejanggalan pada gangguan yang Bu Andin alami," ujar seorang psikiater pada kedua orang tua Andin.Jamilah dan Husni saling berpandangan. Masih mencoba mencerna apa maksut dari ucapan dokter cantik di depannya."Maksut saya, Bu Andin tidak mengalami gangguan jiwa seperti yang Ibu dan bapak keluhkan.Saya bisa menilai dari cara dia menjawab semua pertanyaan saya dengan detail. Tatapan matanya bukan tatapan mata kosong seperti orang dengan gangguan jiwa pada umumnya. Juga, dia tidak sibuk dengan dunianya seperti pasien ODGJ lainnya. Saya rasa, Bu Andin hanya sedang menyembunyikan sesuatu dari kalian selaku orang tuanya.Saran saya, Bapak dan Ibu bicarakan ini baik-baik dengan Bu Andin. Karena ketika laporan saya nanti ma