Home / Romansa / Nafsu Gelap Sang Majikan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Nafsu Gelap Sang Majikan: Chapter 31 - Chapter 40

317 Chapters

Chapter 31

"Kau darimana saja?" tanya Martin saat seorang wanita membuka pintu kamarnya, Martin terlihat menampakkan wajah datarnya dan rasa sedikit kesalnya. Namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab oleh Sarah.Sarah hanya berjalan mencari pakaian tidur di dalam lemarinya tanpa menjawab pertanyaan Martin."Kau tahu, anak-anak menanyakan kamu saat makan malam," ucap Martin lagi namun diabaikan oleh Sarah. Melihat Sarah yang tak bereaksi apa-apa membuat Martin terlihat kesal."Sarah!"Martin mulai berteriak dan membangunkan badannya dari tempat, dia kini berdiri melotot pada Sarah. Wajah merahnya mampu membuat Sarah melawan tatapan yang sama tajamnya pada Martin."Aku dari tadi bicara padamu, jangan lakukan itu lagi, jangan pergi saat aku tidak tahu jawaban apa yang aku harus berikan pada anak-anak!" ujar Martin, matanya nanar memandang Sarah."Aku tidak akan melakukan itu lagi, sekarang tenanglah, aku akan tidur di kamar tamu, kau bisa berada di
Read more

Chapter 32

"Raisi?"Mata Martin terlihat heran melihat keberadaan Raisi."Apa yang Papa udah lakukan sama Mama?" tanya Raisi dengan lantang pada ayahnya."Apa yang bisa Papa lakukan sama Sarah?" tanya Martin balik."Mama bermalam di kamar tamu, sedang Papa bertanya apa yang Papa bisa lakukan pada Mama?"Martin mulai merasa kesal dengan apa yang dilakukan Raisi, dia mulai berdiri dan berjalan ke hadapan Raisi, dengan tatapan yang tajam.Raisi yang berdiri di hadapan sang ayah juga menatap Martin dengan sangat tajamnya."Berani sekali kau masuk ke dalam kamarku dan berniat untuk menantang ku, dan apa ini? Apa maksud dari tatapan ini?" tanya Martin dengan menatap Raisi dengan sangat tajamnya."Pa, sudah sangat lama kami diam karena Papa yang selalu berlaku keras pada kami, sekarang aku tidak mau melihat Mamaku dengan wajah bersedih lagi, Papa sudah menyakiti hatinya berkali-kali!" ujar Raisi dengan melotot pada sang ayah. Martin sendiri mula
Read more

Chapter 33

Mata Martin dan Raisi menghadap ke arah Sarah. Tangan yang menggenggam kerah baju Raisi kini terlepas."Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian seperti ini? Suara kalian bahkan terdengar hingga ke bawah, Randy, Andira dan Nadira juga terbangun, ada apa dengan kalian?" ujar Sarah, matanya menatap heran kedua orang yang paling penting dalam hidupnya.Martin menghela nafas dan mencoba mengatur nafasnya. Dia memundurkan dirinya dan agak berjarak dengan Raisi."Bawa putramu ini keluar dari kamarku," ucap Martin dan mempersilahkan Raisi keluar dari kamarnya.Raisi yang saat itu juga sangat marah pada Martin menatap Martin dengan tatapan yang penuh dengan kebencian."Ayo Raisi, kita keluar," kata Sarah, dia menarik pelan tangan Raisi dan membawa anaknya keluar dari kamar Martin.Sarah menggandeng putranya, terlihat Nadira, Andira, dan Randy berada di ruang utama, mereka melihat Raisi yang saat itu pipinya memerah bekas tamparan Martin.Mata A
Read more

Chapter 34

Mata Martin fokus menatap keluar jendela, dia memandang langit yang sama, gedung pencakar langit yang sama, dan suasana yang sama. Sampai seseorang mengetuk pintu ruangannya.Tok tok tok"Masuk," jawab Martin saat mendengar ketukan dari luar."Kak Martin," katanya saat dia sudah berada di dalam. Seketika Martin membalikkan badannya, dan melihat sang adik tercinta datang mengunjunginya."Hatice, kau datang?""Hai Kak," ucap Hatice dan berjalan memeluk sang kakak."Ada apa?" tanya Martin sembari melepas pelukan Hatice."Baiklah, duduklah dulu," ucap Martin dan duduk di sofa dekat jendela.Mereka berdua duduk berdampingan, raut wajah Hatice seperti tidak dalam kondisi hati yang baik-baik saja."Cepat katakan, ada apa?" tanya Martin lagi."Kemarin Sarah datang, dia mengatakan bahwa kau sama sekali tidak peduli lagi padanya, dia terlihat sedih Kak, melihatnya aku juga merasa sedih," ujar Hatice."Kau datang untu
Read more

Chapter 35

Martin terlihat sedang mencari kamera di toko elektronik miliknya, dia melihat kamera yang mampu menarik perhatiannya. Saat Martin memandang kamera itu, tiba-tiba seseorang berbicara di belakangnya."Tuan, apa yang bisa saya bantu," ucap seorang wanita yang ada di belakang Martin.Mendengar itu Martin langsung membalikkan tubuhnya. Melihat wajah Martin, wanita tersebut langsung saja terkejut, tentu saja, pria yang dia tanyai adalah pemilik toko itu sendiri."Tuan Martin Dailuna, maaf saya tidak mengenali Anda," ucap Wanita itu sambil tersenyum pucat setelah memandang Martin."Oh tidak apa-apa, berikan saya kamera ini ok," ucap Martin dia menampakkan senyumnya pada wanita itu."Baik Tuan, segara saya siapkan," balas wanita itu.Setelah mendapatkan kameranya, Martin langsung pulang ke rumahnya, dia berencana akan memberikan kamera untuk Andira berlomba, terlihat senyum mekar di wajah Martin. Namun tetap saja ucapan Hatice dan keberanian Raisi
Read more

Chapter 36

Ibrahim tersenyum sendiri saat mengingat Hatice di kantor Martin. Kini dia akan lebih memilih untuk berkerja di kantor Martin daripada menjadi asisten dosen.Ibrahim menghentikan mobilnya saat sampai di depan rumah sederhana miliknya, dia masuk ke dalam rumahnya dan menemui seorang wanita setengah baya sedang menidurkan balita di atas tempat tidur kecil."Ibrahim, kau sudah pulang," sambut wanita itu, dia terlihat duduk di kursi ruang tamu."Iya Bi, bagaimana Cihan, aku takut kalau Cihan akan merepotkan Bibi," ucap Ibrahim saat dia duduk di samping wanita yang dipanggil Bibi itu."Bagaimana mungkin Cihan merepotkan ku, karena kau sudah pulang, Bibi juga ingin pulang ok," ucap wanita itu dan pergi meninggalkan Ibrahim.Ibrahim berjalan masuk ke dalam kamar Cihan dan memandang putranya yang berwajah masih polos dan masih berusia 3 tahun itu harus ditinggal pergi oleh ibunya, pernikahan tanpa cinta membuat mantan istri Ibrahim yang bernama Riana tak i
Read more

Chapter 37

---------------------------------------------------------------------Jika cinta memang buta, maka dia tidak akan melihat status, usia, bahkan resiko dalam mencintai, karena yang ia lihat hanya cinta itu sendiri.---------------------------------------------------------------------Andira menaruh kameranya tepat dihadapannya dan mulai menyalakan kamera itu, dia terlihat fokus memainkan biolanya dengan sangat indahnya alunan biola itu bermain menghiasi suasana taman belakang saat itu.Tak ada seorangpun di sana. Yang ada hanya dirinya, dan kupu-kupu yang bermain mengelilingi bunga-bunga. Pak Rustam pun sudah pulang karena tugasnya sudah selesai. Mata Andira tertutup dana merasakan hembusan angin menyentuh kulitnya. Setelah selesai memainkan biolanya dan musiknya sudah selesai, dia kemudian mengambil kameranya dan melihat berulang-ulang video itu. Andira membawa kamera dan biolanya masuk ke dalam kamarnya dan memikirkan apakah rekaman videonya bisa meloloskanny
Read more

Chapter 38

Andira terlihat berbicara dengan Pak Mamat, dia meminta Pak Mamat agar mengantarnya ke tempat pengumpulan kaset lombanya."Baiklah, Bapak mau menyiapkan mobil dulu ya Neng," ucap Pak Mamat. Andira membalas dengan senyum di bibirnya.Martin Dailuna yang sudah baru saja pulang dari kantornya melihat Andira berdiri sendirian di dekat gerbang rumah.Martin kemudian menghentikan mobilnya dan mengeluarkan kepalanya keluar jendela. Dia memandang ke arah Andira yang kini juga memandangnya."Apa yang kau lakukan?" tanya Martin, dia menaikkan kedua alisnya."Aku akan mengumpulkan kaset lombaku, aku meminta Pak Mamat untuk mengantarku," jawab Andira.Martin yang mendengar itu merasa kesal, dia lalu berkata, "Apa kau tidak mengerti apa yang pernah aku katakan, bahwa kemanapun kau pergi aku yang akan mengantarmu," ucap Martin tegas. Terlihat mobil lain juga akan keluar namun ditahan oleh Martin."Katakan pada Pak Mamat, bahwa aku yang akan mengant
Read more

Chapter 39

Wajah Martin seperti kesal dengan apa yang dikatakan Pak San saat mereka sedang di rumah makan, Andira yang menyadari itu bertanya pada Martin."Ada apa? Kau tidak terlihat baik-baik saja," ucap Andira, yang sekali lagi membuat Martin merasa terkejut. Matanya membulat, karena untuk pertama kalinya Andira memanggilnya dengan sebutan kau tanpa ada kata tuan atau anda. Hal itu membuat Martin tidak fokus dengan jalan raya."Kau? Kau memanggilku dengan sebutan Kau?" ucap Martin, raut wajahnya sedikit bingung dan mungkin semakin kesal."Iya, kenapa kalau aku panggil dengan sebutan itu?" balas Andira, membuat Martin tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan.Mobil yang dikendarai Martin terhenti dan membuat Andira menelan ludah, sekali lagi dia membuat Martin Dailuna marah."Sekali lagi kau tidak sopan padaku, aku akan mencium kamu," ucapnya sambil memandang ke arah Andira, dimana Andira juga membulatkan matanya menghadap Martin.Puas memand
Read more

Chapter 40

Pria dengan tinggi badan yang ideal, gaya rambut biasa, bibir tipis, dengan hidung yang cukup mancung, mata yang cukup menarik, dan gigi yang rata.Dia Raisi, kini berdiri di hadapan sang ayah. Martin memandang Raisi yang juga memandangnya. Tatapan yang masih dalam keadaan marah dan rasa tidak suka pada sang ayah membuat Martin langsung saja membuka pembicaraan.Martin berdiri dan berjalan tepat di hadapan Raisi, Martin memandang Raisi yang kini tidak memandangnya. Martin menaruh tangannya di leher bagian belakang Raisi dan membuat Raisi menatapnya dengan tatapan yang sama yang diberikan Martin kepada Raisi.Mata yang memiliki bentuk yang sama itu saling memandang, hanya saja mata Martin dibingkai kacamata."Apa maksud dari kata, 'tidak peduli siapa saingannya, tidak peduli apa resikonya, cinta tetaplah cinta, bukan hanya sekedar kata,' apa maksudnya?" ucap Martin, matanya masih memandang mata anak sulungnya itu. Mereka tak terlihat seperti ayah dan anak
Read more
PREV
123456
...
32
DMCA.com Protection Status