Home / Fiksi Remaja / Akhir Yang Bahagia / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Akhir Yang Bahagia: Chapter 41 - Chapter 50

115 Chapters

Masalah

“Ibu?” Rara menatap wanita yang turun dari mobil sedan. Jevan ikut menatap ke wanita itu dan Rara bergantian. Ia teringat perkataan sang ibu kalau Ibu Windia sempat mengalami keguguran. “Ra, lo se-“ “Rara, Jevan!” panggil Ibu Windia dengan senyumnya. Ibu Windia sampai di depan keduanya. “Kalian ngapain disini?” tanya Ibu Windia menatap toko kecil itu jijik. “Di tempat kumuh begini.” “Kita beli es krim,” jawab Rara pelan sembari menundukan kepalanya. Jevan menatap kedua orang itu dalam diam. “Ngapain beli di toko kecil begini?! Kamu tidak punya harga diri?!” bentak Ibu Windia emosi. Rara mengangkat wajahnya, ia tak memahami sang Ibu. “Maksud Ibu apa? Aku emang mau beli disini dan es krimnya cu-“ “Saya yang meminta Rara untuk menemani saya,” sela Jevan cepat. Rara menatap Jevan bingung, pasalnya yang meminta ditemani adalah dirinya. “Kamu mengajarkan anak saya untuk hidup miskin?” tanya Ibu Windia. “Ibu kenapa bertingkah begini? Aku hanya makan es krim. Kenapa Ibu sampai berlebi
last updateLast Updated : 2022-05-02
Read more

Kebohongan

Jevan menatap Ayah Haris yang membalas pertanyaannya dalam diam. Ayah Haris memilih menyesap tehnya yang sudah dingin. “Ayah…” Jevan menatap ayahnya sendu. “Apa Ayah tahu kalau Ibu punya pe-“ “Nak,” sela Ayah Haris. “Kamu bebas untuk menemui Ibumu. Ayah tidak akan membatasinya. Ayah hanya bingung, kenapa kamu tidak berbicara setiap berkunjung pada Ibumu.” Jevan menghela napas, “Aku takut, Ayah gak izinin aku,” jawabnya jujur. Ayah Haris menatap Jevan, “Ayah gak akan membatasi kamu, Nak. Kamu sudah paham harus bersikap bagaimana, itu sudah cukup.” “Apa Ayah pernah berkunjung ke Ibu untuk menanyakan keadaannya?” tanya Jevan penasaran. Ayah Haris tersenyum sendu, “Ayah sering datang kesana. Tetapi, tidak pernah disambut dengan baik.” Jevan menatap ayahnya. Dari mata tajam ayahnya, tampak terluka dan menyimpan kesedihan. Jevan jadi ingat saat dirinya pertama kali tahu kalau ibunya sakit. “Ayah, ayo datang sama aku ke rumah Ibu,” ajak Jevan semangat. Ayah Haris terkekeh pelan, “Kam
last updateLast Updated : 2022-05-04
Read more

Ajakan

Rara menyinggungkan senyumnya, “Aku rasa itu masih bisa diobati,” ucap Rara berusaha memberikan semangat. “Tante masih bisa dioperasi.” Gelengan dari Ibu Flora membuat semangat Rara turun. “Kemungkinannya berapa persen?” “Tidak banyak, Nak,” lirih Ibu Flora. “Jangan beritahu Jevan ya, Nak.” Rara terdiam beberapa saat. Ia tidak bisa berjanji pada wanita itu. Jevan juga pasti berharap untuk mengetahui penyakit Ibunya. “Tante mohon,” pinta Ibu Flora sembari meraih tangan Rara untuk ia genggam. Rara mengigit bibir bawahnya, ia kebingungan. “Aku…” “Kamu tidak mau Jevan terluka kan?” tanya Ibu Flora. Rara menggeleng. Ibu Flora menyahuti, “Kalau begitu, tolong jangan kasih tahu dia.” “Tapi dengan Tante gak jujur. Itu pun ngebuat Jevan terluka,” sanggah Rara. Ibu Flora tersenyum sendu, “Tidak apa. Setidaknya, dia akan membenci Tante setelah itu.” “Kenapa Tante berharap begitu?” tanya Rara sedih. “Biar dia lebih cepat melupakan Tante,” jawab Ibu Flora. “Jangan begini, Tan. Jevan aka
last updateLast Updated : 2022-05-06
Read more

Pertemuan Mereka

Rara dan Naren sudah sampai di Panti Asuhan Bahagia. Keduanya disambut oleh anak kecil yang sibuk bermain di halaman belakang. Rupanya, Bu Unike sedang berbelanja sehingga panti asuhan dipenuhi suara anak – anak. “Kak Nalen, ayo main sama aku,” ucap Darel menarik tangan Naren. Lelaki itu sedikit panik, ia menatap Rara meminta bantuannya. Rara menyinggungkan senyumnya, kemudian ia sedikit mendorong Naren untuk menjauh darinya. “Lo temenin Darel ya. Gue mau ke dapur.” Rara berlalu meninggalkan Naren yang hanya tersenyum canggung pada Darel. Lelaki itu ikut duduk di samping Darel. “Kak Nalen, kenapa kalau kesini suka pake jas?” tanya Darel penasaran sembari memberikan pensil warna. “Um…soalnya itu pekerjaan saya,” sahut Naren. Darel menatap Naren sebentar kemudian ia mulai melanjutkan kegiatan mewarnainya. “Kak Nalen, kaya olang mau nikah aja,” komentar Darel dengan suara cadelnya. Naren nyaris saja tersedak ludahnya sendiri. Ia menatap Naren kemudian tersenyum canggung, “Belum wa
last updateLast Updated : 2022-05-08
Read more

Menutup Diri

Pertanyaan Rara membuat Bu Unike dan Ayah Zarhan terdiam. Naren memperhatikan satu – satu ekspresi Bu Unike dan atasannya. Terlihat jelas, keduanya sedikit mundur dari posisinya, menciptakan jarak. Ayah Zarhan terkekeh, “Kenapa kamu bertanya begitu Nak?” “Bu Unike kelihatan kesal sama Ayah. Ayah ada salah apa ke Ibu?” tanya Rara sembari menunjuk Bu Unike. “Ibu gak kesal, Nak. Hanya saja, bukankah lebih baik kalau Ayahmu menjawab pertanyaan kamu. Mumpung kita lagi bertemu,” tutur Bu Unike tersenyum. Rara terdiam beberapa saat, ia menatap Ayah Zarhan dengan tatapan berharap. Rara tampak menunggu jawaban sang Ayah. Sayangnya, Ayah Zarhan mengkode Naren untuk membantunya. Naren yang ditatap oleh atasannya menggaruk tengkuknya. Ia hanya menampilkan senyumnya pada atasannya. Ayah Zarhan menatap tajam Naren karena tak memahami kodenya. “Ayah, kok malah lihat Naren,” Rara melambaikan tangannya di depan wajah Ayahnya. Rara menatap Naren kesal, “Lo ada urusan apa sama Ayah?” Naren memasan
last updateLast Updated : 2022-05-10
Read more

Aneh

“Nona kenapa panik begitu?” Naren sedikit bingung dengan Rara. “Gimana gak panik, kita lagi bahas bokap gue,” jawab Rara tampak berniat tidak menjawab panggilan telepon. “Jawab saja, Non,” saran Naren melihat layar ponsel Rara yang masih menyala. “Gak deh,” tolak Rara menyimpan ponselnya di atas meja. Ia menatap layar ponselnya hingga tidak ada panggilan lagi. Naren menggelengkan kepala melihat tingkah Rara. Ia memilih kembali mengetik laporan. Rara segera mengambil ponselnya begitu melihat ada notifikasi pesan dari Ayahnya. Ia membulatkan matanya saat membaca isi pesan. “Bokap gue ngajak ketemu akhir pekan nanti buat jelasin semuanya,” ucap Rara sembari menunjukkan layar ponselnya pada Naren. “Syukurlah. Setidaknya Nona menemukan titik terang,” tanggap Naren tenang. Rara mengangguk, “Gue gak sabar mau cerita ke Jevan besok!” “Oh iya, tentang Jevan…” Rara menutup mulutnya. “Gak jadi deh, lupain aja.” Gadis itu kemudian berdiri dan meninggalkan Naren. Naren mengangkat alisnya
last updateLast Updated : 2022-05-12
Read more

Kehilangan

Jevan berlari ke ruang ICU dengan napas tak beraturan. Ia mendekati Ayah Haris yang duduk termenung di kursi. “Ayah!” panggil Jevan. “Nak,” Ayah Haris berdiri dan memeluk putranya erat. “Gimana keadaan Mamah. Yah?” tanya Jevan khawatir. Ayah Haris menggeleng sebagai jawaban. Jevan mengerutkan dahinya menatap wajah sedih sang Ayah. “Ibumu tidak bisa di selamatkan,” ucap Ayah Haris menatap putranya sendu. Jarvis menggeleng ragu, “Gak mungkin! Ayah pasti bohong!” bentak Jevan kesal. “Kamu bisa masuk ke dalam,” ucap Ayah Haris lirih. Jevan menggigit bibir bawahnya, ia menatap Ayahnya berharap, “Tolong Tarik ucapan Ayah tentang Mamah,” pintanya. “Nak, kalau kamu tidak percaya…” ucap Ayah Haris berusaha tersenyum untuk menenangkan putranya, “masuklah ke dalam.” Jevan mengusap air matanya yang terjatuh dengan kasar. Ia melangkahkan kakinya ke ruang ICU. Makin mendekat ke ruang ICU, langkahnya makin berat. Jevan membulatkan matanya melihat kondisi Ibunya. Tubuhnya kaku, dingin, dan
last updateLast Updated : 2022-05-14
Read more

Berdebat

“Ibu ngapain disini?” tanya Rara was – was. Ibu Windia menyadari ekspresi was – was sang anak, “Ibu mau menginap disini.” Rara terdiam beberapa menit, ia harus berpikir matang – matang, “Hanya menginap saja?” Ibu Windia menggeleng, “Ibu mau bercerita tentang masa lalu padamu. Supaya kamu tahu apa yang terjadi sebenarnya.” Naren yang mendengar perkataan Ibu Windia melirik ekspresi Rara. “Ini sudah malam dan aku udah mau tidur,” alasan Rara. “Besok pagi kita bisa mengobrol kan, Nak? Tolong, kasih Ibu kesempatan untuk menjelaskan,” pinta Ibu Windia dengan tatapan memohon. Rara menghela napas, “Baiklah. Ibu hari ini tidur di kamar tamu aja ya, tidak apa Bu?” “Tidak apa, terima kasih ya Rara,” ucap Ibu Windia. Ibu Windia melewati Rara dan Naren sembari mengkode pada sopir untuk mengikuti langkahnya. “Apa perlu saya menemani Nona untuk diam disini?” tanya Naren. Rara tersenyum, “Gak usah, Ren. Gue bisa sendiri kok,” tolak Rara. Naren mengangguk, “Baik. Saya pulang ya, Non,” pamit
last updateLast Updated : 2022-05-17
Read more

Waktu

Ayah Zarhan meneguk kopinya. Ia menatap datar Naren yang berdiri di depannya dengan tegap. “Kenapa kamu baru mengabari tadi pagi?” tanya Ayah Zarhan sembari meletakan cangkir di meja. Pria itu tak paham dengan pikiran Naren yang mengabarinya pagi tadi mengenai sang istri yang menginap di rumah Rara. “Saya minta maaf, Tuan,” ucap Naren menuduk. “Saya tidak butuh itu,” tanggap Ayah Zarhan dingin. “Kenapa kamu membiarkan wanita itu menginap di Rara? Bukankah kamu pengawalnya?” “Saya minta maaf, Tuan,” Naren lagi – lagi mengulang ucapannya. Ayah Zarhan menatap Naren tajam, “Itu tidak menjawab pertanyaan saya.” “Saya min-“ Prang! Naren terdiam dan menahan napas, saat cangkir tiba – tiba saja terbang, nyaris saja mengenai wajahnya. “Jelaskan yang benar. Kalau kamu tidak mau saya pecat,” ucap Ayah Zarham dingin. Naren menatap atasannya kemudian mengangguk, “Saya sengaja tidak memberitahu anda, Tuan. Karena saya pikir Nona Rara butuh waktu berdua.” “Mereka tidak perlu seperti itu. Sa
last updateLast Updated : 2022-05-19
Read more

Memaksa

Rara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menatap Naren dengan wajah khawatir, “Kenapa? Lo ada masalah di rumah?” Naren menjawab dengan gelengan. Keduanya sudah sampai di depan rumah Naren. Kalau Rara lihat, rumah Naren termasuk rumah yang mewah dibandingkan dengan rumahnya yang lama. “Orang tua saya sudah meninggal saat saya SMP,” tutur Naren. “Jadi lo tinggal sendiri?” tanya Rara. Naren mengangguk, “Kemudian Tuan Besar mengajak saya untuk bekerja dengannya. Jadilah saya disini untuk menjaga Nona.” Rara menatap Naren yang bercerita tanpa beban. Seolah, ia sudah melepaskan semua hal yang terjadi dengan hidupnya. Naren menatap rumahnya yang tanpa penerangan. Naren tak berniat menawarkan Rara untuk masuk ke rumahnya. “Pizzanya entar lagi sampai. Ayo balik ke rumah,” ajak Rara sembari melangkahkan kakinya ke rumahnya. Naren mengangguk, “Non, alasan saya menolak karena saya khawatir ada orang yang memfoto dan menyebarkan fitnah. Itu bisa merusak reputasi Tuan Besar,” ungkap Naren
last updateLast Updated : 2022-05-23
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status