Home / Romansa / Suami di Atas Kertas / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Suami di Atas Kertas: Chapter 61 - Chapter 70

80 Chapters

Bab 61

Awalnya, Bagus tidak tertarik, hati dan pikiran tidak sinkron. Hati mengatakan untuk tidak mendengarkan satu kata pun yang keluar dari mulut Asep karena apa yang dia sampaikan, itu tidak pernah beres. Pikiran berkata sebaliknya. Mengingat kalau Asep adalah lelaki yang mudah sekali mendapatkan uang banyak dalam waktu cepat, membuat Bagus begitu penasaran. Di saat genting begini, dia akan melakukan apa pun. Alhasil, langkahnya pun berhenti. Sebuah kode kalau Bagus mau mendengar saran dari tetangganya itu. Asep tersenyum, penuh kemenangan. Tahu kalau Bagus sepertinya ingin mengetahui saran darinya itu. "Jangan jauh-jauh, sini! Mendekatlah. Ini hanya pembicaraan kita berdua," ucap Asep. Mempermainkan Bagus. Demi sang ayah yang sedang bertaruh nyawa, Bagus sampai patuh. Berbalik badan kembali dan menghadap ke Asep, seperti awal tadi. Keduanya saling bertatapan penuh arti. "Katakan sek
Read more

Bab 62

Jono sampai dibuat terperangah melihat wajah cantik yang terpotret lewat sebuah gambar itu. Jono terpesona dengan parasnya yang indah. Mata yang bulat jernih, alis tebal, bulu mata yang lentik, hidung yang agak mancung. Wajah tirus, rambut hitam panjang, leher jenjang. Meski dalam foto tersebut, kulit perempuannya tidak putih cerah. Biasa saja. Namun, tak mengurangi kadar kecantikannya. "Siapa dia? Aku sangat menyukainya?" tanya Jono. "Dia adalah adik dari orang yang akan datang menemui kamu," jawab Asep. "Tunggu, terus apa maksudnya mereka dengan rencana kamu itu?" tanya Jono. Pertanyaan dari Jono tercetus karena penasaran. Ditatapnya wajah Asep yang sejak tadi terus menyunggingkan senyum. Jono ingin tahu apa rencana dia dan ada kaitan apa dengan sosok gadis yang ada dalam ponsel Asep. Jujur saja, Jono sudah memiliki ketertarikan dengan gadis tersebut, meski hanya melihat dari foto. 
Read more

Bab 63

Jono mengangguk. Pantas saja dia memilih jalan lewat rentenir. "Aku turut prihatin dengan kondisi ayah kamu. Semoga beliau cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali seperti biasa," tutur Jono lembut. Bagus tersentak. Tersentuh hatinya mendengar nada bicara Jono yang sopan, baik, dan bersikap ramah. Tidak seperti orang-orang kebanyakan. Bagus merasa senang dengan sosok rentenir yang Bagus tidak tahu namanya. "Terima kasih, emmm, anu …." Ucapan Bagus menggantung, dia tidak tahu harus memanggil apa. "Jono, panggil saja aku Jono. Nggak usah ada embel-embel lain, seperti abang atau apalah. Supaya kamu tidak perlu kaku," ujar Jono yang paham akan kebingungan lawan bicaranya. "Baik, Jono. Namaku Bagus," balas Bagus. Dia menjulurkan tangan kanan yang disambut dengan uluran tangan dari Jono. "Senang bertemu denganmu, Bagus. Baiklah, aku akan membantumu, sebentar! Aku akan mengambi
Read more

Bab 64

Ya. Dia bisa menyimpulkan. Yang memberitahu tentang rumah rentenir itu adalah Asep. Asep yang sangat terobsesi kepada Tyas. Asep yang tampak membenci Bagus. Bisa saja semua ini sudah direncanakan oleh Asep dan Jono untuk membuat Bagus terjebak. Tentu saja Bagus heran, darimana Jono mengetahui sosok Tyas, padahal Bagus baru bertemu Jono hari ini. Soal Tyas, bagaimana bisa dia berkenalan dengan sosok Jono. Apa mungkin sudah saling kenal? Namun, firasat Bagus lebih kuat menjurus kalau ada campur tangan Asep. "Manusia nggak ada akhlak!" geram Bagus. Kedua tangannya kembali mengepal. Rasanya ingin meluapkan emosi, tetapi itu akan menghabiskan tenaganya secara percuma. Bagus ingin membuat perhitungan kepada tetangganya itu, tetapi Bagus malas sekali ribut-ribut seperti itu. Alhasil, Bagus telan bulat-bulat saja semua kejadian hari ini.Menjadi pelajaran untuknya, jangan pernah lagi mendengar apa pun yang dikatakan oleh
Read more

Bab 65

Ngidam yang dialami oleh Hanna, tak membuat dia mual dan muntah setelah meminum cokelat panas. Namun, baginya tidak cukup hanya itu saja. Perutnya masih berbunyi akibat sudah beberapa hari tidak makan, memilih menghindari sebisanya. Rasanya sangat sakit saat muntah dan perut berkontraksi hebat. Belum lagi dumelan Hanna yang bisa panjang, menyalahkan sang anak yang justru tidak memiliki salah apa pun. "Apa aku harus ke rumah sakit saja, ya?" Hanna bertanya kepada dirinya sendiri. "Enggak perlulah. Biarkan saja. Anak ini nggak perlu diberi obat penguat kandungan, vitamin, atau minum susu, obat hamil. Aku tidak mau dia tumbuh sehat, aku tidak mau merawat dan membesarkannya." Dia yang menjawab pertanyaannya sendiri. Bagai tidak ada hati, dia berani melakukan hal seperti itu, bahkan sebelum anak tersebut lahir. Tekanan mental, hancur sudah hati dan dunianya, saat ada anak yang dia kandung hasil hubungan dengan sang mantan. Se
Read more

Bab 66

"Basement!" Satu kata itu langsung tercetus. Segera dia berlari menuju basement. Ketika dia baru saja di ambang pintu masuk basement, sebuah mobil baru saja melintas. Matanya menatap awas pada BK-nya. Membaca nomor plat itu, dia sudah tidak merasa asing lagi. "Nggak salah lagi, itu pasti dia!" Lelaki tersebut langsung berlari ke arah mobilnya dan memasukinya dengan cepat. Melajukan kendaraan beroda empat itu dengan kecepatan tinggi, menyusul mobil itu agar tak kehilangan jejak. Hanna lambat menyadari kalau dia sejak tadi tengah diikuti. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang saja. Pandangannya lurus ke depan, tetapi ketika melihatnya dari spion, dia merasa ada yang janggal. Sebuah mobil berwarna putih tampak selalu ingin mepet dengannya. Tingkat kewaspadaan Hanna lekas meningkat. Dia menaikkan kecepatan mobilnya untuk menghindari. Sekarang dia b
Read more

Bab 67

Hanna sedang menantang maut, berlari di jalanan yang mana banyak kendaraan berlalu lalang. Nyaris saja dia tertabrak ketika berlari tidak melihat kanan dan kiri. Makian dari sang pengendara, Hanna abaikan. Dia hanya harus berhati-hati lagi, matanya tetap awas. "Berarti sejak dari supermarket, Robby sudah memerhatikan aku dan mengikuti." Hanna membatin kembali. "Hanna kau tidak akan bisa lepas dariku!" Hanna masih mendengar teriakan Robby dari belakang. Menoleh, ternyata sang mantan masih tak lelah mengejarnya. Hanna capek. Entah apa maksudnya Robby masih mengusik kehidupannya saat ini. Hanna sudah muak dan tidak mau lagi melihat wajah lelaki jahanam itu. Ketika Hanna berlari, tak lihat-lihat ke depan. Sampai dia menubruk seseorang. Kebetulan sekali orang tersebut juga berjalan sambil menunduk. "Aduh." Mereka sama-sama mengaduh. Hanna mengusap kepalanya yang s
Read more

Bab 68

Bagus meletakkan gelas tersebut ke atas meja. Sejak tadi Hanna merasa sangat senang dengan sikap Bagus yang begitu baik dan hangat. Hanna merasa terlindungi, merasa begitu nyaman dan hangat dekat dengan Bagus. "Terima kasih, Bagus," ucap Hanna. Meski egonya setinggi Burj Khalifa, dia merasa bersalah tidak mengucapkan terima kasih atas sikap baik Bagus. "Sama-sama. Bagaimana kondisi kamu?" tanya Bagus. Mendudukkan dirinya di sofa. "Tidak baik," jawab Hanna lirih. "Apakah kamu mau ke rumah sakit?" tanya Bagus. Hanna menggeleng sebagai jawaban. "Ya sudah kalau begitu. Kamu banyak istirahat saja, ya. Aku sarankan kamu banyak di rumah saja. Jika kamu keluar rumah, kamu harus didampingi oleh beberapa orang yang kuat agar bisa melindungi kamu. Kalau kamu di rumah, kunci semua pintu dan jendela. Supaya lelaki tadi tidak mengusik kamu kembali. Itu saja saran dari aku.
Read more

Bab 69

Hanna memerhatikan kakak-beradik itu. Hanna merasa ikut hanyut dalam kesedihan. Tampak terharu dengan sikap penyayang Bagus kepada adiknya. Dia memang tidak terlalu mengenal Tyas, adik dari Bagus. Hanya pertama kali bertemu, waktu dia berada di rumah Bagus. Kasus penculikan saat itu. Tyas yang terlihat jutek di mata Hanna, galak, ketus, blakblakan, sekarang tampak sisi sebaliknya. Begitu rapuh, terpuruk. Tak ubahnya seperti Hanna yang bersikap dingin, galak, sombong, merasa bisa melakukan apa pun dengan uangnya, tetapi memiliki sisi sebaliknya. Hancur, mentalnya rusak. Kita tidak bisa melihat sesuatu dari luarnya saja. Ada banyak hal lain yang disembunyikan. Apa yang tampak, justru di belakang, sungguh berbeda. "Ayah harus segera dioperasi, Kak. Tapi dananya belum ada. Ayah tadi sempat drop parah, aku sudah memohon kepada mereka untuk menyelamatkan ayah terlebih dulu. Tapi mereka tetap tidak mau karena belum mel
Read more

Bab 70

"Bu, pesan nasi biasa satu pakai telur, ya," ucap Bagus kepada sang penjual. "Loh, kok, cuma satu? Memangnya kamu nggak beli?" tanya Hanna. "Tidak, biar untuk adikku saja. Aku sudah kenyang," jawab Bagus. "Bohong. Mana mungkin kamu kenyang. Aku tahu kamu juga lapar. Kamu itu suka menyembunyikan kesedihan kamu sendiri demi bisa membahagiakan orang lain. Aku tahu itu bukti kepedulian kamu, tapi kamu harusnya peduli juga diri kamu sendiri. Jika kamu sampai sakit dan terus mati, siapa yang akan menjaga adik kamu dan ayah kamu, hah?" Bagus tersentak mendengar ocehan dari Hanna. Meski menyakitkan, tetapi apa yang dikatakan Hanna adalah kebenaran. Bagus sering lupa dan mengorbankan diri sendiri demi orang lain. "Kalau kamu memang tidak punya uang, bilang saja. Nanti aku kasih uang, kamu beli dua atau tiga, berapa pun yang kamu mau," ucap Hanna. Mengerti jika Bagus pasti tidak memiliki u
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status