Pelukan Nestapa“Kamu tidak ingin apa, Fan?” tanyaku penasaran.“Aku tidak ingin menorehkan luka lagi dalam hatimu. Ketika kamu terluka, aku merasakannya, Sayang,” jawab Rafan dengan suara tertahan. Air matanya berlinang. Ia memang lelaki yang bisa dikata mudah menangis.“Marsha sudah menjadi istrimu. Namun, tidak mungkin juga kamu tidur di depan tv, Sayang.”“Mungkin jika aku mau, tetapi aku ingin bersamamu.”Aku menggeleng sambil terus menitikkan air mata. “Bukan aku tak ingin bersamamu, Sayang. Hanya saja Marsha juga seorang perempuan, bisa jadi ia terluka dan merasa diperlakukan tidak adil.”Rafan hanya diam sambil mengatupkan bibir yang dihiasi kumis tipis. Suara di dapur merusak suasana, aku dan Rafan melangkah ke sana dan menemui Marsha tengah memasak. Ia tersenyum padaku. “Maaf, Lin. Aku lancang memasak karena mungkin kamu sedang sibuk.”Senyuman yang ia b
Baca selengkapnya