Setelah menerima perintah dari Wakaru lekas-lekas Katan melakukan pergerakan. Perlahan, langkah kakinya terhitung satu demi satu. Kedua matanya begitu awas memperhatikan setiap gerakan yang mencurigakan. Seolah hendak menjerat hewan buruan. Jika tak ingin sasaran kabur karena suara berlebih, ia harus melakukan pergerakan setenang mungkin. Lembut. Pelan. Menyaru dengan suara alam. Baru beberapa langkah dari tempatnya semula, di ujung penglihatan, dari balik batang pohon, Katan menangkap sekelebat pergerakan. Sigap, senjata andalannya segera dipersiapkan, tergenggam erat menggunakan kedua tangan. Hati-hati, ia pun berjalan menuju ke salah satu pohon besar berdaun rindang. Dengan penuh kewaspadaan, Katan mengendap-ngendap, mendekat. Setelah jaraknya hanya tinggal terpaut satu langkah, dengan lincah ia melompat sambil mengayunkan pedangnya ke balik batang pohon. Celingak-celinguk, kedua bola mata Katan langsung memindai keberadaan seseorang. Kosong. Ternyata tak ada siap
Baca selengkapnya