Share

Bab 22

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2022-02-12 15:06:46

Tetangga Baru

Hari minggu tidak ada aktivitas, Rafan hanya jogging sebentar karena sudah lama tidak berolahraga katanya. Untuk pakaian juga tidak ada yang harus dicuci. Andai ada anak-anak mungkin akan ramai rumah dengan gelak tawa atau tangis mereka saat saling berebut mainan.

Andai, tetapi nyatanya belum ada bahkan di dalam rahim sekali pun. Padahal aku sangat berharap ada yang bisa diajak bercanda, paling tidak satu. Namun, seperti yang aku ucap pada Marsha bahwa ini hanyalah soal takdir. Lagian setelah ada perempuan kedua itu, kami tidak pernah lagi melakukan program hamil.

Jadi, kemungkinan besar bahkan bisa dibilang mustahil untuk mendapat rezeki itu untuk sekarang. Aku hanya mampu duduk di teras rumah, menatap ke depan dengan pikiran yang melayang entah harus ke mana lagi. Rasa takut kini merajai hati, tepatnya takut kehilangan jika Rafan bosan menunggu.

Anak adalah pelengkap bahagia dalam rumah tangga. Dengan anak pula banyak pahala yang akan dira

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Rafan kmu hrs ati2 sama perempuan gatel itu dn juga jangan mau d ajak minta anterin atau alasan lain lebih kmu jauhi perempuan kaya itu ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 23

    Duka SahabatkuRafan sudah berangkat kerja, saatnya berkutat dengan pekerjaan rumah tangga. Tidak serumit istri yang berstatus ibu, aku hanya harus mencuci di mesin cuci sambil menyapu sedikit. Tidak ada anak-anak yang menjadikan rumah seperti kapal pecah, tidak ada tangis karena saling berebut mainan.Hanya dua jam semua sudah beres. Kini harus melangkah ke kamar mandi karena lauk dan nasi sudah disiapkan pagi tadi. Seperti inilah jika sendiri di rumah, tidak terlalu repot, tetapi kesepian resikonya.Sebelum masuk ke kamar mandi, kebiasaan seorang perempuan adalah mengumpulkan niat apakah harus membuang-buang air atau tidak. Aku tidak pernah gerah karena ada air conditioner di rumah. Notifikasi WhatsApp mulai mengusik pikiran, niatnya cuma lima menit pasti berlalu lima jam.Ada beberapa pesan dari Grup KUBIDCAM. Jemari segera membuka kolom percakapan itu dengan berdebar-debar.Mei Kubidcam[Suamiku kecelakaan dan meninggal di rumah sakit.]

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 24

    Cerita Dari FarahKini aku ada di rumah Mei karena diantar Rafan sebelum ke kantor tadi. Di rumah duka ini hanya tersisa orangtua dan mertua Mei, sementara yang lain entah ke mana. Aku dan Mei kini berada dalam kamar, Farah izin menyusul siang nanti karena ada urusan penting.Mata perempuan yang tengah mengandung itu sangat bengkak dan marah. Ia lusuh seperti tidak punya tujuan hidup. Sebagai seorang sahabat aku gegas memberi motivasi dan saran-saran untuk mengembalikan semangatnya. Memang tidak semudah itu bangkit kembali ketika separuh jiwa telah pergi, tetapi Mei harus kuat. Ini bukan akhir dari segalanya.Anak dalam kandungan itu butuh Ibu yang kuat meski tanpa Ayah lagi. Bahkan ada orangtua, mertua dan yang lainnya termasuk aku membutuhkan dan menyayangi Mei. Ia tidak sendiri, ada Allah pula di hatinya. Perpisahan memang begitu menyakitkan, terlebih ketika sedang mengandung.Perih seketika menjalar dalam kalbu. Aku memeluk tubuh lemas itu seket

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 25

    Terlalu SakitAku duduk di teras rumah bersama Farah dan Mei sambil menunggu Rafan. Sudah hampir jam enam, tetapi ia belum sampai juga. Rasa jenuh mulai menghampiri, akhirnya aku ikut pulang bersama Farah saja karena jalur kami searah.Dalam perjalanan tidak ada kata sepatah pun yang diucapkan. Kami tenggelam dalam pikiran masing-masing yang entah berujung ke mana. Bahkan pandangan seperti kosong saja mengingat cerita Farah tadi siang. Jangan-jangan ia mengantar Marsha pulang dulu baru menjemput atau masih bersama perempuan kedua itu.Aku mengembus napas kasar, lalu turun dari motor begitu sampai di depan gerbang. Mobil Rafan belum ada berarti ia masih di jalan mungkin. Farah pamit karena waktu magrib sudah dekat. Baru saja aku ingin membuka gerbang, tiba-tiba mata menangkap sesuatu yang membakar hati.Mobil Rafan berhenti di depan rumah si Benalu. Pintu mobil terbuka dan Diva turun dari kursi belakang. Ia kemudian melambai, sementara Rafan melajuka

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 26

    Farah PahlawankuPukul delapan malam aku dan Rafan sudah duduk di meja makan. Kali ini hati sedang galau sehingga tidak ada mood untuk masak. Hanya ada sayur dan ikan goreng berlumur sambal. Sungguh, hampa rasanya berada di posisi saat ini. Jika saja tidak lapar, mungkin langsung tidur lebih baik.Namun, satu yang membuatku bertahan adalah usia kami bukan lagi remaja pacaran yang tidak ingin menyelesaikan masalah, langsung mengucapkan kata putus. Lagian ini adalah ikatan pernikahan dan bukan game yang bisa keluar masuk aplikasi kapan saja.“Sayang?”“Iya?”Aku harus berdamai dengan hati, pura-pura buta juga pura-pura tuli dengan sekitar. Jika saja ada yang mencoba mengusik ketenangan, biarkan saja karena akan capek dengan sendirinya. Singa pun tidak pernah membalas gonggongan anjing, tetapi ia selalu tampil berwibawa.Sabar itu ada batasnya, yakni kematian. Bersabarlah dengan sabar yang indah agar Allah ganjarkan paha

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 27

    Sepeninggal AyahWeekend telah tiba, tetapi senyuman hangat belum juga tercetak di bibirku. Entah kenapa pagi ini aku ingin menangis padahal tidak ada yang melukai hati, Rafan pun merasakan hal yang sama katanya.Rasa gunda terus menyelimuti tubuhku, hingga kaki mondar mandi depan kamar sambil memegang ponsel. Bingung harus mengabari siapa atau entah. Kali ini aku dibuat bingung sama perasaan sendiri.Aku menghela napas lega dan berhenti mondar-mandir setelah melihat Rafan keluar dari kamar. Ia telah berpakaian rapi dengan warna abu basah, serasi denganku. Kami bahkan sudah mandi pagi tanpa tahu harus ke mana.“Sayang.”“Iya?”“Perasaanku makin gak enak. Kenapa, ya?”Baru saja aku ingin menjawab asal pertanyaan Rafan, ponsel tiba-tiba berdering. Panggilan dari Ibu menambah debar dalam dada. Kudekatkan ponsel ke telinga dan langsung terhubung. Di balik telepon terdengar tangis yang tertahan.

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 28

    Duka Dalam CintaAku ingin berlari dari takdir yang tidak pernah diangan-angankan sebelumnya, tetapi sejauh apa pun melangkahkan kaki tetap akan kembali ke tempat semula. Kehadiran Marsha bukan hanya melukai Raline, tetapi juga hati ini. Bukan hanya melukai, tetapi memupuskan harapan untuk berdua hingga ke surga Allah.Bukannya tidak bisa tegas dalam mengambil keputusan, tetapi takut keputusan yang aku beri tidak adil. Sekarang hanya mampu dihantui bayangan penyesalan yang tidak bisa diperbaiki.Aku tipe manusia yang malas mengungkap segala yang ada dalam hati dan tidak punya teman untuk diajak berbagi cerita. Dulu ada, tetapi ia sudah meninggal tiga bulan sebelum pernikahanku dengan Raline. Sekarang hanya Allah saja.Setiap malam aku berusaha merayu Tuhan dalam sepinya malam. Air mata menjadi saksi bisu bahwa hati ini juga terluka. Mungkin Raline mengira aku tidak memikirkan perasaannya karena tidak terlihat sedih.Bukan tidak sedih, tetapi

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 29

    Secawan Madu“Diam. Jangan katakan apa pun. Biarkan air matamu menceritakan semuanya. Ketika hati mulai terbakar, baunya seperti dupa.”—Maulana Jalaluddin Rumi.***Rafan benar pergi bersama Marsha sehingga aku hanya sendiri dalam rumah. Suasana tentu amat sepi apalagi tahu suami sedang bersama istri keduanya. Sepertinya Rafan menolak pergi bersama Marsha, tetapi perempuan kedua itu keras kepala sampai menjemput Rafan.Aku tahu suamiku tidak sampai hati membiarkan istri pertamanya sendirian di rumah teruma saat hari libur. Namun, tuntutan untuk berbuat adil lah yang memaksanya. Aku paham betul air muka yang ia tampilkan.Saat aku lirik jam, sudah menunjuk angka satu siang. Hari ini libur beribadah sehingga benar-benar tidak ada aktivitas. Ingin ke rumah Kak Rina dan menceritakan semuanya juga tidak mungkin apalagi jika harus ke rumah mertua. Untung saja belum ada buah hati di rumah ini karena akan menangis melihat Ayahnya dibawa p

    Last Updated : 2022-02-12
  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 30

    Pelukan Nestapa“Kamu tidak ingin apa, Fan?” tanyaku penasaran.“Aku tidak ingin menorehkan luka lagi dalam hatimu. Ketika kamu terluka, aku merasakannya, Sayang,” jawab Rafan dengan suara tertahan. Air matanya berlinang. Ia memang lelaki yang bisa dikata mudah menangis.“Marsha sudah menjadi istrimu. Namun, tidak mungkin juga kamu tidur di depan tv, Sayang.”“Mungkin jika aku mau, tetapi aku ingin bersamamu.”Aku menggeleng sambil terus menitikkan air mata. “Bukan aku tak ingin bersamamu, Sayang. Hanya saja Marsha juga seorang perempuan, bisa jadi ia terluka dan merasa diperlakukan tidak adil.”Rafan hanya diam sambil mengatupkan bibir yang dihiasi kumis tipis. Suara di dapur merusak suasana, aku dan Rafan melangkah ke sana dan menemui Marsha tengah memasak. Ia tersenyum padaku. “Maaf, Lin. Aku lancang memasak karena mungkin kamu sedang sibuk.”Senyuman yang ia b

    Last Updated : 2022-02-12

Latest chapter

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 60

    POV AUTHORBaru saja selesai mandi, Raline merasakan nyeri di bagian pinggangnya. Dia memanggil Rafan dengan suara sangat lemah. Beruntung lelaki itu memang berada di depan kamar. Melihat sang istri kesakitan, dia langsung membopongnya."Kenapa, Sayang?" tanya Rafan khawatir."Sakit, Fan. Kayaknya udah mau lahiran deh!" pekik Raline sambil memejamkan mata. Dia benar-benar lemah.Rafan dengan gerak cepat membawa sang istri ke mobil. Di depan dia bertemu sahabatnya. "Raline mau lahiran, kalian tolong bawa perlengkapan, susul segera!""Oke, Fan!" Mei dan Farah melangkah cepat sementara mobil yang membawa Raline sudah meninggalkan halaman rumah. Ibu Raline memilih tidak ikut karena terlalu takut. Dia berdoa di rumah saja.Setibanya di rumah sakit tepat di ruang persalinan setelah tiga jam menunggu, Raline mengalami kontraksi hebat. Para perawat dan bidan yang sejak tadi menunggu mulai mengecek pembukaan.Sementara di ruang tunggu, Farah d

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 59

    Mentari pagi telah menyapa begitu hangat. Hujan tadi malam menyisakan genangan yang berangsur hilang. Aku jalan-jalan pagi di depan rumah sambil melafazkan zikir untuk perlindungan dari mata jahat.Sepagi ini pula Rafan menyalakan mesin motor dan melajukan menuju pasar karena harus membeli tiga potong ayam ukuran jumbo. Mei dan Farah itu raja makan sehingga kalau dua potong saja tidak akan cukup.Tidak lupa aku menitip beberapa cemilan juga pada Rafan karena ingat pada Salsa. Ah, bukan sepenuhnya pada anak Mei itu tetapi juga ibu dan sahabat ibunya.“Olaraga, Bu?”Aku menoleh, rupanya itu Diva dan Sita. Baru kali ini aku melihat Diva memakai gamis dan jilbab panjang.“Iya.”“Kamu gak nanya aku mau ke mana?”“Enggak.”“Meski gak nanya aku tahu kamu kepo, Lin. Aku sebenarnya lagi jogging ngikutin calon suami. Ya sudah, bye!”Aku memutar bola mata malas, sungguh ti

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 58

    “Jika sabar itu ada ujungnya, mungkin aku telah menjauh dari sumber luka. Jika sabar itu tidak berbuah surga, maka tidak mungkin aku terus bermain dalam taman penuh luka. Pun jika sabar menghadapi cobaan bukan bagian dari titah dalam agamaku, maka aku akan berlari dari takdir.”—Putri Raline.***Seperti hari-hari sebelumnya aku hanya bisa banyak bergerak di depan rumah. Rafan membuka toko lebih pagi karena ada Ibu yang membantu kami mengurus rumah. Tidak ada agenda jalan-jalan seperti pasangan pada umumnya.Dulu kami selalu menanti weekend, sekarang semua hari pun sama saja. Tidak harus liburan ke luar juga karena kondisi yang tidak memungkinkan. Ibu hamil sebaiknya banyak di rumah dan olahraga kecil agar proses lahiran lancar.Matahari sudah semakin menyengat, aku kembali masuk dalam kamar karena keringat sudah sedikit membasahi tubuh. Aku langsung masuk kamar mandi agar tubuh segar lagi.Setelah mandi dan mengenakan daster ukura

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 57

    “Percayalah! Beratnya memaafkan bukanbesarnya kezhaliman orang kepadamu, melainkan hatimu yang kurang luas untuk menampung semua beban.Kala hatimu lapang, kesalahan orang hanyalah warna-warna gelap yang justru memperkaya lukisan di kanvas kehidupanmu.”—S.Aminah Al Attas***“Ibu bahas apa saja sama Rafan?” tanyaku saat Ibu tengah mencuci piring bekas makan tadi.“Ibu bahas semua yang kamu ceritakan. Kenapa memangnya?”“Rafan belum mengajak kamu ngobrol semalam?” tanya Ibu lagi setelah hening dua menit. Ia ikut duduk di kursi meja makan.“Belum, Bu. Aku pura-pura tidur karena mau tahu dulu Ibu bahas apa saja.”Ibu hanya tersenyum, lalu memintaku menyusul Rafan dalam kamar. Tanpa menunggu waktu lagi kaki menuntun diriku masuk kamar.Aku meraih gagang pintu dan membuka perlahan. Rafan terlihat duduk di kursi rias seperti sedang latihan drama atau entahlah.

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 56

    Jam sepuluh pagi aku baru selesai mandi karena lepas salat subuh tadi ketiduran. Bagaimana tidak tidur, sepanjang malam begadang karena jadi langganan kamar kecil.Setelah makan, aku melangkah pelan ke toko menghampiri Rafan. Butuh beberapa menit baru sampai, ternya sedang sepi. Mungkin baru pulang atau entah.Dari dalam muncul Diva sambil tersenyum manis. “Rafan, sejak kapan ....”“Anu tadi, an–”“Tadi ke sini karena ada satu hal. Kalau begitu aku pulang dulu, ya.”“Fan, jangan lupa. Siang atau sore nanti aku balik,” tambah Diva, lalu melenggang pergi.Aku diam menantikan penjelasan. Namun, lelaki itu hanya bisa menunduk. Entahlah, aku tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya.“Assalamualaikum.”Aku menoleh pada pemilik suara itu. Ia tersenyum, di kantong mata dan beberapa bagian wajahnya tergambar keriput.“Waalaikumussalam, Ibu,&rdqu

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 55

    [Kamu ke sana jam berapa, Lin?]Pesan WhatsApp pribadi yang dikirim Mei subuh tadi baru aku baca setelah hampir pukul delapan pagi.[Jam delapan, insya Allah, Mei. Kamu sama siapa?][Nebeng sama sepupu. Kebetulan ia mau keluar dan lewatin rumah Farah.][Oke, kalau begitu kita ketemu di sana saja.][Sip.]Aku meletakkan ponsel dan melangkah ke cermin. Sudah bagus dengan make up minimalis. Untung saja Farah ingat kalau aku sedang hamil tua jadi diberi baju ukuran jumbo.Rafan pun telah siap, aku gegas mengambil tas kecil berwarna putih, lalu melangkah ke luar bersama Rafan. Diva berdiri setelah melihat kami.Sejak pukul enam pagi tadi ia sudah ada di sini. Entah ia mandi sebelum subuh atau entahlah. Make up ia poles di ruang tamu, bahkan jilbabnya sekalian. Ia benar-bemar tidak ingin ketinggalan.Aku jadi semakin penasaran seperti apa rupa calon suaminya. Ia memakai dress warna silver untung saja tidak senada dengank

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 54

    “Hunna libaasun lakum wa antum libaasun lahunna. Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka.”—QS. Al-Baqarah ayat 187.***Badai pernikahan pasti berlalu meski dalam waktu yang lama. Aku hanya harus bersabar sedikit lagi. Tentang foto Marsha kemarin, biarlah dilupakan dahulu.Aku menghampiri Rafan yang tengah menyeduh teh hangat. Besok pernikahan Farah, barangkali ia lupa. “Fan?”“Raline. Duduklah!”“Besok kita ke nikahan Farah, 'kan?” tanyaku setelah mengempas bokong di kursi.“Insya Allah, kenapa?”“Aku pikir kamu lupa.Rafan memamerkan gigi putihnya. Benar-benar bosan kala pembicaran habis. Seperti anak remaja akan badmood saat tidak ada bahasan yang harus dibahas lagi.Entah untuk pacar, sahabat atau gebetan. Tepatnya kehabisan kata-kata.Sudah tiga hari hujan mengguyur menjadikan pakaian kadang tidak kering te

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 53

    “Aku pulang dulu, ya, Lin. Sudah mau pukul lima sore. Nanti orang di rumah nyariin lagi,” ucap Farah dengan raut sedih.Memang kami sering bertemu, tetapi ketahuilah bahwa jika kita punya teman yang bisa membawa kedamaian pasti akan selalu rindu untuk bertemu dan seperti itulah kawan terbaik. “Hum.”“Tenang saja, aku bakal ke sini lagi. Namun, harus kamu dulu yang datang ke pernikahan aku.”“Aku hamil tua, Far.” Aku mengucapkan kalimat itu dengan suara sedih. Dilema.“Yang penting hadir. Kamu sama Mei di dalam kamar saja. Nanti aku sediain kamar si samping kamar pengantin khusus untuk sahabat tercinta. Oke?”“Jangan mencoba beralasan lagi atau persahabatan kita cukup sampai di sini.”“Kalau misal aku lahiran?”“Kamu boleh tidak hadir kalau lagi sakit, lahiran atau semoga enggak, meninggal. Oke?”“Insya Allah, Farah. Kamu sahaba

  • PEREMPUAN MASA LALU   Bab 52

    Minggu ini Rafan izin jogging sebentar karena badannya pegal. Aku mengiyakan dengan syarat tidak membawa ponsel dan dompet. Jika membawa keduanya tentu bisa jauh perginya.Teringat saat pertama ia bertemu dengan Diva. Hal itu bisa terjadi lagi jika tidak berusaha dihindari. Netra memandang ke nakas, di sana ada dompet Rafan sementara ponsel ia charger.Aku beranjak dari kursi rias, lalu menuju nakas. Dompet kulit berwarna cokelat kini dalam genggaman. Sungguh sudah lama aku tidak memegan dompet ini sehingga penasaran dengan isinya.Ada dua atm di sana yang aku tidak tahu berapa saldonya. Aku cek lagi ada beberapa lembar uang merah bergambar presiden pertama, Soekarno Hatta. Namun, saat melihat ke arah KTP, jantung berdebar cepat karena ada sesuatu yang mengganjal.Aku mencopot KTP itu dan ternyata berhasil membuat lidah kelu. Jantung memompa cepat dan aku langsung menjatuhkan diri di tepi ranjang.“Foto Marsha?” gumamku.Pa

DMCA.com Protection Status