Patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu. Yang mati Umar, yang tumbuh, cowok-cowok baru dong! Itu adalah prinsip baru dalam hidupku. Kepergian Pak Arya bukan Saloka bersama seorang wanita yang sok imut menimbulkan kepedihan mendalam buatku. Tega sekali dia, mematahkan mimpi yang sudah terlanjur membumbung tinggi. Aku berjalan gontai, menyusuri jalan kampus yang sepi, beberapa mahasiswa yang beruntung memiliki pasangan, melewatiku sambil berboncengan mesra. Beberapa yang kukenal membunyikan klakson, pura-puranya menyapa, padahal, hanya mau pamer saja. “Duluan ya, Fan …” Salah satu teman cewek yang satu kelas denganku, Anya namanya, menepuk pundak sambil setengah berlari. Eh, ternyata, di depan sana, di atas motor, telah nangkring cowoknya menunggu. “Ya …” jawabku ketus. “Ay, maaf ya, telat. Tadi harus nunggu dosen lama soalnya …” lebay banget dengar dia bicara sok diimutin sok dimanisin gitu. Padahal, kalau di kelas suaranya cempreng level
อ่านเพิ่มเติม