Home / Fiksi Remaja / Akhir Yang Bahagia / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Akhir Yang Bahagia: Chapter 61 - Chapter 70

115 Chapters

Penjelasan

Rara meneguk jus tomatnya pelan. Ia dan Jevan sudah selesai makan. Rara melirik Jevan yang mengeluarkan ponselnya. Jevan menunjukkan layar ponselnya pada Rara. “Gue kemarin kesini. Ini tuh tempat loker yang ada maknanya,” cerita Jevan memulai pembicaraan. Rara manggut – manggut mengerti. Ia menatap Jevan yang kembali menarik ponselnya. “Di kertas yang lo kasih ada alamat yang harus gue datengin. Pas gue kesana, gue dikasih tahu sama pemiliknya kalau Nyokap kesana…” Jevan menjeda ucapannya. Rara dengan hati berdebar menunggu kelanjutan cerita Jevan. “Nyokap gue kasih gue kotak. Isinya kaya surat perpisahan…” lanjut Jevan setelah menghela napas. “Nyokap gue juga bilang kalau lo emang gak bisa kasih tahu tentang penyakitnya.” Rara menatap Jevan yang tampak berkaca – kaca. Rara mengeluarkan tisu dari tasnya dan memberikan pada lelaki di depannya. “Gue minta maaf, Ra. Udah emosi dan nyalahin lo atas segalanya,” sesal Jevan menunduk. “Lo gak usah minta maaf, Jev. Gue pun sadar kalau
Read more

Belanja

Jevan membeku mendengar ucapan sang ayah. Ia mengerutkan keningnya. “Ayah tahu kalau Ibu punya penyakit?” tanya Jevan selidik. Ayah Haris tersenyum hangat menatap putranya. Tak lama kemudian, ia mengangguk. “Kenapa…kenapa Ayah gak bilang ke aku?” tanya Jevan lemah. Ayah Haris menghela napas panjang. Ia menatap bingkai foto yang terletak di atas meja kerjanya. “Awalnya, ayah pun gak tahu, Nak. Ibumu tiba – tiba meminta berpisah rumah…” sahut Ayah Haris menggantungkan ucapannya. “Terus gimana lagi?” tanya Jevan tak sabar. “Ayah menyelidiki ke rumah Ibumu, meski semua pelayan membungkam mulut,” terang Ayah Haris. “Lalu, Ayah bertemu dengan dokter yang menangani Ibumu. Akhirnya, mereka ngaku setelah Ayah paksa.” “Terus Ayah gak berusaha bujuk Ibu?” tanya Jevan berharap. “Ayah berusaha, Jev. Tapi, Ibumu tak mendengar dan selalu menolak,” ungkap Ayah Haris. “Ibu gak benci aku kan?” tanya Jevan. “Tidak, Nak. Dia sangat menyayangi kamu, Ibumu takut kalau kamu tahu tentang penyakitny
Read more

Alasan Uang

Naren masuk dengan perlahan. Di belakangnya, Rara mengikuti dengan menggenggam erat parfum yang berisi bubuk cabai. Rara menutup mulutnya melihat kondisi ruang tamu Panti Asuhan Bahagia. Buku berserakan, vas bunga yang pecah, dan bingkai foto yang retak. “Apa yang terjadi disini?” tanya Rara kaget. Rara memunguti bingkai foto yang retak, ia menatap sendu wajah orang yang ada di foto. “Nona, saya rasa di dalam ada suara yang menangis,” kata Naren menatap langit – langit ruang tamu. Lelaki itu mencari CCTV. “Lo ikut masuk ke dalam?” tanya Rara. Naren mengangguk. Lelaki itu berjalan terlebih dahulu, Rara di belakangnya berlindung. “Saya rasa aman, Non,” kata Naren memperhatikan sekelilingnya. Rara berlari ke taman belakang. Ia mendapati Bu Unike dan Jessica yang menyapu pecahan piring. Resti menenangkan Darel yang menangis keras. “Ibu!” Rara berlari kecil mendekati Bu Unike. Bu Unike menoleh pada Rara, wanita cantik itu tampak terkejut. “Rara..” gumam Bu Unike. “Apa yang terjadi
Read more

Mengawasi

Rara mendekati Naren yang sibuk dengan ponselnya. Gadis cantik itu menepuk bahu Naren pelan. “Mereka akan datang sebentar lagi,” info Naren melirik Rara. Rara berdiri di sebelah Naren. Ia menatap laki – laki itu dari atas ke bawah, seolah menilainya. ‘Ternyata dia lebih tinggi dibanding Jevan,’ batin Rara. “Ada apa, Non?” tanya Naren tanpa menoleh pada Rara. Rara mengedipkan matanya beberapa kali. Ia mengalihkan pandangannya ke depan. “Nanti mereka akan nanya apa?” tanya Rara mengalihkan pembicaraan. “Itu tergantung mereka. Saya meminta untuk membersihkan keadaan panti,” terang Naren. Beberapa saat kemudian, lima mobil datang. Naren dan Rara menatap mobil itu, mereka otomatis mundur karena mobil itu berhenti di depan keduanya. Seorang wanita dan seorang pria turun dari mobil paling depan. Keduanya mendekati Rara dan Naren. ‘Ngapain sekertaris Tuan Besar disini?’ batin Naren bingung. “Perkenalkan, saya Naziah, sekertaris Tuan Besar,” ucap wanita cantik itu mengulurkan tangann
Read more

Kecelakaan

Naren berjalan dengan cepat tanpa memedulikan Rara yang berusaha menyamakan langkah kakinya. Naren segera mendekati Satria. “Ada apa, Pak?” tanya Naren dengan napas terengah – engah. Satria melirik Rara yang menyusul langkah Naren. Langkah gadis cantik itu terhenti karena Naziah memberikan sebotol air mineral padanya. “Kamu tidak menunggu Nona Rara?” tanya Satria. Naziah dan Rara mendekati Satria dan Naren. Naren melirik Rara, kemudian menatap pria di depannya. “Anda menyuruh saya untuk datang kesini dengan cepat. Jadi, ada apa?” tanya Naren mengabaikan pertanyaan Satria sebelumnya. “Tadi hanya untuk mengetes kegesitan kamu, Naren,” sahut Naziah. “Siapa sangka, kamu malah mengabaikan keselamatan Nona Rara,” timpal Satria. Rara yang tak tahu apapun, memilih berusaha berpikir keras akan ucapan kedua orang dewasa itu. Ia rasa pengawalnya dalam posisi yang tidak menguntungkan. “Tapi, logikanya kalau disuruh cepat datang, orang gak bisa berpikir jernih. Biasanya akan langsung panik
Read more

Kondisi Keduanya

Jarvis mengangakat wajahnya begitu mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Laki – laki itu menemukan Sandra yang berdiri tepat di depannya. “Jev,” panggil Sandra lirih. “Naren bareng Rara pas kecelakaan?” Jarvis menatap Sandra sekilas, ia menepuk kursi di sebelahnya, mengkode Rara untuk duduk di sebelahnya. “Mereka mau ke suatu tempat,” duga Jevan. Gadis yang ceria itu mengacak rambutnya asal. “Kemana? Lo tahu?” tanya Sandra. “Gue udah suruh orang baut check. Gue rasa ada yang berniat nyelakai mereka,” ungkap Jevan. Sandra mengerutkan keningnya, ia menoleh pada temannya. Sandra tertawa kecil sebagai tanggapan. “Jangan bercanda, Jev. Mereka masih SMA, kenapa harus ada yang bikin mereka celaka?” tanya Sandra serius. “Mungkin, ada orang yang gak mau mereka ke tempat itu,” celetuk Jevan mengangkat bahunya “Mereka baru 17 tahun, Jev,” sentak Sandra. “Tapi, lo tahu kejamnya dunia bisnis,” kata Jevan. Sandra menyadar di kursi rumah sakit. Ia menghela napas panjang, gadis cantik
Read more

Menghabiskan Waktu Dengan Bu Unike

Hari ini, Rara merasa lebih baik. Gadis cantik itu cukup senang karena perkembangannya yang cukup pesat. Sayangnya, perkembangan Naren tidak ada perubahan. Lelaki itu masih tenggelam dalam dunia mimpi. Rara tidak ditemani siapapun di ruangan VVIP –nya karena Sandra dan Jevan bersekolah. Awalnya, Sandra menolak dan ingin menemaninya. Tetapi, Rara meyakinkan sang sahabat untuk mengutamakan sekolah dahulu. “Gabut banget gue,” monolog Rara. Rara menggeser pintu ruangan VVIP –nya. Ia akan mencari udara segar saja. Kakinya melangkah menuju taman di rumah sakit. Rara duduk di kursi taman. Ia menatap sekitarnya, para pasien yang ada di taman ditemani oleh keluarga. Rara memang tak mengabari kedua orang tuanya dan Bu Unike, ia tak mau membuat mereka khawatir. “Rara.” Rara menoleh pada sumber suara. Matanya membola melihat sosok wanita yang ia sayangi. “Bu Unike,” panggil Rara terharu. Wanita paruh baya itu mendekati Rara dan memeluknya erat. “Rara, kenapa kamu tidak mengabari Ibu?” tany
Read more

Ide Sandra

“Sandra,” gumam Rara pelan. “Maksudnya apa?” tanya Sandra menatap Rara dan Jevan. Sandra menatap wanita paruh baya itu, baru pertama kali dirinya bertemu dengan wanita itu. Keheningan menyelimuti ruangan VVIP itu. Baik Rara dan Jevan sama – sama bungkam dan tak berniat berbicara. Hingga, suara Bu Unike mengalihkan lamunan ketiganya. “Ini siapa? Ibu baru pertama kali bertemu denganmu,” ujar Bu Unike mendekati Sandra. “Halo, Bu. Nama saya Sandra, teman sekelas Rara dan Jevan,” sahut Sandra sopan. Bu Unike menuntun Sandra untuk duduk di sofa. Rara berdiri, ia berniat kembali duduk di kursi rodanya. Jevan yang cenderung peka menggeser kursi roda Rara. “Silakan duduk,” ucap Jevan. Rara mengangguk pada Jevan. Ia melihat Sandra tampak kebingungan duduk di samping Bu Unike. “Nak Sandra, cantik sekali,” puji Bu Unike pada Sandra. “Terima kasih, Bu,” balas Sandra. “Jadi, Ibu itu siapa?” Bu Unike menatap Rara, seolah meminta izinnya. Rara tampak kebingungan karena ia tak mau meminta wan
Read more

Keputusan Yang Ditunda

Rara membulatkan matanya mendengar usul Sandra. Terlintas di benaknya, wajah terkejut Pak Haris, Ayah Jevan. “Lo bercanda ya? Usul lo bikin orang yang datang pas makan malam kaget,” tutur Rara. Sandra meringis membayangkannya. Ia tersenyum manis pada Rara, “Tapi, gue pikir itu ide yang bagus. Ayolah, Ra,” bujuk Sandra memelas. “Gak bisa gitu dong, San. Ide lo beneran bisa bikin semuanya kacau,” tolak Rara. Sandra menghela napas, “Coba dulu aja.” Rara menyadari Sandra menatapnya dengan tatapan memohon. Gadis cantik itu tak tega melihatnya, hatinya sedikit terbuka untuk menerima ajakan Sandra. “Gue rasa-“ “Gue baru selesai,” ucap Jevan sembari masuk ke ruangan VVIP. Sandra dan Rara menatap Jevan. Lelaki itu menyadari ada aura yang berbeda saat berkontak mata dengan Rara. “Ada apa nih?” tanya Jevan seraya menggeser kursi agar leluasa mengobrol dengan kedua temannya. “Dia nih. Lo harus denger ide Sandra,” tunjuk Rara. Jevan menoleh pada Sandra dan menatapnya dengan tanya. “Gue
Read more

Berharap Menerima

Rara menatap langit – langit kamar VVIP tempatnya dirawat. Ia teringat ucapan Dokter Hans yang menjelaskan kemungkinan Naren akan bangun lebih cepat. Sayangnya, Naren mungkin akan butuh waktu untuk menyembuhkan tangannya yang mengalami patah tulang. Rara menghela napas panjang. Terbayang di benaknya, Naren yang memakai perban dan harus menjaganya karena tugasnya sebagai pengawal. “Gue takut lo harus berhenti jadi pengawal,” gumam Rara. “Masuk aja,” perintah Rara menyadari ketukan pintu dari luar ruangan. “Pasien Rara, perkenalkan saya perawat Sica. Saya diminta oleh Pak Jevan untuk menjaga Nona,” ucap Perawat Sica memperkenalkan diri. Rara buru – buru duduk, ia tersenyum ramah sebagai sapaan. “Halo, saya Rara,” sapanya. “Baiklah, Nona Rara. Saya harus memanggil Nona dengan panggilan apa?” tanya Perawat Sica. “Panggil saya, Rara saja. Tidak usah memakai Nona, Sus,” jawab Rara. “Baiklah, Rara. Anda bisa memanggil saya dengan menakan tombol bel di sebelah tempat tidur,” jelas Pera
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status