All Chapters of Aku Bukan Perempuan Mainanmu: Chapter 141 - Chapter 150
326 Chapters
142. Surel dari Alfonso
Cc : Baca dulu.Sha, gue nggak tahu kenapa Lo blokir nomer gue. Udah gue pikir apa salah gue tapi  nggak bisa nemuin. Sekarang gue pengen cerita satu moment yang mungkin aja bisa bikin Lo berubah pikiran ke gue.Kian mencintai Elea.Mungkin Lo udah tahu itu lama. But, I want to emphasize it one more time. With the hope that you will not go wrong to trust Kian or me.Kian dan Elea sudah lama menjalin hubungan tanpa status. Mereka dekat tapi enggak punya ikatan sebagai seorang kekasih. Kian never say love her but his act show it.
Read more
Memperbaiki hubungan yang runyam
-Ini bukan tentang siapa yang melupakan dan siapa yang merelakan tapi ini tentang siapa yang lebih dulu meninggalkan dan melepaskan.- Sudah tiga hari berlalu tetapi Kian tidak juga menghubungiku. Bahkan sekedar ucapan maaf karena perlakuan kasarnya pun tidak ada. Dia benar benar pria kurang ajar yang pernah kutemui. Juga, apakah dia tidak memiliki seorang ibu yang perlu dihormati dengan kata-kata yang lembut? Atau memang dia anak kurang ajar yang sering membentak ibunya? Entahlah, yang jelas, walau aku melakukan kesalahan tapi Kian seharusnya tidak seperti itu padaku. Karena aku juga punya hati. Saat aku bisa lolos dari rumahnya malam itu, telfonku terus berdering namun aku abaikan. Aku pikir itu dari Kian yang mau meminta maaf tapi ternyata aku salah. Melainkan telfon dari mama dan ayah tiriku. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk menghubungiku karena kesibukanku yang membuat jarang pulang kampung. Sekalian mereka mengabarkan bahwa usaha konveksi ayah tiriku berkembang sesuai h
Read more
Menolak sambutan baiknya
-Bukan menyukai, tapi membutuhkan. Ada orang-orang yang memilih kesibukan untuk melupakan kesedihannya.- Aku tidak menyangka jika Alfonso benar-benar datang menjemputku menggunakan skuter. Dia berucap jujur jika mulai mencicipi kesederhanaan ini karena berteman denganku. Aku sempat tertawa tidak percaya tapi ia kembali meyakinkan jika kehadiranku memberi warna baru dalam hidupnya yang terbiasa glamour. Lalu akhirnya ia membawaku makan malam di sebuah tempat makan favorit kami berdua. "Kalian putus?""Al, please kita nggak jadian. Just friend. Jangan ungkit Kian lagi. Malam ini gue cuma pengen denger banyolan Lo yang receh receh itu." Alfonso terkekeh. "Gue harap Lo selalu bahagia. Kenapa sampai blokir nomer gue segala?" "Bodo amat." Alfonso terkekeh. "Kian pasti nahan lo buat nggak hubungin gue atau dia ngracun pikiran lo." Aku tidak menjawab kemudian pesanan kami datang dan itu membuatku berbinar. "Gue nggak peduli sama itu duda. Mau pergi kek mau stay kek, nyatanya xuki ini
Read more
Dipermainkan keduanya
-Aku tidak sebaik yang kau ucapkan namun tidak seburuk yang terlintas di hatimu.- Demi apapun mengapa mobil Kian sudah terparkir disana?Bagaimana bisa ia lebih cepat dariku? Dengan segera, aku ikut bergabung dengan Kian juga surveyor lapangan lalu melirikku tidak suka. Aku benci diberi lirikan seperti ini karena masih marah padaku. Mungkin saat bertemu customer nanti adalah momen yang tepat untuk menjatuhkan reputasiku seperti dulu. Demi rasa menyesal dan maaf, aku tidak akan membongkar hubungan pura-pura kami atau menceritakan kehidupan keluarga Kian pada siapapun. Termasuk nama seseorang yang tertulis di kuitansi rumah sakit jiwa yang tempo hari kutemukan. Setelah pertemuan dengan customer selesai, aku berpamitan lebih dulu pada semua yang ada termasuk Kian. Aku ingin menjauh secepat mungkin. Tapi tiba-tiba saja tangan kananku ditarik, lalu ia memasukkanku ke dalam mobil. Bukan ajakan lembut melainkan Kian melakukannya cukup kasar hingga aku meringis karena pergelangan tanganku
Read more
Kami saling menjauh
-Siapapun kamu yang kelak akan menemani sisa hidupku, kamu adalah pilihan terbaik dari Sang Maha Pencipta.- Hubunganku dan Kian tidak kunjung membaik dan aku selalu menjauh. Kami seperti tidak kenal satu sama lain bahkan di kantor pun aku hanya menunduk saat berpapasan. Semakin tidak berkomunikasi dengannya, semakin melegakan. Saat menyerahkan laporan purchasing di ruangannya, aku tidak banyak bicara. Beruntung Pak Rudy sedang berada di kursinya jadi Kian tidak bisa berbicara di luar topik pekerjaan.Biarlah kami saling merasa tidak nyaman karena ini yang aku butuhkan. Gaya move on setiap orang berbeda-beda, termasuk aku yang menginginkan move on dengan cara demikian. Aku benci cinta bertepuk sebelah tangan. Karena itu menyakitkan. Hari ini Bu Fatma meminta laporan purchasing secara mendadak. Hal seperti ini membuat otakku dipaksa lari maraton di tengah galaunya hati dan perasaan ini. Belum lagi laporan yang kukerjakan harus dicocokkan dengan bestek buatan Kian. Sehingga kami
Read more
Tiket berdua ke Jogja
-Aku adalah daun yang berusaha kuat pada satu dahan, meski takdirku adalah berguguran seperti yang lain.- Sesuai rencana, hari ini aku memulai misi diam-diam menuju lantai empat ke bagian personalia. Aku ingin mengajukan mutasi dari pada harus menerima siksaan lahit batin dari Kian. Karena sekuat apapun perempuan, pasti memiliki titik penghabisan apa lagi yang menyiksa jiwa raga ini adalah lelaki yang menjadi pujaan hati. Ibarat abrasi pada bibir pantai, hatiku lebih cepat tergerus dari pada disakiti rekan sesama kerja yang tidak melibatkan perasaan. "Permisi Mbak Fifi, mau tanya. Ada pemberitahuan jatah mutasi nggak?" "Belum ada mbak, soalnya semua posisi sudah lengkap. Kalau mau biasanya ditempatkan di Indonesia bagian timur." Aku terkejut mendengarnya. "Jauh banget mbak?" "Iya karena hanya itu pilihannya. Kenapa pindah mbak? Padahal yang dari cabang berlomba-lomba bisa dimutasi kemari." Aku menggeleng dan tersenyum. "Pengen ganti suasana aja mbak." Sepertinya dia tahu jika a
Read more
Kami berbaikan
"Kasih saya alasan kenapa kamu tidak bisa ikut? Padahal kamu yang mengerjakan laporan keuangannya." Tanya Kian serius dengan melipat kedua tangannya. Dan satu lagi, tatapan tajamnya yang tidak kusuka. Bodoh! Aku tidak merancang alasan yang tepat sebelum menemuinya. "Saya...." "Kalau tidak ada alasan logis kenapa kamu sampai repot-repot kemari?! Saya harap kamu bisa profesional. Dan tidak mencampurkannya dengan masalah pribadi." Aku menunduk dan merutuki kebodohanku. Ini sama saja dengan setor malu. "Tapi Anjar sudah setuju." Kian menghela nafas. "Silahkan ajukan hal itu pada Pak Affar. Saya tidak mau repot-repot merubah dengan siapa saya akan ke Jogja." Demi Tuhan! Menemui Affar! Aku tidak yakin bisa menahan kepalan tangan untuk tidak menonjok mukanya. *** "Drey, besok Lo ke Jogja kan?" "Iya." Jawabku lesu. "Naah kok lesu?" "Iya. Males. Bareng jin ifrit!" Anjar terkekeh. "Gustiiiii. Pak Asmen emang dingin-dingin gitu. Tapi gue yakin orang dingin tuh dalemnya super han
Read more
Kecurigaan Rado
Ada yang berbeda dengan Kian saat menjemputku di kos. Dia memakai masker dan lebih sering menunduk, seolah wajahnya tengah disembunyikan dari seseorang. Rambutnya juga dibiarkan sedikit acak-acakan dan menjuntai ke depan jidat. "Aneh!" Setahuku, Kian adalah lelaki super perfeksionis dengan kadar kerapian yang terjaga. Dia enggan terlihat jelek atau tidak menawan dihadapan siapa saja. Demi menutupi wajahnya tampannya itu, ia enggan membantu membawakan kedua tasku ke dalam bagasi mobilnya. Apakah ada seseorang yang membencinya di sekitar kosku? Ataukah ia sedang memata-matai seseorang? Kian terburu-buru menghidupkan mesin mobil, lalu aku segera menutup bagasi dan masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobil sedikit cepat padahal gang perumahan sedikit ramai. Keanehan yang ditunjukkan membuatku bertanya-tanya. Sejauh yang kutahu tidak ada penghuni kos yang membenci atau menaruh amarah padanya. "Kamu kayak detektif. Aneh." Cibirku sambil membetulkan sabuk pengaman. Kian melepas ma
Read more
Luka di masa lalu
Kian menyodorkan air mineral yang sudah dibuka tutupnya dan roti sobek yang lezat. Setelah menandaskan roti itu kami segera masuk pesawat karena sudah mendekati jadwal take off. Satu hal yang aku tahu sejak check in, bahwa seat-ku dan Kian berbeda. Itu adalah hal membuatku kurang senang padahal aku ingin sekali bersebelahan dengannya. Dia bukan kekasihku tapi aku seperti ingin membari tali pada tubuhnya agar selalu dekat denganku, begitu juga sebaliknya. Di dalam pesawat, ia duduk bersebelahan dengan seorang perempuan yang lebih dewasa dariku. Jujur terbersit rasa cemburu dan malas melihat mereka berdua terlibat obrolan kecil yang nampak menyenangkan. Menyebalkan! 'Sama orang lain supel. Sama gue galaknya amit-amit!' Kesalku dalam dada. Sayup-sayup suara mereka berbincang terdengar so sweat. Tapi hal itu seperti anak panah yang menghunus telingaku. Aku berkali kali mengubah posisi duduk agar lebih nyaman untuk mengusir kegalauan. Lebih kesal lagi, perempuan yang duduk bers
Read more
Posesifnya Rado
"Nih kartu kamar lo." "Makasih." "Nanti jam 2 kita langsung ke lapangan." "Oke." Lalu kami menuju kamar masing-masing dengan barang bawaan masing-masing. Namun ada satu lokasi yang sempat mencuri perhatianku karena keelokannya. Kolam renang. Mungkin setelah pekerjaan ini selesai aku bisa berenang disana merasakan sejuknya air yang terlihat jernih dan biru itu. Untuk melepas penat setelah lelah bekerja. "Kamar lo sebelah sini, menghadap parkiran. Kalau kamar gue ada disebelah sana langsung menghadap kolam." "Yah kok kamar kamu enak sih Kian?!" "Ya kan gue minta upgrade tadi." Aku berdecak sebal. "Banyak duit yah enak mau apa aja bebas." Kian terkekeh. "Kalau lo mau, langsung aja nyebur kolam utama yang ada di luar itu." "Enakan kamu lah ada private pool-nya." Kian terkekeh. "Makanya rajin kerja biar dapat bonusan." Setelah selesai menata baju dan barang-barangku di lemari kamar hotel, kami menuju lokasi proyek sekalian membeli makan siang. Kini, kami sudah ada di l
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
33
DMCA.com Protection Status