Saat Mei beralih menatap Rafan, ia memasang wajah kecut. “Rafan, kamu nyakitin Raline sama aja nyakitin aku dan Farah. Kami sudah satu rasa sehingga jika Raline sedih kami juga sedih. Kalau kamu berani nyakitin Raline, dzalim sama dia, berarti kamu harus selalu siap berhadapan sama kami.”“Iya, Mei, aku paham. Maafkan aku menyakiti sahabatmu.”“Kalau gitu ... aku pamit dulu,” ucap Rafan lagi.Aku menatapnya yang tersenyum kecut, lalu beralih menatap ayah dan ibu. Keduanya mendekati Rafan. “Tinggallah di sini bersama Raline sampai semuanya kembali seperti dulu, Nak,” ucap Ibu tersenyum.Rafan mengangguk, lalu ikut tersenyum. Hari ini sepertinya akan berlalu dengan baik. Semoga saja Rafan tidak berubah dan melakukan kesalahan yang sama. Sungguh aku berharap ia kembali ke dalam pelukanku. Saat malam menyapa setelah makan kami langsung kembali ke kamar. Rafan terlihat kaku, mungkin masih malu-malu.
Baca selengkapnya