“Dia akan baik-baik saja, Ariuz.”“Benar kata Guinuz, anak ini akan menjadi kuat dengan cakar-cakar itu.”Suara beberapa orang bercakap bagai sekawanan burung berbisik berhasil membuatku membuka mata. Saat mataku mulai terbuka, semua mata seperti memburuku, dan kamarku yang biasanya sepi telah diramaikan Ayah, Lensana Merah, Lensana Hijau dan putrinya, Alora. Aku menjadi pusat perhatian kali ini, raut wajah mereka seperti telah mendamba kabarku.Alora yang duduk di sebuah kursi di samping ranjangku menjadi orang yang pertama menyapaku, “Bagaimana keadaanmu?” Wajah gadis itu terlihat cemas, jemarinya seperti mengunci di sela-sela jemariku.“Aku merasa baik-baik saja.”Kemudian ayah yang duduk di kursi sebelah Alora berkata, “Apa kau tidak merasakan sakit?”“Sama sekali tidak, Ayah.” Wajah ayah seharusnya tetap lega, namun sayangnya wajah lelaki beruban itu terlihat berlipat. Aku tahu ia masih menghawatirkanku. Dan hal itu cukup membuatku senang karena telah diperhatikan olehnya, meskip
Baca selengkapnya