Semua Bab Suami Miskinku Ternyata Konglomerat: Bab 351 - Bab 360

395 Bab

Part 350 Nikmati Kapan Saja

"Hal itu akan saya bicarakan nanti, Bu. Saya ingin bicara dengan Sarah terlebih dahulu," jawab Om Gunadi, dan emak tidak berani untuk memaksa, lantas kembali menemui tetangga yang masih berkerumun di halaman depan rumah. "Memangnya, perasaan Om Gunadi seperti apa?" tanyaku pelan, aku tidak paham tentang perasaan, yang aku tahu dan aku rasakan, ada rasa sakit saat Zulham berjalan menjauh, dengan kepala yang menunduk, dan langkahnya yang gontai.'Apakah hati Zulham juga merasakan sesakit ini? Atau mungkin dia lebih sakit' tanya hatiku."Rasanya, selalu ingin ketemu dengan, Sarah," jawabnya. Senyumnya merekah. "Oh, iya, saya punya hadiah buat Sarah." Sembari Om Gunadi mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku terus saja memperhatikannya.Gunadi lantas memberikan kepadaku, sebentuk kotak persegi empat berukuran lumayan besar, dengan kulit seperti beludru berwarna merah darah. Terkesan indah dan mahal."Ini apa, Om?" Gunadi tersenyum, wajah kami terasa sangat dekat, tubuhnya pun tercium ar
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-31
Baca selengkapnya

Part 351 Layaknya Seorang Ratu

Aku pasrah, tidak tahu harus memberikan alasan apa untuk menolak mencium Kang Gunadi, selain hanya mengikuti perintah emak. Aku pun memang harus berterima kasih atas pemberian benda berharga berupa kalung emas untukku. Kang Gunadi memperlakukan aku layaknya seorang ratu. Kupejamkan mataku dan mulai mendekati bibirku ke pipi Kang Gunadi. Hampir saja pipi itu tersentuh lembut, mendadak terdengar suara perempuan dan anak-anak yang berteriak kencang karena ketakutan. Mereka yang tadinya banyak berkerumun di depan rumahku, kemudian pada lari berhamburan tunggang langgang. Suasana benar-benar tidak terkendali. Reflek kutarik kembali wajahku sebelum sempat menyentuh pipi Kang Gunadi. Terlihat jelas kekecewaan pada raut wajah pengusaha kaya dari Jakarta tersebut. Aku, emak,dan Kang Gunadi, lantas berdiri kemudian menghambur ke sisi pembatas teras rumah. Sebuah perkelahian sedang terjadi. Bukan, bukan sebuah perkelahian, tetapi lebih tepatnya sebuah peristiwa pengeroyokan. Terlihat satu oran
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-01
Baca selengkapnya

Part 352 Rencana Baru

"Kamu menemui pemuda yang bernama Zulham itu, ya, Sarah." Emak masih tidak percaya dengan ucapanku, berhenti sesaat menatapku dalam. Tetapi cepat-cepat kumenarik tangan emak, bersikap seolah-olah ingin segera menemui Kang Gunadi."Ayuk, Mak, cepetan dikit atuh," ucapku, malah sekarang aku yang seperti sedang menyeret-nyeret emak untuk berjalan sedikit lebih cepat. Dan untungnya, emak hanya mengikuti saja tidak lagi mengajakku bicara. Om Gunadi, yang sekarang kupanggil dengan kata akang di depan namanya, terlihat masih terduduk di bangku teras rumah, membelakangi kami yang datang dari arah halaman. Tempat di mana kendaraan mewah Kang Gunadi terparkir. Ternyata masih ramai seperti sedia kala. Satu per satu, warga mulai berkumpul kembali. Kebanyakan membicarakan tentang keributan tadi, berbicara dengan bahasa asli suku mayoritas di kampung ini.Kang Gunadi menoleh, tepat di saat aku dan emak mulai menginjak lantai teras rumah. Tidak berbicara ataupun bertanya, hanya melempar senyum saja
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-01
Baca selengkapnya

Part 353 Mimpi yang Sama

Sebuah taman indah nan mempesona terpampang di depan mata. Suasananya teduh sekali, dengan pohon-pohon rindang tanpa sampah daun mengering. Semua pohon berbuah masak, tidak ada satu pun buah-buahan muda. Sungai-sungai mengalir dengan beragam warna. Ada yang seperti susu, madu, Syrup, semua menebarkan aroma wangi menyegarkan. Hanya rumah-rumah megah nan indah yang terlihat, yang jauh lebih indah dengan yang pernah kulihat sejauh ini. Hampir separuh bangunannya terbuat dari emas, dengan banyak taburan warna-warni kristal seperti berlian dan permata beragam warna. Penduduk wanitanya berwajah cantik-cantik, lebih cantik dari yang pernah kulihat di televisi. Sedangkan yang pria terlihat tampan gagah rupawan. Pakaian yang mereka kenakan bagus-bagus dan mewah, tidak ada satu pun orang tua atau pun anak-anak yang terlihat sejauh mataku memandang, semua terlihat berusia muda belia. Semua wajah terlihat bahagia dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Mereka saling bertegur sapa,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-02
Baca selengkapnya

Part 354 Menyesal Seumur Hidup

Pagi menjelang, hatiku benar-benar gelisah. Mimpi yang sama selama dua malam berturut-turut, juga tentang jawaban Teh Niken menyangkut penyakit yang dideritanya, membuat hati ini menjadi risau. Takut, jika penyakit yang menimpa Teh Niken juga akan mengenaiku. Di bangku depan teras rumah ini aku menyendiri dan merenung, masih teringat ucapan si teteh semalam."Teteh positif HIV, Rah, penyakit yang belum diketemukan obatnya," ucapTeh Niken, menjawab pertanyaanku semalam, sembari terisak-isak."Teteh hanya tinggal menunggu waktu. Teteh takut, Sarahh ...." Tangisannya semakin keras terdengar."Teteh ingin bertobat, tetapi bagaimana caranya? Cara salat pun teteh tidak paham, ditambah Emak yang masih terus memaksa teteh untuk terus melayani tamu. Teteh hanya bisa pasrah, Sarahh." Kasihan sekali aku melihat keadaan Teh Niken. Ingin sekali memeluknya, tetapi Teh Niken menolak dan melarangku. Pintanya hanya satu kepadaku, sebelum dia keluar dari kamarku karena mendengar aku berteriak-teriak k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-02
Baca selengkapnya

Part 355 Tetap Seorang Ibu

Aku segera pergi meninggalkan Zulham, untuk kembali pulang ke rumah. Setelah berjanji tadi akan menemuinya lagi malam nanti.Niatku sudah bulat, Teh Niken pun mendukung malah terus menyuruhku, untuk segera pergi dari kampung ini.Sesampainya di rumah, terlihat emak sedang sibuk bertelepon di bangku depan teras rumah, bangku yang sama dengan yang kududuki tadi sebelum bertemu dengan Zulham. Paras wajahnya seperti menyimpan amarah. Aku pun segera duduk di depan emak, tidak beberapa lama, dia pun mematikan sambungan teleponnya."Nelpon siapa, Mak?" tanyaku ke emak, mataku terus saja menatapnya. Untuk terus mengingat wajahnya, jikalau aku jadi pergi nanti, lalu kangen dengan emak. Karena walau bagaimana pun, emak tetap ibu kandung yang melahirkan aku. Aku tidak tahu, sampai berapa lama kepergianku nanti. Seburuk apa pun sifat dan kelakuan emak, dia tetap adalah seorang ibu. Aku pasti akan merindukannya nanti."Si Astuti benar-benar keterlaluan, pergi berhari-hari, telepon nggak diangkat,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-04
Baca selengkapnya

Part 356 Kerusakan Moral

Dengan motor tua miliknya, bapak mencoba mencari keberadaan Teh Astuti ke kota kabupaten. Aku menolak saat bapak memintaku untuk menemaninya. Niatku sudah bulat, akan pergi dengan Zulham malam ini juga. Karena hanya malam ini kesempatan terakhirku untuk bisa pergi dari rumah. Sedangkan besok malam, kemungkinan Om Gunadi akan datang menjemputku, dan langsung mengajak ke bandara untuk menemaninya liburan beberapa hari di Bali dan Lombok.Menjelang sore, Teh Niken yang sudah kuberi tahu akan rencana kepergianku malam nanti memintaku untuk menemui dia di kamarnya. Wajahnya semakin terlihat pucat, tubuhnya pun terlihat tidak bertenaga. Dia selalu mengeluh mudah cape, tulang-tulangnya terasa sakit, padahal tidak melakukan aktivitas apa pun di rumah. Sepertinya, penyakit yang sudah dideritanya mempengaruhi stamina tubuhnya."Duduk, Rah," ucapnya, menyuruh aku duduk di bangku rias, berhadapan langsung dengan Teh Niken yang duduk bersila di atas ranjang dengan sebuah bantal di atas pangkuannya
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-04
Baca selengkapnya

Part 357 Bersedia Menunggu

Motor yang dikendarai Zulham melesat menembus malam. Sepanjang perjalanan, aku dan Zulham tidak terlalu banyak bicara, mungkin karena kami berdua sedang sibuk memikirkan, langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.Setelah memasuki pusat kota kecamatan, Zulham meminggirkan motornya di sebuah gerobak nasi goreng, menoleh ke arahku yang masih duduk di belakangnya."Kita makan nasi goreng dulu ya, Rah. Mau, 'kan?" Aku mengangguk menyetujuinya, lalu turun dari motor Zulham."Sarah mau makan apa?" Aku terdiam, berpikir sebentar, sepertinya sudah lama sekali aku tidak makan mie rebus gerobak seperti ini."Mie rebus saja, Kak," jawabku."Sarah duduk dulu, Ya," ujarnya, lantas Zulham mendekati pedagangnya, sembari menyebutkan pesanannya, dan aku duduk di sebuah bangku kayu panjang, dengan meja bergambarkan iklan teh kemasan.Aku dan Zulham lantas duduk berhadap-hadapan, wajahnya menatap tajam, lalu cepat-cepat membuang muka."Maaf," ujarnya cepat, seperti melakukan sebuah kesalahan. "Maaf b
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-05
Baca selengkapnya

Part 358 Penuh Penderitaan

POV : Emak Sedari kecil dulu, setiap kali ada keramaian semacam jaipong, sintren, aku pasti melihat. Jika sekarang, hiburan seperti organ tunggal atau panggung dangdut seperti ini, saya juga pasti datang. Rasanya, selalu ingin senang-senang saja. Masa kecilku yang penuh penderitaan dan kesusahan membuatku tidak ingin mengalaminya kembali. Baik di masa remaja, ataupun setelah memiliki anak, hingga umurku sekarang ini. Untuk terlepas dari jeratan kesusahan, saya rela menjalani pekerjaan yang sekarang ikut dilakukan anak-anakku. Cara mudah mendapatkan uang bagi kami yang tidak memiliki pendidikan tinggi dan dasar agama yang kuat. Dosa sudah tidak masuk lagi ke dalam hitunganku. Hidup susah dan serba kekurangan, hanya itu yang kutakuti.Aku sudah bekerja keras, melahirkan, memberikan susu dan makan kepada anak-anakku, maka wajar saja jika kupaksa anak-anak gadisku membalas pengorbanan yang telah kulakukan untuk mereka, dengan cara memberikan aku jalan kesenangan untuk pribadiku sendiri.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-06
Baca selengkapnya

Part 359 Tidak Tahu Diuntung

Menjelang sore, pemakaman anakku Astuti baru selesai dilakukan. Setelah pagi tadi, dengan ditemani kepala rukun di kampung dan beberapa tetangga, datang ke rumah sakit untuk mengambil jasad Astuti. Kampung ini mendadak heboh, apalagi saat diketahui jika pelakunya adalah warga desa kami.Sampai selesai pemakaman, suamiku dan Sarah tidak hadir, dan juga tidak diketahui keberadaannya. Sudah kutanyakan ke sana kemari tentang kabar keduanya. Satu pun tidak ada yang mengetahui. Begitupun saat kubertanya dengan kawan dekat Sarah, Iroh. Gadis yang hampir seumuran dengan Sarah itu pun tidak mengetahuinya, bahkan dia terlihat kaget saat kuberitahu bahwa dari semalam Sarah belum juga pulang ke rumah.Kampung ini berbeda seperti kampung-kampung di sekitarnya. Tidak ada keharusan untuk mengadakan tahlilan untuk orang atau keluarga yang meninggal. Jika ada pun siapa yang akan memimpin pelaksanaannya, karena sebagian besar warga kami buta dengan ilmu agama. Jadi kuputuskan untuk tidak melakukan sede
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3435363738
...
40
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status